Semarang, FIS UNNES. Salah satu program besar dan sumbangsih yang saat ini sedang dan akan terus berjalan yang dilaksanakan BNPB adalah kolaborasi riset kebencanaan melibatkan peneliti dari perguruan tinggi untuk mengkaji permasalahan pandemi COVID-19. Kegiatan riset kebencanaan tahun 2021 kolaborasi bersama Kemendikbudristek dan Pemerintah Provinsi Bali telah berhasil melibatkan 23 universitas, dan beberapa riset telah mengembangkan GIS menjadi model untuk membantu penyelesaian permasalahan kebencanaan khususnya pandemi COVID-19 di Provinsi Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Nixson Silalahi SH LLM, Direktur Sistem Penanggulangan Bencana mewakili Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam 1st International Conference on Geography and Disaster Management (ICGDM) 2021 yang diselenggarakan oleh Ikatan Geograf Indonesia dalam rangka Pertemuan Ilmiah Tahunan 2021 di Universitas Negeri Semarang, Rabu, 24 November 2021 yang dilaksanakan secara daring.
Selanjutnya Nixson Silalahi menjelaskan, bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang berbatasan langsung dengan zona subduksi, hal ini menyebabkan Indonesia sangat rawan oleh bencana seperti gempabumi, tsunami, letusan gunungapi, tanah longsor dan lain sebagainya.
Tingkat urbanisasi penduduk Indonesia yang sangat tinggi menambah tingkat risiko terhadap potensi bencana. Kejadian Tsunami Aceh pada tahun 2004, kejadian gempabumi, tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah membuktikan bahwa mayoritas kota-kota di Indonesia mempunyai potensi Bencana yang sangat tinggi.
Adanya potensi bencana tersebut, memerlukan upaya mitigasi untuk mengurangi risiko bila terjadi bencana. Dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, paradigma penanggulangan bencana telah bergeser orientasinya ke arah pengurangan risiko. Oleh karena, itu Pemerintah Indonesia sebagai pemangku kepentingan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat perlu melakukan upaya terpadu melalui pengkajian risiko bencana yang terukur.
Saat ini, Indonesia telah menyepakati Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR) 2015-2030, yaitu kesepakatan global terkait dengan pengurangan risiko bencana, yang mana salah satu prioritas aksinya adalah memahami risiko bencana.
Kebijakan dan operasional penanggulangan bencana harus didasarkan pada pemahaman tentang risiko bencana pada semua dimensi, yakni ancaman, kerentanan, dan kapasitas. Pengetahuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk tujuan penilaian risiko sebelum bencana, pencegahan, dan mitigasi, serta pengembangan dan pelaksanaan kesiapsiagaan yang memadai dan respon yang efektif terhadap bencana.
Indonesia telah memiliki Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) yang disahkan melalui Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2020. RIPB merupakan pedoman nasional untuk penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (PB) yang berlaku selama 25 tahun dan menjadi acuan bagi kementerian/lembaga, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pemerintah Daerah dalam perencanaan dan pelaksanaan penyelenggaraan PB.
Visi penanggulangan bencana dalam RIPB yaitu untuk “Mewujudkan Indonesia Tangguh Bencana untuk Pembangunan Berkelanjutan”. Tangguh bencana bermakna bahwa Indonesia mampu menahan, menyerap, beradaptasi, dan memulihkan diri dari akibat bencana dan perubahan iklim secara tepat waktu, efektif, dan efisien.
Misi penanggulangan bencana dalam RIPB yaitu untuk: 1) Mewujudkan penanggulangan bencana yang tangguh dan berkelanjutan, 2) Mewujudkan tata kelola penanggulangan bencana yang professional dan inklusif, 3) Mewujudkan penanganan darurat bencana dan pemulihan pascabencana yang prima.
Tujuan RIPB yaitu untuk meningkatkan ketangguhan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam menghadapi bencana, serta mengurangi risiko bencana dalam jangka panjang. Dan sasarannya adalah: 1) Kerangka peraturan perundang-undangan yang kuat & keterpaduan kelembagaan yang adaptif dalam PB, 2) Peningkatan investasi kesiapsiagaan & pengelolaan risiko bencana sesuai dengan proyeksi risiko bencana, 3) Peningkatan kualitas tata kelola PB yang profesional, transparan, dan akuntabel, 4) Penanganan darurat bencana yang cepat & andal, 5) Pemulihan infrastruktur, pelayanan publik, dan penghidupan masyarakat pascabencana yang lebih baik & aman.
Dalam upaya memberikan informasi aktual melalui sistem informasi Risiko Bencana yang berisikan Peta Risiko Bencana berbentuk Web atau Mobile Aplication, BNPB telah mengembangkan aplikasi bernama inaRISK. inaRISK adalah sebuah sistem informasi online berbasis Sistem Informasi Geografis (GIS services) yang dapat menampilkan kajian risiko bencana berupa bahaya, kapasitas, kerentanan dan risiko serta monitoring penurunan indeks risiko bencana di seluruh Indonesia. Dalam pemanfaatannya, inaRISK dapat berfungsi sebagai referensi dalam perencanaan daerah dan memproyeksikan kerugian akibat bencana.
Pemanfaatan inaRISK dalam implementasi PB di lapangan dapat bermanfaat untuk: 1) Identifikasi wilayah terdampak bencana yang meliputi: luas wilayah, klasifikasi kerusakan, distribusi kerusakan infrastruktur di setiap klasifikasi wilayah kerusakan, 2) Distribusi korban terdampak di wilayah bencana, 3) Simulasi skala dan akibat yang ditimbulkan akibat bencana dalam fokus lokasi dan potensi jenis bencana tertentu, 4) Basis data untuk perumusan strategi dan kebijakan penanggulangan bencana.
Pada situasi pandemi COVID-19, selain memberikan layanan sistem informasi risiko bencana, inaRISK pun kami kembangkan menjadi perangkat untuk penilaian mandiri tingkat risiko COVID-19. Penilaian mandiri tersebut merupakan salah satu upaya pencegahan COVID-19 dengan penyediaan perangkat penilaian mandiri pada level individu, keluarga dan desa. Fitur ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya yang melakukan penilaian, seperti tingkat risiko tertular COVID-19 berdasarkan perilaku ataupun kebiasaan. Adapun bagi pemerintah sebagai basis data individu/keluarga/desa yang berisiko tinggi/sedang/rendah sehingga dapat berguna dalam penyusunan strategi dan perumusan kebijakan.
Perjuangan untuk mengendalikan pandemi COVID-19 adalah perjuangan seluruh elemen bangsa. Segenap lapisan dan entitas masyarakat harus terlibat dan berperan aktif dalam kerangka pentahelix. Dalam konteks ini, BNPB sejak tahun 2020, mencoba melakukan berbagai program dalam upaya pemulihan Bali melalui program Bali Kembali, dan menjadikan Bali sebagai program percontohan percepatan penangan COVID-19 yang tentunya tidak bisa dipisahkan dengan pemulihan ekonomi.