Pendahuluan
Era globalisasi abad 21 menjadi titik tolak bagi kehidupan bangsa Indonesia untuk dapat memenangkan persaingan bebas diantara bangsa-bangsa di dunia, untuk itu dunia pendidikan harus membangun karakter bangsa yang mandiri. Membangun keterampilan berpikir manusia Indonesia mempunyai posisi yang sangat strategis untuk membangun karakter bangsa (Liliasari, 2005), termasuk di dalamnya membangun multiple intelligence (Kecerdasan Inter-Intrapersonal) yang menguatkan karakter budaya Jawa (Wardani, 2013).Dahar (1996) mengemukakan bahwa belajar lebih mudah dipahami apabila dimulai dengan sesuatu yang sudah diketahui atau dikenal termasuk budayanya. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran selain perlu memperhatikan pengetahuan awal peserta didik, juga perlu diperhatikan latar belakang budayanya. Hal ini sejalan juga dinyatakan Baker (1995) dan Suastra (2005) yang menemukan bahwa pembelajaran sains akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik apabila guru memperhatikan budayanya.
Temuan Wardani selanjutnya, bahwa budaya kerja orang Jawa seperti nastiti, ngati-ati, gotong royong, ojo dumeh, rukun agawe santosa serta sabar dan tekun yang terinternalisasi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari, akan mampu menumbuhkan kecerdasan inter-intrapersonal. Sebagai contoh, budaya Jawa ngati-ati akan mampu mengelola diri sendiri sehingga kecerdasan intrapersonal menjadi meningkat. Budaya Jawa lain seperti gotong royong, akan mampu meningkatkan interpersonal karena melatih bekerja sama dengan orang lain. Di era globalisasi ini kecerdasan interpersonal diperlukan untuk melatih bekerja sama (kolaborasi), namun juga harus kuat kecerdasan intrapersonalnya terutama untuk menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks dan sulit. Kedua hal tersebut dapat dirancang dan dilatihkan melalui proses pembelajaran terutama pembelajaran praktikum.
Salah satu model pembelajaran yang bersifat konstruktivis adalah model pembelajaran inkuiri. Melalui model praktikum berbasis aktivitas inkuiri laboratorium, dengan tahap identifikasi informasi, mengelaborasi informasi, diskusi untuk mengembangkan dan mengevaluasi prosedur, menyusun konsep baru, dan membuat laporan diharapkan penguasaan konsepnya meningkat, menumbuhkan kecerdasan inter-intrapersonal yang menguatkan karakter budaya Jawa. Proses ini sangat menentukan dalam membangun kepribadian dan budaya bangsa, yang dapat mempolakan tindakan setiap manusia Indonesia, oleh sebab itu pembelajaran sains perlu dioptimalkan model belajarnya untuk mencapai maksud tersebut (Liliasari,2005; wardani 2013). Pembelajaran dengan model aktivitas inkuiri laboratorium dapat dioptimalkan pada pandemi dengan bantuan flipped classroom. Flipped classroom merupakan model belajar yang pada awal sebelum masuk klas peserta didik diminta mempelajari cara analisis suatu materi melalui video kemudian menyusun rancangan kerjanya/pre class, sedangkan kegiatan belajar mengajar melalui google meet/ in class berupa presentasi rancangan percobaan dan menganalisis data percobaan dari dosen, berdiskusi tentang materi atau masalah yang belum dipahami saat belajar mandiri/ out class (Utami, 2017). Inovasi ini menjadi sangat penting berkaitan dengan kondisi dunia saat ini dalam menghadapi pandemi covid-19 termasuk negara Indonesia.
Pandemi Covid-19 yang saat ini masih terus berlangsung memberikan perubahan pada berbagai aspek kehidupan. Jumlah terpapar Covid-19 diIndonesia, per 24 Januari 2021, mencapai 989.262 meningkat 11.788 (Satuan Tugas Penanganan Covid-19, 2021). Sementara itu, di Daerah Jawa Tengah yang terpapar Covid-19 telah mencapai 11.151, dengan kasus sembuh 113.622, meninggal 8.304 (Satuan Tanggap COVID-19 Provinsi Jawa Tengah, 2021). Peningkatan jumlah yang terpapar Covid-19 ini menjadi perhatian untuk semua pihak termasuk berbagai kementerian, termasuk kementrian dan kebudayaan Indonesia. Surat edaran kemendikbud No.15/2020 yang dikeluarkan merupakan peringatan untuk meminimalisir penyebaran virus ini dengan cara menghindari kontak langsung dengan orang yang terkonfirmasi Covid-19.
Dampak yang ditimbulkan dari pandemi ini telah mengubah berbagai aspek kehidupan manusia. Menurut Lee, (2020) setiap negara memiliki kebijakan penanganan wabah covid-19 yang berbeda-beda. Berbagai kebijakan telah diberikan oleh pemerintah termasuk protokol kesehatan. Hal tersebut untuk mengurangi meningkatnya penyebaran virus covid-19 dengan diberlakukannya social distancing, physical distancing hingga pemberlakuan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) yang masih berlaku sampai detik ini di beberapa daerah khususnya Semarang. Surat Edaran Kemendikbud No.3/2020 yang dikeluarkan untuk memutuskan rantai penyebaran virus covid-19 berdampak pada berbagai bidang diseluruh dunia khususnya pada bidang pendidikan.
Surat Edaran Kemendikbud No.36962/MPK.A/HK/2020 yang dikeluarkan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan masyarakat menjadi prioritas dalam menetapkan pembelajaran. Pandemi covid-19 mengharuskan pengujian pendidikan jarak jauh, hal ini belum pernah dilakukan secara serentak sebelumnya. Berbagai sekolah yang berada di zona merah, orange, dan kuning tidak lagi diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka (SE Kemendikbud No.4/2020). Menurut Kusuma & Hamidah., (2020) mengingat pada masa pandemi, waktu, lokasi dan jarak menjadi masalah yang besar pada saat ini. Pembelajaran jarak jauh menjadi solusi untuk megatasi kesulitan dalam pembelajaran secara tatap muka. Pembelajaran kimia awalnya dilakukan dengan metode tatap muka (face-to-face) sepenuhnya, kini perlu diubah menjadi metode pembelajaran jarak jauh. Dalam istilah asingnya disebut dengan distance learning. Dalam berbagai penelitian lainnya juga dikenal dengan online learning, e-learning (electronic learning). Penyampaian materi secara face-to-face tentu berbeda dengan penyampaian materi melalui pembelajaran jarak jauh. Kepuasan mahasiswa dalam menjalani pembelajaran jarak jauh menjadi masukan penting dalam rangka perbaikan di masa mendatang. Peranan literasi teknologi informasi dan komunikasi penting dalam pembelajaran jarak jauh pada pandemi Covid-19 ini menjadi tantangan kepada seluruh elemen dan jenjang pendidikan guna mempertahankan berlangsungnya pembelajaran meskipun sekolah maupun kampus ditutup (Latip, 2020). Permasalahan yang muncul, pembelajaran inovasi praktikum berbasis inkuiri bagaimana yang mampu menumbuhkan inter-antar personal dan budaya Jawa pada pendemi ini?
Inovasi Pembelajaran Kimia pada Pandemi Covid 19
Inovasi pembelajaran diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi yang saat ini berkembang pesat. Revolusi industri 4.0 merupakan momen berkembangnya ilmu pengetahuan. Perkembangan ini tidak sekedar mengatasi berbagai masalah yang sudah ada, namun juga memberikan tantangan baru dalam setiap aspek kehidupan. Setiap aspek didorong untuk mengikuti perkembangan, tak terkecuali aspek pendidikan. Perubahan drastis dalam pendidikan saat ini harus memanfaatkan teknologi pendidikan. Memanfaat teknologi dalam pembelajaran bukan sebuah tantangan baru yang keduanya tidak bisa dihindari melainkan menjadi keharusan. Menurut strategi kemenristekdikti 2015-2019, pada abad 21 peningkatan semua bagian dan tingkat pendidikan menuju pada era disruptif teknologi. Hendaknya pendidik mempersiapkan peserta didik dalam mengembangkan teknologi IPTEK dan inovasi. Pembelajaran di era disruptif menginginkan pembelajaran yang mengarah pada pemecahan masalah dan inovasi. Peserta didik perlu disiapkan untuk hidup di masa disruptif, sebagai pendidik perlu mengembangkan multiple intelegency peserta didik. Pengembangan multiple intelegency dapat dilakukan melalui pembelajaran yang bersifat inovatif, kolaboratif, kontekstual serta menginternalisasi budaya.
Menurut penelitian Yilmaz (2017) mayoritas peserta didik merasa tidak puas dalam penerimaan materi pembelajaran yang disampaikan melalui pembelajaran jarak jauh. Salah satu alasan paling utama adalah ketidaksiapan peserta didik dalam menggunakan berbagai metode pembelajaran jarak jauh. Kemudahan komunikasi antara pendidik dan peserta didik mampu menjadi salah satu faktor keberhasilan pembelajaran jarak jauh, sehingga dibutuhkannya inovasi pembelajaran pada pandemi covid-19. Selain itu, kondisi ini berdampak besar terhadap kegiatan belajar yang harus dilakukan melalui aktivitas laboratorium (praktikum). Salah satu kegiatan praktikum yang berdampak akibat pandemi covid-19 yaitu perkuliahan praktikum kimia. Sebagai cabang ilmu sains, pengembangan dan penerapan ilmu memerlukan hasil kerja eksperimen. Menurut Nurmaningsih (2021) tujuan dari pembelajaran sains diantaranya untuk mengarahkan peserta didik agar dapat mempelajari fakta-fakta, konsep serta prinsip pada suatu materi dan diantara upaya yang dapat dilakukan pendidik untuk lebih memahami konsep. Pembelajaran jarak jauh secara daring, termasuk pembelajaran praktikum bukan lagi merupakan pilihan tetapi merupakan keharusan.
Pembelajaran jarak jauh berdampak pada kegiatan praktikum kimia terutama pada keterampilan mahasiswa. Tantangan selanjutnya yaitu melatih motivasi diri dan berkolaborasi untuk mempersiapkan masa mendatang. Oleh karena itu, perlu ditumbuhkan kecerdasan inter-intrapersonal mahasiswa. Hal ini dikarenakan, pembelajaran kimia sangat berpotensi digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan kecerdasan inter-intrapersonal mahasiswa. Selain itu melalui aktivitas laboratorium dapat pula mengakomodasi proses internalisasi budaya (Wardani, 2014). Agarwal dan Pandey (2013) mendefinisikan pembelajaran daring (elearning) sebagai suatu pembelajaran menggunakan media digital canggih yang berbasis teknologi informasi komunikasi. Definisi ini menyiratkan adanya jarak antara dosen dan mahasiswa karena kuliah, tugas, dan tes, semuanya dilakukan dalam platform virtual. Oleh sebab itu, model pembelajaran kimia perlu di rancang agar lebih menarik dan menantang. Penerapan aspek-aspek inovatif dijelaskan dalam beberapa contoh model pembelajaran inovatif; seperti model pembelajaran inkuiri, discovery learning, pembelajaran berbasis masalah, dan pembelajaran berbasis proyek.
Kecerdasan Inter-Intrapersonal dan Budaya Jawa
Berkaitan dengan lemahnya pemahaman konsep dan kelemahan lain dari hasil belajar praktikum yang selama ini berlangsung (Haryani, 2012), maka kondisi ini akan bisa diatasi jika budaya kerja orang Jawa yang sudah ada lebih diinternalisasi. Soebadio (1995) menunjukkan tujuh unsur kebudayaan yang mengatur kehidupan manusia, yaitu (1) sistem teknologi dan peralatan, (2) sistem organisasi kemasyarakatan, (3) sistem mata pencaharian hidup atau ekonomi, (4) organisasi sosial, (5) sistem pengetahuan, (6) agama, dan (7) kesenian). Ketujuh unsur kebudayaan tersebut meninggalkan benda, tradisi, dan nilai peninggalan leluhur yang masih ada dan dipelihara sebagai kearifan lokal oleh masyarakat sampai sekarang. Budaya Jawa sampai saat ini merupakan salah satu budaya yang menurut beberapa kajian masih melekat pada sebagian besar orang Jawa terutama yang menetap di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur (Wardani, 2011).
Beberapa budaya seperti pembuatan dan pemeliharaan warisan keris, wayang, batik, gamelan, dan jamu terkait erat dengan proses kimia. Proses pembuatan keris berhubungan dengan bagaimana membuat komposisi campuran logam yang tahan karat, kuat ditempa serta dapat ditatah. Pemeliharaan keris, dan asesoris logam pada wayang erat kaitannya dengan konsep/proses elektrolisis/penyepuhan yang merupakan bagian dari elektrometri, dan jamu sangat erat kaitannya dengan kimia bahan alam (Wardani, 2013).
Banyak nilai budaya Jawa yang relevan dengan proses pendidikan dan pembelajaran, diantaranya nastiti ngati-ati artinya bekerja dengan cermat, teliti dan hati-hati; aja rumangsa bisa, nanging bisaa rumangsa artinya jangan merasa bisa tetapi belajar bisa merasakan rasa; alon-alon waton kelakon artinya walaupun pelan tetapi harus tercapai tujuannya; rukun agawe santoso artinya bekerja sama dengan damai akan membuat berhasil; ngunduh wohing pakarti artinya berbuat pasti mendapat hasilnya, ojo dumeh artinya jangan sombong/harus bisa menghargai teman dan menghargai pendapatnya; serta gotong royong artinya bekerja bersama dalam mencapai satu tujuan ( Santosa, 2010).
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa budaya Jawa yang terinternalisasi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari akan mampu menumbuhkan kecerdasan inter-intrapersonal. Kecerdasan interpersonal merupakan kecerdasan dalam berhubungan dengan orang lain di luar dirinya. Kecerdasan tersebut menuntun individu untuk melihat berbagai fenomena dari sudut pandang orang lain, agar dapat memahami bagaimana mereka melihat dan merasakan. Dengan demikian akan terbentuk kemampuan yang bagus dalam mengorganisasikan orang, menjalin kerjasama dengan orang lain ataupun menjaga kekompakan suatu kelompok. Kemampuan tersebut ditunjang dengan bahasa verbal dan non-verbal untuk membuka saluran komunikasi dengan orang lain sehingga terjalin kerja sama yang baik. Indikator pengukurannya ada lima, meliputi Empathetic processing, giving feedback, listening to other, team building, inquiry and quesioning (Lazear, 2004; Wardani,2013).
Kecerdasan intrapersonal, merupakan suatu proses dasar yang memungkinkan individu untuk mengklasifikasikan dengan tepat perasaan-perasaan mereka. dan memungkinkan individu untuk membangun model mental mereka yang akurat untuk membuat keputusan yang baik dalam hidupnya. Indikator kecerdasan intrapersonal terdiri atas lima indikator, meliputi self reflection, emotional processing, metacognition, valuesclarification, selft identity. Pencapaian indikator tersebut mulai dari tahapan mengumpulkan dasar pengetahuan, tahapan analisis informasi dan prosesing yaitu tahapan pengembangan penemuan untuk menjawab permasalahan yang ada, selanjutnya tahapan berpikir tingkat tinggi dan penalaran, (Lazear, 2004; Marzano, 1993).
Aktivitas inkuiri laboratorium memiliki potensi digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan kecerdasan inter-intrapersonal. Selain itu, aktivitas laboratorium tertentu yang dikemas melalui aktivitas inkuiri yang sistematis dan terstruktur dapat pula mengakomodasi proses internalisasi budaya jawa dapat dilihat pada Tabel 2. Namun, pandemi memberikan dampak negatif terhadap pembelajaran praktikum kimia yaitu tidak dapat terlaksanakannya praktikum sehingga indikator budaya jawa yang terdapat dalam inter-intrapersonal tidak semua dapat ditambahkan. Sebelum masa pendemi, implementasi pengukuran budaya Jawa, kecerdasan interpersonal dan intrapersonal dilakukan melalui lembar observasi dan rubrik. Data hasil pengukuran selanjutnya dikorelasikan dan hasilnya ditampilkan pada Tabel 1.
Berkaitan dengan lemahnya keterampilan dalam praktikum selama pandemi ini berlangsung, maka kondisi ini bisa diatasi jika budaya kerja jawa yang sudah ada lebih diinternalisasi. Namun demikian untuk masa pandemi ini masih bisa diukur meskipun tidak semua aspek muncul (Tabel 3), sehingga tidak bisa dikorelasikan sebagaimana pada Tabel 1. Hubungan antara inter-intrapersonal dengan budaya jawa semestinya sesuai pada Gambar 1.
Didasarkan Gambar 1, tampak bahwa kecerdasan intrarpersonal berkaitan dengan tekun, sabar, nastiti ngati-ati, dan alon-alon waton kelakon. Sementara itu budaya Jawa aja dumeh, gotong royong, dan rukun agawe santoso, berkaitan dengan kecerdasan interpersonal. Kecerdasan intrapersonal, merupakan kemampuan yang memungkinkan individu untuk mengklasifikasikan dengan tepat perasaan-perasaan mereka, memungkinkan individu untuk membangun model mental mereka dengan akurat, dan menggambarkan beberapa model untuk membuat keputusan yang baik dalam hidup mereka (Lazear, 2004). Budaya Jawa Nastiti ngati-ati, tekun dan Sabar, alon-alon waton kelakon merupakan budaya kerja Jawa yang berkembang di tiap individu. setelah diukur pada saat melakukan aktivitas inkuiri laboratorium. Kecerdasan interpersonal, merupakan kecerdasan dalam berhubungan dengan orang lain di luar dirinya. Kecerdasan tersebut menuntun individu untuk melihat berbagai fenomena dari sudut pandang orang lain, agar dapat memahami bagaimana mereka melihat dan merasakan (Lazear,2004). Begitupula budaya kerja Jawa Ojo dumeh, rukun agawe santosa dan gotong royong merupakan budaya yang penerapannya selalu berhubungan dengan individu lain. Penerapa pada aktivitas inkuiri laboratorium untuk kedua kecerdasan dan budaya Jawa ternyata peningkatan keduanya berkorelasi (Wardani, 2016)
Model Pembelajaran Praktikum berbasis Inkuiri Laboratorium berbantuan Flipped Classroom pada pandemi.
Model Pembelajaran Inkuiri berasal dari kata inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-petanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Model Pembelajaran Inkuiri menekankan pada proses berfikir kritis dan analitis untuk mencari dan mengemukakan jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Langkah pembelajaran meliputi (1) observasi (2) merumuskan masalah (3) merumuskan hipotesis (4) mengumpulkan data (5) menguji hipotesis (6) merumuskan kesimpulan (Wardani, 2016) Untuk menginovasi pembelajaran kimia, International Society for Technologi in Education, menyatakan bahwa sebagai guru harus memiliki teknologi informasi yang luas, dengan demikian guru diharapkan mampu memfasilitasi dan mengapresiasi belajar yang kreatif dan inovatif. Akilinoglu, (2007) menyimpulkan bahwa model Pembelajaran inkuiri berpengaruh positif terhadap penguasaan konsep dan sikap pada pembelajaran sains. Hasil senada menurut Kipnis (2007) dan Cacciatore (2009), juga menyampaikan bahwa pembelajaran praktikum berbasis inkuiri dapat meningkatkan metakognisi dan aktivitas mahasiswa. Wardani (2013) menjelaskan, pembelajaran dengan aktivitas Inkuiri laboratorium dapat meningkatkan budaya dan kecerdasan inter-intrapersonal mahasiswa. Peningkatan kecerdasan inter-intrapersonal dilihat dari pemahaman konsep, kualitas kerja, dan aktivitas mahasiswa. Tabel 2 merupakan contoh hubungan antara proses pembelajaran kimia berbasis aktivitas inkuiri laboratorium dengan budaya Jawa dan inter-intrapersonal.
Aktifitas inkuiri laboratorium merupakan salah satu model pembelajaran kimia yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir, menumbuhkan metakognisi, bekerja dalam tim dan berkomunikasi. Aktifitas inkuiri laboratorium dengan keadaan face to face dapat dapat dilihat pada Gambar 2.
Aktifitas inkuiri laboratorium akan mencapai tujuan apabila dilaksanakan secara sitematis dan terstruktur melalui tahapan inkuiri. Mengingat salah satu kelemahan pembelajaran inkuiri pada pandemi. yaitu proses pelaksanaannya sulit karena tidak bertatap muka, sehingga sulit melatihkan keterampilan bekerja di laboratorium. Keterampilan yang lama berupa sering mengalami kesulitan untuk menyesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan Majid (2014). Selanjurnya menurut Effendi-Hasibuan (2019) kendala yang dirasakan saat menerapkan pengajaran berbasis inkuiri di masa pandemi kurangnya waktu selama proses pembelajaran, dikarenakan langkah-langkah terlalu panjang. Kelemahan model pembelajaran ini dapat diminimalisir dengan bantuan pembelajaran daring, salah satunya adalah dengan pendekatan flipped classroom.
Flipped classroom merupakan kegiatan pembelajaran kelas terbalik yang dilakukan dengan membalikan instruksi pembelajaran yang diberikan sebelum kegiatan pembelajaran di kelas sehingga waktu di kelas dihabiskan untuk pembelajaran aktif di bawah bimbingan guru (Karlsson & Janson, 2016). Peserta didik telah mendapatkan kegiatan pembelajaran di rumah sebagai persiapan untuk kegiatan pembelajaran di kelas. Kegiatan pembelajaran dapat berupa penugasan, latihan soal, membaca, praktik, dan tugas lainnya yang dilakukan di luar jam yang telah dijadwalkan.
Model belajar flipped classroom pertama kali dikenalkan oleh J.Wesley Baker pada tahun 2000. Tahun yang sama, Lage, Platt dan Treglia juga melakukan penelitian dengan menggunakan istilah yang hampir sama yaitu inverted classroom. Flipped classroom memiliki beberapa keunggulan, diantaranya: 1) meningkatkan kemandirian mahasiswa dalam belajar, meningkatkan prestasi belajar mahasiswa, dan memberikan kesempatan kepada seluruh mahasiswa untuk mempelajari materi tanpa batas ruang dan waktu (Choiroh dkk, 2018). 2) Meningkatkan self-regulated learning untuk mendorong perilaku metakognitif dan memiliki motivasi dalam belajar melalui proses aktif konstruktif untuk mengatur tujuan belajar secara mandiri, mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku (Sinaga, 2017). 3) Penggunaan waktu di kelas menjadi lebih efektif pada pembelajaran aktif, mampu mengakomodasi keberagaman peserta didik, meningkatkan keterlibatan dan interaksi pembelajaran, menumbuhkan rasa tanggungjawab, meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah (Arnold & Garza, 2014). Pendekatan flipped classroom, dibagi menjadi tiga aktivitas yaitu, sebelum kelas dimulai (preclass), saat kelas dimulai (in class) dan setelah kelas berakhir (out of class). Sebelum kelas dimulai, peserta didik sudah mempelajari materi yang akan dibahas, dalam tahap ini kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik adalah mengingat (remembering) dan mengerti (understanding) materi. Dengan demikian pada saat kelas dimulai peserta didik dapat mengaplikasikan (applying) dan mengsanalisis (analyzing) materi melalui berbagai kegiatan interaktif di dalam kelas, yang kemudian dilanjutkan dengan mengevaluasi (evaluating) dan mengerjakan tugas berbasis project tertentu sebagai kegiatan setelah kelas berakhir (creating) (Hastuti, 2020). Proses pembelajaran praktik kimia berbasis aktivitas inkuiri laboratorium dalam flipped classroom seperti pada Tabel 3.
Didasarkan Tabel 3, pengembangan Kecerdasan inter-intrapersonal dalam masa pandemi didukung pula oleh budaya kerja orang Jawa, seperti gotong royong dan tekun. Melalui aspek tekun maka mahasiswa akan mampu mengelola diri sendiri sehingga kecerdasan intrapersonal menjadi meningkat. Selanjutnya melalui gotong royong mahasiswa akan mampu meningkatkan kecerdasan interpersonal karena dapat melatih bekerja sama dengan orang lain seperti pada Gambar 3.
Berdasarkan Gambar 3 mahasiswa mengimplementasikan kegiatan gotong royong pada kegiatan praktikum pandemi. Sebelum pandemi budaya Jawa yang bisa ditumbuhkan meliputi rukun agawe santosa, ojo dumeh, gotong royong, nastiti ngati-ati, alon-alon waton kelakon, serta sabar, tekun. Berdasarkan penelitian Wardani (2013-2020) Model pembelajaran aktivitas inkuiri laboratorium dan internalisasi budaya jawa mendapatkan respon positif dari mahasiswa, hal tersebut menjadikan mahasiswa merasa senang ketika mengikuti perkuliahan.
Penutup
Pengembangan Model pembelajaran melalui aktifitas inkuiri laboratorium berbantuan flipped classroom tersebut muncul seiring berjalannya pandemi yang menyebabkan proses pembelajaran jarak jauh. Hal tersebut didukung oleh penelitian Suharno (2020) bahwa penggunaan flipped classroom sebagai model pembelajaran alternatif di masa pandemi ini dinilai tepat karena model pembelajaran ini dapat mengkombinasikan antara pembelajaran internal di kelas dengan pembelajaran jarak jauh di rumah dengan tujuan utama untuk memaksimalkan pencapaian tujuan kegiatan pembelajaran. Namun demikian, banyak komponen budaya yang berkorelasi dengan komponen inter-intrapersonal belum tertumbuhkan. Oleh sebab itu, perlu dirinci lagi dengan seksama pada setiap langkah inkuiri berbantuan flipped classroom. Kegiatan yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan lebih rinci lagi terhadap aktivitas inkuiri serta rubrik penilaian untuk budaya Jawa, sehingga tidak hanya tekun dan gotong royong yang berlorelasi dengan inter-intrapersonal.
Dalam menanggapi masa pandemi inovasi pembelajaran perlu disiapkan oleh calon pendidik agar memiliki kompetensi pedagogi, profesional, kepribadian, dan sosial sesuai SKGP. Selain itu calon pendidik juga harus selalu kreatif, inovatif untuk menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Inovasi ataupun pembaharuan/perubahan bagi calon pendidik yang harus disiapkan bisa dalam bentuk metode, model, materi, asesmen, media, dan inovasi bagaimana cara belajar. Salah satu contoh pembelajaran inovatif adalah melalui aktivitas inkuiri laboratorium berbantuan flipped classroom yang dapat mengembangkan kecerdasan Interpersonal, intrapersonal dengan menginternalisasi budaya Jawa. Pembelajaran melalui aktivitas inkuiri laboratorium berbantuan flipped classroom dapat menjadi alternatif pembelajaran inovatif untuk menyiapkan pembelajaran masa pandemi.
Prof. Dr. Sri Wardani, M.Si. adalah Profesor Bidang Ilmu Pendidikan Kimia di Jurusan Kimia FMIPA UNNES. Saat ini penulis sebagai dosen Strategi Pembelajaran Kimia, Kimia Analitik Instrumen, Praktikum Kimia Analitik, dan Inovasi Pembelajaran Kimia sejak tahun 1983 di Jurusan Kimia, dosen pada S1 (Prodi Pendidikan Kimia dan Kimia), dan S2 Pendidikan Kimia di PPs UNNES.
______________________________________________________________________________
Tulisan ini telah disampaikan Prof. Dr. Sri Wardani, M.Si. pada Pidato Pengukuhan Profesor dalam Upacara Pengukuhan Profesor Universitas Negeri Semarang, Kamis, 25 Februari 2021.