Universitas Negeri Semarang (UNNES) menggelar Sarasehan Selasa Legen ke-109 bertajuk “Nilai Ekonomi Seni dan Budaya Jawa,” yang berlangsung pada Senin (26 Agustus 2024), dengan tujuan menggali lebih dalam potensi ekonomi dari seni dan budaya Jawa. Acara yang dipandu oleh Achiar M Permana, redaktur Tribun Jateng ini menghadirkan Prof. Dr. Sucihatiningsih Dian Wisika, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UNNES, dan Maston, pendiri Teater Lingkar, sebagai narasumber utama.
Dalam paparannya, Prof. Suci menjelaskan bahwa seni dan budaya Jawa memiliki potensi ekonomi yang besar, namun sayangnya belum sepenuhnya dioptimalkan. Seni dan budaya, seperti batik, wayang kulit, tari tradisional, dan kerajinan tangan, tidak hanya memiliki nilai estetika tetapi juga bisa menjadi komoditas ekonomi yang mampu menembus pasar internasional. “Potensi ini bisa diwujudkan jika dikombinasikan dengan inovasi, digitalisasi, dan dukungan dari berbagai pihak,” jelas Prof. Suci.
Namun, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi dalam upaya mengangkat ekonomi berbasis seni dan budaya ini. Kurangnya inovasi, terbatasnya akses pasar, serta minimnya dukungan finansial dan pemerintah menjadi kendala yang sering dihadapi oleh para pelaku seni. Selain itu, kurangnya regenerasi dan pendidikan seni juga menghambat pertumbuhan ekonomi seni tradisional. Untuk mengatasi hal tersebut, Prof. Suci mendorong pelaku seni untuk lebih berinovasi, terutama dalam memanfaatkan teknologi digital dan memperkuat kolaborasi internasional.
Maston, seorang seniman dan praktisi teater, menekankan pentingnya menciptakan karya seni yang menarik dan relevan bagi generasi muda. Menurutnya, inovasi dalam bentuk perpaduan antara seni tradisional dan elemen modern dapat membantu menarik minat generasi muda dan membuka peluang baru dalam industri kreatif.
Peserta diskusi yang hadir, mulai dari mahasiswa hingga pengusaha, turut memberikan pandangan dan saran terkait strategi pemasaran seni dan budaya Jawa. Salah seorang peserta mengusulkan pengembangan seni Jawa ke dalam platform digital, seperti video game, yang dianggap lebih menarik bagi generasi Z.
Acara ini diakhiri dengan pesan kuat dari para narasumber dan peserta untuk terus mengembangkan potensi seni dan budaya Jawa secara kreatif, agar dapat mendukung perekonomian lokal sekaligus melestarikan warisan budaya. “Seni dan budaya Jawa harus dijual secara strategis agar dapat bersaing di tingkat nasional dan internasional,” tegas Prof. Suci.
Diskusi ini diharapkan menjadi langkah awal dalam menciptakan ekosistem ekonomi berbasis seni yang berkelanjutan, sekaligus memperkuat identitas budaya Jawa di era globalisasi.