Dari dulu sampai sekarang sampah selalu menjadi masalah yang belum terselesaikan. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan hidup berimbas pada volume sampah yang semakin menumpuk. Hal ini diperparah dengan sistem pembuangan sampah yang tidak terkelola dan tersistem dengan baik. Ditambah dengan budaya masyarakat yang cenderung membuang sampah di sembarang tempat.
Data dari Deputi Pengendalian Pencemaran Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) sangat fantastis. Setiap orang diperkirakan menghasilkan 0,8 kg sampah setiap hari. Padahal, jumlah penduduk Indonesia saat ini (2021) sekitar 271,3 juta jiwa, maka setiap harinya sampah yang terkumpul berjumlah 217.040 ton per hari. Jumlah yang lebih dari cukup untuk membuat gunung sampah. Dari jumlah yang fantastis tersebut hanya 5% nya saja yang baru didaur ulang menjadi kompos.
Potensi Bahaya Sampah
Jumlah sampah yang begitu banyak tersebut tentu saja menimbulkan banyak masalah, baik masalah lingkungan, kesehatan ataupun masalah keindahan/estetika. Sampah yang dibakar akan menimbulkan pencemaran udara karena pembakaran sampah apalagi sampah yang bercampur dengan plastik memicu terbentuknya dioksin dan furan yang sangat berbahaya. Masalah ini belum ditambah lagi dengan pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang masih buruk.
Penumpukan sampah yang ada di TPA menimbulkan masalah baru. Air rembesan atau air lindi dari sisa-sisa sampah ini akan berdifusi ke dalam tanah dan akan menimbulkan masalah bagi tanah karena mengandung zat-zat organik dari sampah organik dan anorganik dari sampah kaleng dan sampah anorganik lainnya. Air lindi yang terserap ke dalam tanah akan mengubah kandungan kimiawi tanah. Apabila tanah tersebut ditanami tanaman, maka air lindi yang telah terserap ke dalam tanah akan terangkut bersama mineral-mineral tanah yang diserap oleh akar tumbuhan. Akibatnya, zat-zat yang berbahaya tersebut akan terdistribusi ke dalam tanaman. Bisa dibayangkan akibatnya jika tanaman tersebut dikonsumsi manusia.
TPA kita juga belum memisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik. Akibatnya, segala jenis sampah dibuang massal di TPA. Sebagian dari sampah-sampah yang terbuang tersebut adalah sampah plastik yang susah terurai.
Lingkaran Setan Sampah Plastik
Seperti kita ketahui, masyarakat kita sangat membutuhkan dan sangat bergantung dengan kantong plastik. Hal ini disebabkan karena kantong plastik itu praktis dan sangat murah harganya. Hampir setiap hari ketika kita belanja di supermarket, toko kelontong, pasar maupun tempat lain, sang penjual selalu memberi kita kantong plastik secara cuma-cuma. Kita sangat terbantu dengan sistem ini sehingga kemanapun kita pergi tidak perlu repot-repot membawa kantong belanja. Hal ini membuat kebutuhan akan kantong plastik kian hari kian meningkat dan akan berimbas pada semakin banyaknya jumlah sampah plastik yang dihasilkan.
Kemasan-kemasan makanan dan snack yang saat ini beredar hampir semuanya menggunakan plastik sebagai pembungkusnya. Ini akan memperbanyak jumlah sampah plastik. Sebuah data menyebutkan bahwa setiap tahun ada sekitar 640 ton sampah plastik yang berasal dari bungkus mie instant. Jumlah yang fantastis ini belum termasuk plastik dari kantong kemasan, plastik dari botol air mineral, dan dari pembungkus yang lain. Padahal, plastik ini merupakan sampah yang sulit terurai. Butuh waktu ratusan tahun untuk menguraikannya. Plastik yang hanya dibuang begitu saja akan mengganggu struktur tanah karena mengurangi kepadatan tanah. Selain itu, dengan adanya keberadaan plastik di tanah akan mengganggu penyerapan air hujan ke dalam tanah.
Pembakaran sampah plastik bukan solusi yang bagus karena dapat menghasilkan dioksin dan furan, dua zat berbahaya seperti yang sudah dijelaskan di atas. Dioksin dan furan merupakan dua zat kimia yang bersifat karsinogenik yang dapat memicu terjadinya kanker. Masalah lainnya juga ditimbulkan jika plastik digunakan untuk membungkus gorengan panas atau makanan panas lainnya. Polimer-polimer dan aditif di dalam plastik bermigrasi akibat panas tersebut ke dalam makanan. Akibatnya, makanan yang dikonsumsi menjadi tidak sehat karena zat-zat tersebut akan terakumulasi di dalam tubuh.
Mencari Solusi
Untuk menghindari jumlah sampah plastik yang semakin menggunung, maka berbagai pembenahan perlu dilakukan. Pertama, dalam hal pembenahan kebijakan. Pemerintah pusat maupun daerah mempunyai kewenangan dengan menerbitkan peraturan untuk supermarket, swalayan, toserba dan toko-toko yang lain agar tidak memberikan kantong plastik secara cuma-cuma. Jadi plastik yang selama ini diberikan secara gratis, tidak diperbolehkan lagi. Pembeli harus membeli kantong plastik tersebut di tempat di mana mereka belanja dengan harga sedikit mahal, misal seribu atau dua ribu rupiah. Peraturan ini akan memaksa individu untuk membiasakan diri membawa kantong belanja dari rumah. Jerman merupakan salah satu negara yang sudah menerapkan kebijakan ini. Hal ini membuat setiap warga negara Jerman selalu menyediakan kantong belanja ataupun plastik dari rumah setiap mereka pergi ke manapun. Selain itu, kesadaran individu juga perlu ditingkatkan, terutama dimulai dari lingkungan pendidikan, seperti sekolah-sekolah ataupun kampus-kampus untuk mengajak masyarakat membiasakan diri membawa kantong plastik sendiri ketika berbelanja.
Kedua, penyediaan mesin pengolah pelet bijih plastik di setiap TPA. Dengan memberdayakan para pemulung yang ada di TPA, sampah plastik yang telah dikumpulkan kemudian dibersihkan, dikeringkan untuk selanjutnya diolah menjadi pelet-pelet bijih plastik. TPA mengumpulkan pelet-pelet bijih plastik tersebut untuk dijual kembali ke perusahaan pembuat plastik atapun polimer yang lain. Pemerintah daerah bisa menerapkan program ini dengan membuat perda tentang kewajiban perusahaan-perusahaan ataupun industri pembuat plastik untuk membeli pelet bijih plastik dari TPA-TPA dengan persentase tertentu. Dengan begitu, jumlah sampah plastik bisa dikurangi dan plastikpun bisa direcycle kembali.
Ketiga, untuk merecycle dan mengurangi jumlah sampah plastik botol, terutama botol minuman kemasan, penyediaan mesin ATM botol di setiap supermarket mutlak diperlukan. Pemerintah perlu bekerja sama dengan para pemilik supermarket untuk melakukan investasi pembelian mesin ini. Sekali lagi, kita patut meneladani Jerman dalam penyediaan fasilitas tersebut. Botol-botol bekas minuman kemasan yang telah dibeli konsumen, dibawa kembali ketika mereka akan berbelanja di supermarket. Botol-botol tersebut dimasukkan ke dalam mesin, kemudian mesin akan menghitung jumlah botol yang dimasukkan dan akan mengeluarkan nota berapa rupiah yang harus dibayarkan oleh supermarket kepada konsumen tersebut. Nota tersebut bisa ditukar dengan uang ataupun dengan barang belanjaan di supermarket. Botol-botol tersebut kemudian dikirimkan kembali ke produsen oleh supermarket untuk bisa diperbaiki dan dipakai kembali. Dengan begitu, jumlah sampah dari botol plastik akan terkurangi. Dengan adanya fasilitas mesin ini, pemulung juga dapat berpartisipasi untuk menjual botol-botol yang mereka dapat ke mesin tersebut untuk kemudian ditukarkan dengan kebutuhan sehari-hari.
Keempat, penggalakan produksi dan penggunaan plastik biodegradable yang ramah lingkungan. Plastik biodegradable merupakan plastik yang terbuat dari sumber biomassa terbarukan, seperti pati dari berbagai jenis tanaman, misal pati jagung dan pati singkong. Namun sayangnya, bplastik jenis ini kurang komersil di Indonesia karena harganya yang lebih mahal daripada plastik konvensional. Namun, dengan menipisnya cadangan minyak bumi, ke depan plastik biodegradable akan menjadi solusi terbaik untuk mengurangi ketergantungan terhadap plastik konvensional. Pemerintah harus mencari dan mempermudah ijin bagi investor-investor yang tertarik untuk mengembangkan usahanya dalam bidang plastik biodegradable.
Selain hal-hal tersebut di atas, tentunya peningkatan kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya mutlak diperlukan. Perubahan bisa dimulai dari diri pribadi untuk selalu membawa kantong plastik ke manapun sehingga bisa mengurangi jumlah sampah plastik. Sampah plastik berkurang berarti lingkungan terselamatkan.
Dr. Shohifah Annur, S.Si, M.Sc. adalah alumni S1 Program Studi Kimia Angkatan 2003, FMIPA, Universitas Negeri Semarang. Shohifah Annur kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 dan S3-nya di Ilmu Kimia Universitas Gadjah Mada. Saat ini, Shohifah Annur adalah Dosen Teknik Kimia Universitas Serang Raya (UNSERA) dan menjadi Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Serang Raya (UNSERA), Banten.