Semarang, FIS UNNES, 2021. “Peran kritis dan evaluatif, perubahan zaman menuntut kita agar cepat tanggap, adaptif mengelola satu hal. Satu yang terbaik akan bertahan, sementara yang biasa saja akan tergeser. Jika kita mampu bertahan, maka kita akan cemerlang”.
Kalimat motivasi tersebut diungkapkan oleh Dr. Sos Puji Lestari, M. Si saat menyampaikan materi dalam Webinar Pendidikan Karakter PEDULI yang diselenggarakan oleh Kemahasiswaan FIS UNNES melalui zoom, Sabtu, 17 April, 2021.
Menurut Puji Lestari, problem kita hari ini adalah bagaimana insan cerdas dan peduli itu terbentuk. Kalau kita melihat fenomena menuju Sociaty 5.0 dapat kita rasakan, kalau saya lebih mudah memberi ilustrasi sekitar 10-20 tahun yang lalu tidak semua orang memegang smartphone, tapi sekarang sangat mudah seseorang menggapai informasi melalui smartphone tersebut, kapanpun. Di Semarang semua zona terakses sinyal internet, sehingga semua kesulitan informasi teratasi. Ini seiring sejalan dengan perkembangan teknologi, masyarakat, dengan perkembangan sosial yang sampai hari kita aalami bersama.
Berbicara tentang menuju insan milenial yang cerdas, Puji Lestari memetakan ada 2 ranah, diri sendiri dan sesuatu yang terjadi di luar individu. Jadi seorang individu bisa memetakan apa yang terjadi pada dirinya, hal-hal apa yang terjadi di luar dirinya. Ketika kita membicarakan apa yang terjadi di luat dirinya, maka akan ada banyak hal yang sudah dipetakan sedemikian rupa, ada masyarakat dan kondisi sosial budaya dengan segala perubahannya. Fenomena tersebut seolah-olah di luar kontrol kita untuk melihat dan mengatur, namun self itu tetap harus beradaptasi, mengadopsi, kemudian berinteraksi sehingga muncul relasi keduanya.
Menurut Puji Lestari, dalam konteks pendidikan formal, kita perlu melihat kurikulum kita yang menurut saya sudah adaptif, sudah dikembangkan sedemikian rupa dalam menghadapi perubahan sosial politik menuju milenial atau society 5.0, menyesuaikan apa yang terjadi saat ini. Kurikulum tersebut sudah dirancang agar menghasilkan lulusan cerdas dan berkarakter, apalagi banyak refrensi yang memberi penilaian bahwa kurikulum kita sudah berbasis kemanusiaan.
Di perguruan tinggi masing-masing kurikulum sangat adaptif. Bahkan di Unnes, dalam 3 tahun ini kurikulum berubah untuk menyesuaikan perkembangan dan kebutuhan, menyesuaikan tuntutan di luar Unnes supaya menghasilkan lulusan yang luar biasa.
Kurikulum di tiap-tiap jenjang pendidikan juga sudah disipakan sehingga mempunyai beberapa peran, diantaranya peran konservatif yang menerapkan warisan nilai-nilai budaya yang masih relevan agar generasi muda tetap melestarikan budaya melalui agen mata pelajaran. Peran kreatif menuju society 5.0, masyarakat dituntut kreatif, inovatif agar mampu bertahan bukan hanya saat ini, tapi juga di masa yang akan datang. Kreatifitas ini yang kemudian diadopsi menjadi titik penting dalam pengembangan kurikulum. Peran kritis dan evaluatif, perubahan zaman menuntut kita agar cepat tanggap, adaptif mengelola satu hal. Satu yang terbaik akan bertahan, sementara yang biasa saja akan tergeser. Jika kita mampu bertahan, maka kita akan cemerlang.
Kurikulum sudah dirancang sedemikian rupa. Unnes dalam satu tahun harus mengadopsi kurikulum MBKM. Kurikulum tersebut menyiapkan mahasiswa dalam menghadapi perubahan jaman, memberi ruang kepada mahasiswa siap dengan tantangan jaman, kebutuhan dunia kerja, mahasiswa belajar banyak, memperoleh hal yang luas di luar prodi/universitas, dan mendorong mahasiswa, menumbuhkan rasa peduli yang tinggi dengan beberapa muatan kurikulum di luar kampus.
Kurikulum tersebut sudah dirancang sedemikian rupa, tapi persoalan yang perlu dihadapi: Sepertinya masing-masing individu masih harus memperbaiki diri, melakukan refleksi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi digital, bukan hanya untuk generasi milenial, tapi juga kita yang lebih tua. Rrendahnya kinerja nalar, memotret satu fenomena dari satu sudut pandang saja. Saat ini, muncul beberapa kebiasaan baru, citra baru, pola berpikir baru yang tidak lebas dari citra diri, popularitas dan kehidupan milenial yang mengabaikan smart thingking.
Fenomena tersebut merupaka ancaman. Self; generasi milenial ikuti trend; menjadi diri sendiri, merasa bebas dalam makna negative yang menyebabkan tumbuhnya ideologi kebebasan mutlak. Gaya hidup hedonism, dari hal yang dipertontonkan publik figur. Narsisme semu, panggung depan dan belakang yang berbeda, bahkan kepedulianpun semu. Nilai moral, etika dan kepatutan yang tidak menjadi batas ukuran saat berselancar pada media digital. Kita sekarang mengenal pekerjaan baru, seperti buzer dan pekerjaan lain yang menunjukkan bagaimana publik figur mempertontonkannya.
Dibagian ahir, Dr Sos Puji Lestari mengingatkan pentingnya karakter peduli, peduli pada diri sendiri, peduli pada orang lain, peduli kondisi masyarakat lokal dan global, dan peduli pada lingkungan. Fakultas Ilmu sosial menjadi fakultas kebanggan Unnes yang memiliki karakter peduli sebagai brandingnya. Jalan keluarnya adalah nasionalisme yang tinggi untuk generasi Z dan generasi milenial, kita harus peka dan responsif, adaptif, dan harus lebih peduli.