Di tengah ketidakpastian akibat pandemi Covid-19, peran peneliti terus dinantikan. Penelitian terkait permasalahan humaniora diharapkan mampu memberikan rekomendasi dan kontribusi untuk mendorong berbagai upaya mencari solusi di tengah masyarakat.
“Bencana kemanusiaan hanya mampu dihadapi dengan pendekatan kemanusiaan. Saat semesta gegar budaya karena pandemi, apa yang bisa berikan? Hanya nurani sebagai peneliti humaniora yang mampu mendorong kita untuk menyentuh orang lain,” ujar dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Prof Riris K Toha Sarumpaet PhD, ketika webinar “Penelitian Humaniora di Masa Pandemi: Metodologi dan Solusi” yang diselenggarakan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang, Jumat (12/6/2020).
Permasalahan di tengah masyarakat menuntut peran serta para peneliti dalam bidang humaniora. Namun demikian, Prof Riris mengakui jika pemerintah belum sepenuhnya melibatkan para peneliti rumpun ilmu ini sebagai pertimbangan utama dalam mengambil kebijakan. Alumnus University of Wisconsin di Amerika Serikat itu menyebut peneliti tidak perlu berkecil hati. “Justru hal tersbeut menjadi tantangan bagi para peneliti untuk membuktikan hasil penelitiannya begitu relevan, terlebih di tengah pandemi ini,” katanya.
Webinar diikuti ratusan dosen dan peneliti dari sejumlah perguruan tinggi. Hadir pula Dekan FBS Unnes Dr Sri Rejeki Urip yang menjadi pembicara kunci dalam webinar yang dimoderatori oleh dosen Jurusan Bahasa dan Satra IndonesiaWati Istanti MPd itu.
Menurut Prof Riris, ada banyak permasalahan baru di tengah masyarakat pada masa pandemi yang bisa menjadi materi penelitian. Di tengah keluarga, sejak imbauan beraktivitas di rumah, orang tua acap kurang melihat kondisi psikologis anak. Padahal, dalam perspektif anak, belajar dari rumah begitu menyenangkan. Akan tetapi, ketika anak bertanya kepada anak tentang pelajaran tertentu dan mendekat untuk mencari perhatian, orang tua dengan segera memintanya menjauh karena dianggap mengganggu pekerjaan. “Hal tersebut bisa membuat anak bingung, takut, dan cemas,” kata dia.
Tugas peneliti humaniora, menurut Prof Riris, adalah memahami proses humanisasi bangsa. Sumbangan ilmu humaniora sangat khas dan berbeda dengan disiplin ilmu lainnya. “Semua fenomena di tengah masyarakat bisa diteliti. Hal-hal yang selama ini kita anggap remeh-temeh kini menjadi penting. Coba kita lihat, di tengah pandemi ini, sudah berapa lagu yang tercipta? Bagaimana gerak tubuh pembaca berita? Apakah ada pola dan gaya hidup yang berbeda?” katanya.
Pembicara lainnya, Wakil Dekan I Bidang Akademik FBS yang juga Pelaksana Tugas Wakil Rektor IV Unnes, Dr Hendi Pratama, menyoroti pentingnya kontruksi di dalam penelitian. Selama ini, peneliti kerap langsung memikirkan metodologi yang tepat untuk penelitian yang akan dilaksanakan dan cenderung mengabaikan konstruksi. “Konstruksi dapat diartikan sebagai konsep yang telah dibatasi pengertiannya, yaitu unsur, ciri, dan sifatnya, sehingga dapat diamati dan diukur,” kata Hendi.
Sri Rejeki Urip menuturkan, di tengah ketidakpastian akibat pandemi, hidup mesti terus berjalan dengan pilihan normal baru. Untuk itu, ada banyak hal dalam kehidupan yang mesti dengan segera disesuaikan. Dalam wilayah penelitian, teknik pengumpulan data secara daring menjadi pilihan untuk menghindari pertemuan dan kerumunan sehingga meminimalkan potensi tertular Covid-19.(*)