Dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang, Tommi Yuniawan, dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Ekolinguistik, di Auditorium Prof Wuryanto, Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, Rabu (7 Februari 2024). Dalam pengukuhannya, Tommi menyampaikan orasi ilmiah dengan judul “Ekolinguistik, Ikhtiar Memayu Hayuning Bumi, Membangun Kecemerlangan Ekoliterasi Berwawasan Konservasi”.
Dalam orasinya, Prof Dr Tommi menyatakan ekoliterasi yang telah menjadi disiplin ilmu yang ia geluti beberapa tahun terakhir ini berangkat dari fenomena bahwa masyarakat dunia saat ini menghadapi berbagai permasalahan lingkungan, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan dan kebakaran hutan yang menimbulkan kerugian material maupun non-material. Masalah lingkungan yang dihadapi membuat isu lingkungan menjadi isu penting. Kerusakan lingkungan pun berpengaruh pula pada perubahan sosial di masyarakat.
Sebagai upaya mengurai berbagai persoalan tersebut, diperlukan kajian akademis yang bersifat multidisipliner, seperti sosiologi, antropologi, dan ilmu alam. “Hal itu diperlukan karena krisis dan permasalahan ekologi berkaitan dengan krisis sosial dan kebudayaan, tidak terkecuali kajian ekolinguistik,” ujar Tommi, yang juga menjabat Dekan FBS UNNES.
Tommi dikukuhkan bersama dengan lima profesor lainnya, yaitu Prof Dr Ali Masyhar (Fakultas Hukum), Prof Dr Djoko Adi Widodo (Fakultas Teknik), Prof Dr Edy Purwanto (Fakultas Psikologi dan Pendidikan), Prof Dr Widiyanto (Fakultas Ekonomi), dan Prof Dr Widya Hary Cahyati (Fakultas Kedokteran).
Seremoni pengukuhan ini dimeriahkan dengan penampilan tari Paramanugraha karya dosen Prodi Pendidikan Seni Tari FBS, Dr Eny Kusumastuti. Penata iringan adalah Ki Sugiyanto SSn MSn dengan para penabuh gamelan dari Sekar Domas pimpinan Ki Dr Widodo Brotosejati. Beksan Paramanugraha merupakan simbolisasi kerja keras dan dedikasi akademikus yang dilandasi nilai religi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab tri darma perguruan tinggi hingga meraih jabatan profesor—suatu jabatan tertinggi dalam dunia akademik.
Menurut Tommi yang menamatkan studi sarjana di IKIP Semarang (kini UNNES) pada 1998 ini, ekoliterasi menjadi kunci untuk mempersiapkan masyarakat dengan pengetahuan, keahlian, nilai dan sikap peduli lingkungan sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah lingkungan. Ekoliterasi memiliki peran penting karena masalah lingkungan hidup tidak dapat diatasi hanya melalui reposisi hubungan manusia dengan lingkungan alamnya, tetapi juga harus melalui reorientasi nilai, etika dan norma-norma kehidupan yang kemudian tersimpul dalam tindakan kolektif, serta restrukturisasi hubungan sosial antarindividu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, dan antara kelompok dengan organisasi yang lebih besar.
Pada titik ini, menurut pria kelahiran Brebes 17 Juni 1975 ini, dunia pendidikan dituntut mampu mengembangkan perspektif yang relevan. Pertama, dunia pendidikan harus membangun pengertian bahwa kerusakan ekologi merupakan dampak buruk dari ulah manusia memperebutkan sumber-sumber daya. Kedua, dunia pendidikan memahami kerusakan ekologi sebagai realitas buruk yang meminta korban manusia.
“Dua hal ini penting dimengerti oleh dunia pendidikan sebagai kondisi yang menunjukkan hubungan saling memengaruhi dan saling bergantung antara manusia dengan lingkungannya,” ujar pria yang menamatkan studi magister di FIB Universitas Gadjah Mada pada 2002 dan doktor Ilmu Pendidikan Bahasa UNNES pada 2018 ini.(DZ/*)