Dalam kurun 5 tahun kondisi mahasiswa dapat saja mengalami perubahan baik secara psikologis, cara belajar, maupun lingkungannya. Sekarang, pada dekade ke dua abad ke-21, pendidikan tinggi memasuki tahap yang mendesak dan menantang untuk menghadapi inovasi digital yang sangat pesat dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat hampir di semua usia, terlebih mahasiswa. Keberlanjutan program pendidikan yang dirancang sering lambat dalam merespon tantangan (Desha dan Hargroves, 2014). Ketersediaan sumber belajar cetak maupun elektronik yang mudah diakses mahasiswa di satu sisi menjadikan derasnya infomasi ilmiah yang dapat memperkaya materi perkuliahan. Tetapi jika tidak diarahkan dengan benar, mahasiswa akan lebih banyak mengakses laman-laman yang bersifat hiburan dan kenyataannya itulah yang menjadi gaya hidup sekarang. Perangkat gawai (gadget) seperti lap top, smart phone, i-phone, i-pad, tablet yang terjangkau oleh daya beli masyarakat dan mudah dibawa ke mana saja disertai tersedianya akses internet memudahkan pengguna menikmati berbagai layanan terutama media sosial maupun game on line. Waktu belajar menjadi berkurang oleh kesenangan menggunakan fasilitas smart phone atau perangkat elektronik lain yang menyita waktu.
Berdasar kondisi masyarakat dan perkembangan teknologi, kelas konvensional di perguruan tinggi sudah harus ditinggalkan. Kelas dengan dosen yang aktif memberikan materi dengan mahasiswa jumlah besar mendengarkan dan membuat catatan di tangannya tidak lagi menarik, kecuali dosen sangat menguasai materi dan menguasai kelas. Sebaliknya proses pembelajaran di perguruan tinggi harus terus ditigkatkan dengan pendekatan pembelajaran berpusat pada mahasiswa. Kesempatan untuk menggali informasi dari berbagai sumber, berkreasi, berekspresi terhadap suatu materi pembelajaran diberikan kepada mahasiswa tetapi tetap harus dijaga agar materi perkuliahan yang direncaakan tetap tersampaikan.
Penyelenggaraan pendidikan yang utama adalah proses belajar mengajar atau disebut proses pembelajaran. Banyak faktor yang menentukan kualitas proses pembelajaran antara lain kurikulum, dosen, mahasiswa, tenaga dan sarana pendukung belajar. Pembelajaran berkualitas harus memenuhi standar pendidikan. Standar Nasional Pendidikan menurut SN-Dikti terdiri atas: (1) standar kompetensi lulusan; (2) standar isi pembelajaran; (3) standar proses pembelajaran; (4) standar penilaian pembelajaran; (5) standar dosen dan tenaga kependidikan; (6) standar sarana dan prasarana pembelajaran; (7) standar pengelolaan pembelajaran; dan (8) standar pembiayaan pembelajaran. Pengembangan, penyelenggaraan, dan evaluasi kurikulum di perguruan tinggi mengacu pada ke delapan standar tersebut.
Setiap perguruan tinggi menetapkan standar pendidikan yang minimal sama dengan SN-Dikti (Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Permenristekdikti No. 44 Tahun 2015). Konsekuensi dari akreditasi unggul yang dicapai oleh UNNES pada tahun 2017, harus diikuti dengan keunggulan dalam penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Penyelenggaraan pendidikan unggul disamping memenuhi SN-Dikti juga harus ditunjukkan keunggulan dan kekhasan UNNES sebagai wujud pencapaian visi berwawasan koservasi dan bereputasi internasional. Tulisan ini membahas suatu alternatif pemikiran bagaimana mengembangkan pembelajaran berwawasan konservasi yang masih banyak dipertanyakan pengampu matakuliah di UNNES.
Implementasi wawasan konservasi dalam kurikulum di UNNES diawali dengan matakuliah Pendidikan Konservasi untuk semua mahasiswa baru mulai angkatan tahun 2015/2016 di semester 1. Matakuliah ini menanamkan dan mengembangkan sikap peduli terhadap konservasi sumberdaya alam, lingkungan fisik, seni, sosial budaya, dan nilai-nilai luhur yang ada di masyarakat. Perkuliahan tidak lagi konvensional tetapi berupaya memusatkan aktivitas pada mahasiswa untuk kreatif dalam mengekspresikan sikap pedui pada lingkungan fisik, senam konservasi, tari konservasi, dan berbagai tema menarik dalam suatu simulasi.
Bagaimana implementasi wawasan konservasi pada matakuliah yang lain? Penyelenggaraan pendidikan diawali dengan penyusunan dan pengembangan kurikulum, penyusunan RPS (Rencana Pembelajaran Semester) dan bahan ajar, pelaksanaan perkuliahan yang berpusat pada mahasiswa, dan evaluasi hasil belajar. Semua proses diikuti dengan monitoring dan evaluasi untuk menjamin ketercapaian standar mutu yang ditetapkan. Dalam dokumen kurikulum, wawasan konservasi harus dituangkan dalam rumusan capaian pembelajaran sikap, pengetahuan, dan keterampilan untuk membentuk profil lulusan yang ditetapkan oleh program studi. Lebih operasional wawasan konservasi dituliskan dalam RPS. Dosen menyusun RPS yang memuat deskripsi matakuliah, capaian pembelajaran lulusan, capaian pembelajaran matakuliah, tujuan yang diharapkan setiap tahap/pertemuan beserta indikator ketercapaiannya, bahan kajian/materi pekuliahan, metode yag diterapkan, alokasi waktu, dan bobot penilaiannya. Alokasi waktu 1 sks untuk perkuliahan di kelas terdiri atas 50 menit tatap muka, 60 menit tugas mandiri, dan 60 menit tugas terstruktur, sedang untuk perkuliahan di laboratorium atau lapangan setiap sks 170 menit. Tugas-tugas yang diberikan kepada mahasiswa dan penilaianya dituangkan dalam RPS juga. Tidak harus semua tahapan perkuliahan dimuati wawasan konservasi, agar tidak terkesan dipaksakan. Dipilih materi dan waktu pertemuan yang tepat. Untuk beberapa matakuliah barangkali mengalami kesulitan dalam megimplementasikan wawasan konservasi, karena itulah RPS sebaiknya disusun oleh tim matakuliah dan didiskusikan dalam Kelompok Bidang Keahlian (KBK) masing masing yang ada di dalam Prodi.
Nilai-nilai konservasi yang dikembangkan di UNNES adalah inspriratif, humanis, peduli, inovatif, kreatif, sportif, jujur, dan adil. Masing masing unit memberi penguatan terhadap salah satu nilai. FMIPA mengembangkan nilai inovatif. Setiap mahasiswa diharapkan mampu menghasilkan produk inovatif sederhana sesuai kemampuan yang dimiliki. Misalnya, mahasiswa merancang, membuat, dan mempresentasikan suatu alat peraga model atom Bohr dari bahan limbah rumah tangga, dapat menjadi salah satu bentuk satu tahap perkuliahan Kimia Dasar atau Media Pembelajaran. Proses berinovasi yang terus diberikan sebagai pengalaman belajar yang bermakna di setiap matakuliah akan menjadi nilai inovatif yang tumbuh dalam diri mahasiswa.
Setiap program studi mengembangkan model/metode pembelajaran yang khas dan unggul. Di Jurusan Biologi FMIPA sudah dikenal model pembelajaran JAS (jelajah alam sekitar) yang memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar di luar kelas, mengenali dan mengkaji flora dan fauna di sekitarnya sebagai bahan ajarnya menjadikan pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Tidak mau ketinggalan, jurusan kimia mengembangkan chemoentrepeneurship, pembelajaran kewirausahaan berbasis kimia. Mahasiswa belajar membuat produk kimia berdasar konsep dan teori yang dipelajari. Dalam perkuliahan kimia dapat diinternalisasikan sikap peduli terhadap pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan dengan mengenalkan proses produksi pengolahan bahan alam yang menerapkan prinsip green chemistry. Misal, sintesis feromon derivat eugenol dengan bahan baku minyak cengkeh. Feromon yang dihasilkan dapat digunakan untuk menjebak lalat buah yang sering mengganggu tanaman buah hingga produktivitas atau hasil panennya menurun, bahkan gagal panen. Kajian materi ini disertai data hasil eksperimen dapat memotivasi mahasiswa dan memberikan kesadaran akan potensi sumberdaya alam Indonesia. Jurusan Matematika berinovasi dengan pembuatan alat peraga dengan berbagai bahan yang tersedia di lingkungan dalam matakuiah workshop alat peraga, bahkan sudah berkembang menjadi produk siap jual. Tersedianya alat alat portable canggih bisa menambah pengalaman mahasiswa mengenali lingkungan dan potensinya, seperti dilakukan pada matakuliah Fisika Bumi di Jurusan Fisika. Tentu masih banyak contoh sesuai kekhasan di setiap matakuliah yang diampu dosen.
Implementasi wawasan konservasi dalam pembelajaran tidak mudah, tetapi harus bisa dilakukan. Dosen memerlukan diskusi dan kerja bersama kolega dalam suatu tim matakuliah sejenis, kelompok bidang keahlian (KBK) dapat menjadi alternatif. KBK merupakan wadah bagi dosen dalam bidang keahlian yang sama. Bidang keahlian yang dimaksud ditetapkan oleh program studi/jurusan dalam forum jurusan untuk memberi ruang diskusi utamanya pengembangan matakuliah dan tema skripsi/tugas akhir. Idealnya pada kelompok ini mengembangkan bahan kajian dan menetapkan matakuliah, bahan ajar, dan merancang evaluasi bersama, juga mengembangkan peta jalan penelitian yang dapat dijadikan acuan dosen atau mahasiswa dalam memilih tema penelitiannya. Hasil hasil penelitian dosen dan mahasiswa dapat menjadi bahan diskusi baik di KBK maupun dalam perkuliahan.
Prof. Dr. Edy Cahyono, M.Si.
Wakil Dekan Bidang Akademik
FMIPA UNNES