Universitas Negeri Semarang (UNNES) bekerja sama dengan sejumlah pihak menyelenggarakan Perayaan Hari Gamelan Dunia di Auditorium UNNES, Minggu (15 Desember 2024). Perayaan yang ketiga sejak gamelan ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada 2021 ini diisi dengan penampilan puluhan kelompok yang secara bergiliran menampilkan beragam gaya karawitan dari berbagai daerah di Jawa Tengah, sejak pukul 09.00 hingga 22.00 WIB.
Dalam sesi sarasehan, Dr Widodo Brotosejati, dosen Fakultas Bahasa dan Seni UNNES, menyoroti kekayaan gaya karawitan Jawa Tengah yang mencerminkan identitas lokal masing-masing daerah. “Kabupaten Sragen, misalnya, memiliki gaya sragenan yang berciri khas musikalnya ‘gayeng’. Sementara itu, wilayah pesisir utara barat dikenal dengan gaya Tegalan, pesisir utara timur dengan gaya Rembang, dan wilayah selatan memiliki gaya Kedu dan Banyumasan,” paparnya.
Widodo menegaskan bahwa setiap gaya membawa nilai-nilai yang mencerminkan spirit dan konteks masyarakat pendukungnya. Sarasehan dimoderatori oleh Dr Dhoni Zustiyantoro, dosen Prodi Sastra Jawa FBS UNNES. Acara ini juga disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube UNNES TV.
Dr Bambang Sulanjari, dosen Universitas PGRI Semarang sekaligus pengurus Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Jawa Tengah, menggarisbawahi peran penting karawitan dalam pendidikan seni. “Karawitan tidak hanya mengajarkan keterampilan berkesenian, tetapi juga nilai-nilai seperti kesetaraan, gotong royong, kerja sama, dan saling menghargai,” ujarnya.
Dalam konteks lokal, Sarosa, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, menekankan keberadaan komunitas gamelan yang terus berkembang di Semarang. “Kami terus melakukan pendataan dan pendampingan terhadap komunitas gamelan. Gaya khas karawitan Semarangan tetap eksis dan diakui hingga sekarang. Bahkan, Taman Budaya Raden Saleh bisa digunakan siapa saja yang ingin berlatih gamelan,” tuturnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Dr Uswatun Hasanah, memberikan apresiasi atas penyelenggaraan Hari Gamelan Dunia ini. “Regenerasi pencinta seni harus dilakukan secara sistematis. Salah satu cara yang kami dorong adalah melibatkan anak-anak usia SD hingga SMA melalui berbagai kegiatan dan lomba,” jelasnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni UNNES, Prof Dr Tommi Yuniawan, menyampaikan komitmen UNNES dalam mendukung pengembangan kebudayaan. “Sebagai universitas konservasi, UNNES terus menjadi motor penggerak budaya. Kami memiliki banyak sumber daya manusia yang mumpuni dan berperan aktif dalam pelestarian budaya, termasuk gamelan,” katanya.
Hari Gamelan Dunia ketiga ini tidak hanya menjadi momentum refleksi akan kekayaan seni tradisi, tetapi juga langkah nyata untuk melibatkan masyarakat dalam melestarikan warisan budaya nusantara. Jawa Tengah, dengan keberagamannya, kembali menegaskan diri sebagai salah satu pusat kebudayaan gamelan di Indonesia.