Aroma manis dan gurih menyeruak dari sudut Aula C7 lantai 3 Universitas Negeri Semarang, Selasa (9/11/2025). Di meja pameran, kelompok Dinesa Tatia, mahasiswa semester satu Prodi Pendidikan Sejarah, memperkenalkan serabi khas Ambarawa—kue berdiameter lima sentimeter yang mulai jarang ditemui di pasaran.
Dinesa menjelaskan proses pembuatan serabi itu, yang masih mempertahankan cara tradisional. “Kami menggunakan wajan tanah liat dan tungku kecil. Adonannya dari tepung beras, santan, gula merah, gula pasir, garam, serta daun pandan dan daun suji untuk aroma,” ujarnya. Adonan kemudian dimasak selama sekitar tiga menit hingga matang dan mengeluarkan aroma harum.
Di sisi lain, Dimas Yoga menampilkan sajian sawut, jajanan tradisional asal Yogyakarta yang terbuat dari singkong parut dan gula jawa serut yang kemudian dikukus. “Sawut ini kami pilih karena banyak yang belum mengenalnya. Padahal ini makanan sederhana yang dulu sering dihidangkan dalam acara keluarga,” kata Dimas.
Kedua makanan tradisional itu menjadi bagian dari Gelar Karya Prodi Pendidikan Sejarah bertema Belajar Sejarah, Belajar Keindonesiaan. Acara tersebut menampilkan 14 jenis makanan tradisional dari berbagai daerah di Indonesia serta delapan produk akademik hasil perkuliahan mahasiswa.
Dekan FISIP UNNES, Prof. Arif Purnomo, mengapresiasi kegiatan tersebut sebagai bentuk pembelajaran sejarah yang dekat dengan kehidupan masyarakat. “Sejarah Indonesia harus hidup dan bermakna. Gelar karya seperti ini bisa menjadi jembatan antara pengetahuan mahasiswa dan realitas sosial, termasuk potensi ekonomi melalui pasar produk budaya,” ujarnya.
Prof. Arif menambahkan bahwa kegiatan tersebut merupakan ruang kreativitas mahasiswa untuk menunjukkan pemahaman mereka terhadap materi kuliah yang diambil. “Ini langkah baik untuk melihat sejauh mana penguasaan mereka terhadap proyek-proyek perkuliahan,” katanya.
Selain memperkenalkan kuliner tradisional, kegiatan ini turut mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya poin tentang pendidikan bermutu dan pelestarian budaya. Melalui kegiatan berbasis praktik seperti ini, mahasiswa tidak hanya belajar sejarah secara teoritis, tetapi juga turut berperan menjaga warisan budaya takbenda dan mendorong keberlanjutan ekonomi lokal melalui penguatan nilai kuliner tradisional.




