Jadi Ikon Budaya UNNES, Selasa Legen Perlu Jangkau Publik Lebih Luas

Universitas Negeri Semarang > Faculty of Languages and Arts > Kabar Kampus > Jadi Ikon Budaya UNNES, Selasa Legen Perlu Jangkau Publik Lebih Luas

Penyelenggaraan Sarasehan Selasa Legen telah menjadi ikon budaya Universitas Negeri Semarang. Namun demikian, sarasehan yang pada 2024 telah terselenggara ke-105 ini diharapkan mampu menjangkau publik yang lebih luas dan memberikan daya dukung terhadap kemajuan lembaga.

Dekan Fakultas Bahasa dan Seni UNNES, Prof Dr Tommi Yuniawan, mengatakan Selasa Legen menjadi ikon dan daya tarik tersendiri bagi kampus yang telah berkomitmen untuk merawat dan mengembangkan konservasi dan nilai-nilai budaya ini. Menurut Tommi, hal itu perlu dilanjutkan. “Tentu saja dalam kepentingannya dengan lembaga, kami mendorong agar Selasa Legen menjadi milik dan kebanggaan semua warga kampus. Forum ini menjadi ajang untuk menempa mahasiswa berorganisasi dan ngangsu kaweruh, mengundang para pakar dan pemerhati budaya dari luar kampus, sehingga sangat dinantikan,” ujar Tommi dalam Sarasehan Selasa Legen ke-105 di Kampung Budaya UNNES, Senin (29 Januari 2024) malam.

Tommi menuturkan, ke depan, Selasa Legen perlu diproyeksikan untuk menjangkau masyarakat luas. Sebab, ini bagian dari upaya untuk menyiarkan bahwa UNNES turut serta merawat dan mengembangkan budaya khas Indonesia. Ia mengatakan, tidak menutup kemungkinan, narasumber dari berbagai belahan dunia bisa menjadi pembicara secara daring. “Ada begitu banyak Indonesianis dan akademikus di mancanegara yang meneliti tentang Jawa dan Indonesia. Kita perlu melibatkan mereka sekaligus menjajaki kemungkinan-kemungkinan kerja sama dan riset,” kata Tommi.

Selasa Legen adalah sarasehan budaya yang diselenggarakan sejak medio 2008 dan diprakarsai oleh dosen Prodi Pendidikan Seni Musik FBS UNNES, Dr Widodo MSn. Sarasehan ini bertepatan dengan weton (hari lahir dalam penanggalan Jawa) UNNES. Menurut Widodo, pada mulanya, Selasa Legen diadakan di Gazebo B3 secara swaragat. Hingga kini, sarasehan ini konsisten menghadirkan para pakar, praktisi, maupun budayawan sebagai narasumber. Namun demikian, sarasehan ini terhenti sejak 2020 karena pandemi Covid-19.

“Selasa Legen sebenanrnya tidak hanya eksklusif membahas budaya Jawa, namun juga budaya Indonesia pada umumnya. Beragam narasumber telah kami hadirkan dari berbagai latar belakang budaya,” ujar Widodo seraya menambahkan bahwa audiens sarasehan ini pun beragam, baik dari kalangan mahasiswa, dosen, maupun umum. “Acara selalu terbuka untuk umum. Ke depan perlu disiarkan melalui Youtube untuk menjangkau lebih banyak pemirsa, bahkan bisa diikuti dari mana pun,” katanya.

Widodo menyebut bahwa sarasehan ini telah menginspirasi sejumlah pihak untuk menyelenggarakan acara serupa. Untuk itu, sarasehan yang bakal diselenggarakan kembali setelah terhenti sejak pandemi ini diharapkan menjadi oase bagi publik untuk bersama belajar dan memaknai kembali nilai-nilai kebudayaan khas yang relevan dalam menghadapi gempuran globalisasi.

Penyelenggaraan Selasa Legen ke-105 dimeriahkan dengan sajian gending-gending karawitan Jawa, macapatan, pembacaan geguritan, dan tari. Selain dihadiri sejumlah dosen dan mahasiswa, hadir pula praktisi dan mitra.(DZ/*)

Related Posts

Leave a Reply

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas:

GDPR

  • Privacy Policy

Privacy Policy