Semarang, FIS UNNES, 2021. Indonesia adalah rumah besar bangsa yang dihuni oleh berbagai suku etnik, agama, dan seterusnya. Ini Indonesia, rumah besar yang didirikan oleh pendahulu kita, tidak gratisan, tapi dengan perjuangan yang sangat luar biasa, mengorbankan harta benda bahkan nyawa yang tak terhitung. Inilah rumah besar itu yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar 1945. Ini yang harus kita pahami bersama.
Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Budiyanto, SH, M. Hum, Ketua DPP Ikatan alumni (IKA) Universitas Negeri Semarang dalam Webinar Pendidikan Karakter PEDULI yang dilaksanakan oleh Bidang Kemahasiswaan FIS UNNES, Sabtu, 17 April 2021.
Budiyanto mengingatkan, jangan sampai kita lupa, kita hidup berkeluarga, berbangsa bernegara karena tugas kita dalam berkeluarga, berbangsa dan bernegara adalah menjaga kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Kesadaran itu sudah dimiliki dan sudah dipahami oleh pendiri bangsa, bahwa negara ini didirikan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejateraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa (yang sekarang dilakukan para dosen dan guru) kemudian melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan keadilan sosial, dan seterusnya. Ini tugas kita sebagai anak bangsa.
Kita harus bersyukur karena dilahirkan pada saat Indonesia sudah merdeka sudah di dalam kebahagiaan, tidak pernah mengalami masa ‘rekoso”, itu harus disyukuri. Tetapi “rekosonya adik-adik mahasiswa adalah bagaimana menghadapi tantangan saat ini yang kita kenal dengan beragam era seperti globalisasi, yang menyebabkan perubahan yang bisa merusak kehidupan moral dan etika, dimana orang sudah berpikir praktis pragmatis, sehingga banyak yang melanggar kehidupan dan melupakan balasannya.
“Kalau kita bicara tentang karakter bangsa, maka program awal Bung karno memimpin republik kita adalah membangun karakter. Orang Ambon, Sunda, Jawa, Papua, Dayak itu tidak sama karakternya, tutur katanya, nada bicaranya, sikapnya, mungkin sampai perilakunya. Nah ini oleh Bung Karno dikembalikan kepada dasar Pancasila yang menghargai perbedaan. Kita perlu melihat dan mengimplementasikan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berkeluarga, berbangsa dan bernegara.
Tidak sulit mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari karena Pancasila digali dari perilaku, dari jiwa bangsa, budaya bangsa, sehingga kita tidak perlu mengamalkan pancasila dengan pedoman-pedoman yang dalam sejarahnya mengalami peribaahan, karena sudah diatur dalam sila-sila itu.
Harapan pembangunan karakter bangsa adalah masyarakat Pancasila yang menenuhi nilai-nilai Pancasila tersebut, ya berTuhan, berkemanusiaan, bersatu, berkerakyatan, adil. Jangan sampai kita tidak sadar bahwa Pancasila senantiasa berperang melawan trans ideologi global. Sebagai akibatnya, tentunya Pancasila sudah mendapat pengaruh dari ideologi global, tapi jangan sampai larut atau berubah nama, bahkan berupah perilaku. Kita harus kembali kepada jati diri kita sebagai bangsa yang beridelogi Pancasila. Kapanpun dan di manapun kita harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. Jika ada perilaku yang tidak sesuai, mari kita kembalikan kepada nilai-nilai Pancasila. Inilah karakter mahasiswa, karakter Pancasila.
Budiyanto memahami, setiap generasi punya tugas yang berbeda-beda, tapi sama misinya untuk menjaga kelangsungan hidup bangsa dalam rangka mencapai cita-citanya.
“Jaman saya mahasiswa, jaman bu Puji Mahasiswa, dan jaman mas Andi mahasiswa pasti berbeda, baik dosennya, maupun kurikulumnya, tapi bukan berarti tidak ada hubungan. Kita ini terhubung oleh FIS tercinta, ibu kandung yang melahirkan kita hingga kita dapat melaksanakan kewajiban kita dalam berbangsa dan bernegara”.
Budiyanto menceritakan pengalaman masa perkuliahan di IKIP Semarang dengan segala suka-dukanya, termasuk mensiasati agar masa depannya dapat diraih, diantaranya dengan mengintegrasikan antara kegiatan akademik dengan kegiatan non akademik sebagai aktivis untuk menambah bekal keterampilan dalam memimpin dan mengelola organisasi, behubungan dengan sesama sebagai aktivis murni.
Menurut pengalamannya, selain aktivis murni, ada juga kelompok mahasiswa aktivis politis dan aktivis kompensasi, dimana masing-masing mempunyai karakter sendiri-sendiri, tetapi ada 3 hal yang harus dijadikan pedoman mahasiswa, yaitu lulus tepat waktu, IP tinggi, dan aktif di kemahasiswaan karena akanmenjadi bekal luar biasa untuk masa depan.
Menurut Budiyanto, karakter Mahasiswa Era Society 5.0 adalah mahasiswa yang mempunyai ciri pembelajar yang mandiri, pembelajar yang adaptif, pembelajar yang kreatif, peka teknologi, kecakapan problem solving, kecakapan softskills, kecakapan multidisiplin, dan kecakapan bahasa. Untuk mewujudkan karaktersebut, diperlukan pendidikan karakter, karena Pendidikan karakter mempunyai fungsi mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik, kemudian memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur, dan tentunya meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa. Proses pengembangan nilai-nilai karakter tersebut bisa dikembangkan melalui pembelajaran (mata kuliah), dan juga ekstrakurikuler misalnya BEM, HIMA, BSO, dan organisasi kemahasiswaan lain.
Webinar Pendidikan Karakter PEDULI dilaksanakan oleh Bidang Kemahasiswaan FIS UNNES dengan menghadirkan dua pakar, yaitu Dr. Budiyanto, SH, M, Hum, Ketua Ikatan Alumni UNNES yang menyampaikan paparannya tentang “Mahasiswa Berkarakter Peduli dan Berdaya Saing di era Society 5.0” dan Dr. Sos Puji Lestari, M. Si, pakar politik Universitas Negeri Semarang yang memaparkan tentang “Menjadi Insan Milenial yang Cerdas dan Peduli”. Hadir dalam webinar tersebut adalah wakil dekan, pendamping kemahasiswaan, dan dosen-dosen di lingkungan FIS UNNES dan para mahasiswa dilingkungan UNNES. Sebagai moderator adalah Andy Suryadi, S. Pd, M. Pd, dosen Jurusan sejarah.
Dr. Moh Solehatul Mustofa, MA, Dekan FIS UNNES dalam sambutannya menyampaikan bahwa mahasiswa dengan dosen dan tenaga akademik ibaratnya seperti dua sayap dari burung yang sama. Keduanya perlu bersinergi, tidak boleh salah satunya terluka apalagi patah. Jika salah satunya terluka apalagi patah, maka burung tersebut tidak akan sanggup terbang tinggi. Oleh karena itu, dalam rangka sinergi bersama ini diantaranya dilakukan kegiatan webinar terkait pembenahan karakter peduli. Kegiatan webinar ini sekaligus sebagai wujud layanan prima kepada mahasiswa.