Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang menyelenggarakan Khatmil Quran secara daring, Selasa (12 Mei 2020). Dekan FBS UNNES, Dr. Sri Rejeki Urip, M.Hum., mengatakan khataman Quran telah menjadi tradisi di UNNES dan FBS.
Setiap tahun, khataman digelar untuk memperingati Dies Natalis. Namun, pada masa pandemi Covid-19 ini, khataman dilaksanakan secara daring. Hal itu diharapkan tidak memengaruhi semangat dan kekhusyukan dalam membaca dan menyelami makna Al Quran.
Menurut Dekan, Ramadan menjadi momentum bagi umat Islam untuk kembali merenungi Al Quran sebagai petunjuk, penawar, dan rahmat. Di samping terus menjalankan anjuran terkait pencegahan Covid-19, Urip berpesan agar warga Muslim terus berdoa agar pandemi segera berakhir.
Khataman diikuti puluhan peserta yang terdiri atas dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Arab, Ahmad Miftahuddin, M.A., memimpin khataman tersebut. Adapun Dr. Singgih Kuswardono, M.A., dosen prodi yang sama, memberika tausiah ihwal “Menyikapi Idul Fitri di Tengah Pandemi”.
Singgih mengatakan, ketika Idul Fitri, umat Islam disunahkan salat Idul Fitri secara berjamaah pagi saat matahari terbit yang urutannya salat terlebih dulu baru khutbah. “Pada hari itu, umat diharamkan untuk berpuasa,” ujarnya.
Namun demikian, keadaan darurat memperbolehkan umat untuk tidak melaksanakan apa yang dilaksanakan saat normal untuk kemaslahatan sesuai dengan kaidah ushul fiqih. Kaidah tersebut berbunyi, “Menghindari kerusakan lebih utama daripada meraih kebaikan.”
Imbauan untuk tidak mudik pun menjadi bagian dari upaya menghindari kerusakan itu. Menurut Singgih, di perantauan, teman dan tetangga terdekat bisa dianggap sebagai saudara yang bisa dikunjungi untuk saling bersilaturahmi. Tapi, tentu saja ketika bertemu mesti memperhatikan anjuran terkait dengan pencegahan penularan virus, seperti memakai masker, menjaga jarak, tidak bersalaman, dan rajin mencuci tangan.
Singgih menekankan, ada hikmah di balik kebijakan pemerintah pada masa pandemi ini, yaitu kita menjadi bertambah rindu dan sayang kepada orang tua dan keluarga. Ada pepatah Arab berbunyi, “Jaranglah berkunjung, cinta kan melambung.” “Dalam konteks sekarang kita memaknai sebagai upaya instrospeksi diri sekaligus mendekatkan hubungan kita dengan keluarga,” katanya.