Semarang, FIS UNNES. Kepemimpinan Indonesia mendorong kemerdekaan negara-negara di kawasan Asia Afrika termasuk negara-negara Islam sehingga Bung Karno mendapat gelar pahlawan pembebas bangsa Islam. Meskipun saat itu Indonesia mendorong kemerdekaan negara-negara tersebut, bukan karena pertimbangan agama, tetapi karena ideologi Pancasila yang menjadi bintang penuntun bagi keterlibatan Indonesia bagi kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia Afrika.
Hal tersebut ditegaskan oleh Ir. Hasto Kristanto MM, mahasiswa Program Doktor Universitas Pertahanan, seorang politisi sekaligus Sekjen PDI Perjuangan dalam kegiatan Kuliah Umum Menggali Nilai-nilai KeIndonesiaan yang diselenggarakan secara daring oleh FIS UNNES, Selasan, 24 Agustus 2021.
Karena itulah, berbicara tentang nilai-nilai keIndonesiaan, maka kita perlu memiliki modal perjuangan yang kita miliki, yang Pancasila sebagai dasar negara.
Ketika menyampaikan pidato tentang lahirnya Pancasila, Bung Karno mengupas tuntas terkait dengan landasan filsafat lahirnya Indonesia merdeka. Ketika berbicara tentang prinsip-prinsip keTuhanan Bung Karno menegaskan bahwa tidak hanya setiap warga negara percaya dan menyembah Tuhan, bangsa Indonesia adalah bangsa yang menyembah Tuhan dengan cara yang berkebudayaan. Ketuhanan yang dimaksud Bung Karno adalah keTuhanan yang berbudi pekerti luhur, keTuhanan yang tidak ada egoisme agama, keTuhanan yang menempatkan sang pencipta sebagai pengatur segala kehidupan, karena itulah kita menyembah sang pencipta dengan penuh rasa hormat dan melahirkan suatu aspek-aspek kemanusiaan, keTuhanan yang juga melekat dengan seluruh aspek kebudayaan kita, maka Bung Karno mengatakan dalam keTuhanan yang kita pahami itu, bangsa Indonesia meneladani kehidupan keTuhanan dengan cara-cara yang berkebudayaan. Ketuhanan yang berkebudayaan inilah yang juga dipakai oleh Walisongo khususnya Sunan Kalijogo dalam syiar agama Islam yang menggunakan gamelan, termasuk penggunaan aji jimat kalimasadha oleh Punthadewa, itu adalah wujud akulturasi yang digali oleh Soekarno.
Soekarno menggali dari peradaban nusantara, dari sejarah peradaban agama, dari sejarah peradaban dunia. Soekarno tahu bahwa Indonesia yang terletak diantara dua benua dan dua samudera merupakan titik temu peradaban. Proses inilah yang menghasilkan kekayaan budaya di negara kita. Perbedaan agama di negara kita tidak menjadi persoalan karena kita memiliki landasan falsafah yang mengedepankan nilai-nilai keTuhanan yang berbudi pekerti. KeTuhanan yang disampaikan oleh Bung Karno adalah ketuhanan yang meniru sifat Tuhan, yang menebarkan kebaikan, bukan menciptakan permusuhan satu dengan lainnya.
Kemudian, sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradap, di situ ditegaskan bagaimana sila kemanusiaan yang adil dan beradap ini punya 2 perspektif. Dalam perspektif internal, bagaimana sila kemanusiaan ini kemerdekaan ditujukan untuk membebaskan manusia Indonesia daribelenggu penjajahan, karena itulah revolusi mental diperlukan agar mental terjajah, minder, itu bisa dirombak menjadi mental pejuang, pelopor, mental yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mental yang berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Sikap ini harus dimiliki oleh rekan-rekan mahasiswa. Perikemanusiaan dalam perspektif keluar itu mengandung suatu spirit bahwa kemerdekaan Indonesia itu harus membangun persaudaraan dunia. Indonesia menjadi tamansari dunia. Keindahan budaya kita luar biasa, maka mahasiswa perlu menjelajahi kekayaan budaya tersebut untuk membangun imajinasi, dari Sumatera barat yang memiliki tradisi yang begitu hidup yang sangat menarik. Termasuk di Bali dan Jogja. Inilah yang sangat menarik yang mencerminkan kemajuan kita, itulah yang digali oleh Bung Karno. Maka dari sila kemanusiaan ini kita sejatinya sedang menjabarkan ciptaan dari yang maha kuasa untuk kemudiaan dengan nilai-nilai kemanusiaan itu kita membangun peradaban. Kita meningkatkan taraf hidup seluruh rakyat Indonesia dengan cita-cita kemanusiaan, sekaligus membangun kepemimpinan Indonesia bagia dunia.
Sila ketiga, Bung Karno menyadari bahwa Indonesia berasal dari beraneka ragam suku bangsa dan bahasa. Luar biasa keanekaragaman kita, maka telah digali semangat sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang menegaskan bahwa kita adalah satu bangsa, bahwa kita menjunjung tinggi bahasa kesatuan kita Bahasa Indonesia yang berakar dari rumpun bahasa Melayu. Jia dilihat dari sisi jumlah itu jumlahnya sedikit dibandingkan Jawa. Artinya, para pemimpin pejuan pelopor kemerdekaan itu sudah memikirkan dengan cerdas, dengan visioner bagaimana kita punya satu bahasa kesatuan. Bagaimana kita bertanah air satu, hanya kita yang menyebut komponen tanah dan air karena kita adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Falsafat sila ketiga, menyadari tentang realitas keberagaman ini, karena itulah semboyan kita adalah Bhineka Tunggal Ika. Ini yang harus kita pahami bahwa dunia kampus harus mengedapnkan merit sistem, ciri-ciri persatuan Indonesia yang tidak pernah membedakan mahasiswa dari suku, agama, status sosial, jenis kelamin, semua sama sebagai warga negara Indonesia yang bertanah air satu. Negara Indonesia yang dibangun di atas sila ketiga adalah negara yang berdiri diatas kepentingan individu dan golongan, negara yang menyatukan satu tekad satu visi sebagai bangsa Indonesia yang satu yang tidak dibeda-bedakan oleh suku, agama, dan status sosial. Karena itulah semangat kepemimpinan Indonesia harus dilakukan sebai-baiknya karena kita punya falsafah Pancasila.
Sila keempat adalah musyawarah, ini juga menjadi kultur demokrasi kita. Bung Karno pernah menyampaikan ketika berpidato lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945 melihat realitas yang hidup di desa-desa kita menempatkan hikmat kebijaksanaan pada orang yang lebih tua yang berpengalaman di pesantren pada kiai. Kemudian tokoh-tokoh senior ini memberikan suatu direction atas kebijaksanaan. Sehingga inilah yang kemudian digali sebagai kultur demokrasi Indonesia bukan demokrasi liberal one man one vote one value tapi demokrasi yang berdasarkan hikmat kebijaksanaan. Luar biasa rumusannya.
Kemudian seluruh sila-sila tersebut itu ditujukan untuk mewujudkan cita-cita kesejahteraan. Bung Karno menegaskan bahwa dalam bumi Indonesia seharusnya tidak ada kemiskinan. Itulah mengapa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Saat itu Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sahrir mengatakan bahwa teori-teori politik dari barat itu kuno karena mereka hanya membawa demokrasi hanya dalam ranah politik, tidak membawa demokrasi dalam ranah ekonomi yang berkeadilan sosial, yang membangun kesejahteraan sosial secara kolektif bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan Pancasila ini maka kita harus memegang seluruh konsepsinya, filosofisnya, seluruh directionnya bagi masa depan untuk Indonesia raya.