Pergelaran wayang pada masa sekarang tak ubahnya tong sampah. Apa-apa bisa masuk dan dimasukkan dalam sebuah pertunjukan.
Pengamat wayang Bambang Murtiyoso kembali mengemukakan pernyataan Rahayu Supanggah itu pada Sarasehan Selasa Legen di beranda auditorium kampus Sekaran, Senin (28/3) malam. Sarasehan mengangkat tema “Kelir Tan Winates“.
Kondisi tersebut, lanjut Murtiyoso, tak lepas dari target pakeliran yang sekadar untuk memburu gayeng. “Asalkan bisa gayeng, apa-apa kemudian dimasukkan, tak peduli kehadirannya sesungguhnya merusak pakeliran,” katanya pada sarasehan yang kental sekali dengan nuansa Jawa itu.
Obor-obor Blarak
Murtiyoso juga mengemukakan kecenderungan para dalang muda menjadi “ora geni, nanging obor blarak“. “Asalkan sudah sampai gara-gara, bukan hanya dalang yang hanya bisa batuk-batuk saja, penonton pun capek, sedangkan sinden cuma SMS-an,” katanya.
Karena itu, dia menyarankan para dalang untuk menjadi sosok yang bisa gendhing, gandhang, gendheng, sekaligus gendhung. Apa artinya?”Gendhing, artinya dalang harus memiliki cerdas intelektual, emosional, dan spiritual sehingga peka terhadap perkembangan di sekitar, masyarakat, bangsa, negara, dan dunia. Gandhang, bukan sekadar lantang, melainkan menguasai teknik pertunjukan wayang, baik sabet, suluk, dhodhogan, keprakan, gending, bahasa, sastra, dramaturgi lakon, dan silsilah wayang,” katanya.
Dijelaskan pula tentang gendheng, yakni ketika mayang, dalang harus sanggup membenamkan masalah-masalah pribadinya, sekalipun misalnya baru saja bertengkar dengan istrinya di rumah. “Adapun gendhung, selalu percaya diri dalam segala keadaan. Sebab, dalang menjadi pusat perhatian banyak orang. Seolah-olah tidak ada orang lain yang lebih cerdas dan bagus daripada dirinya.”
Meskipun demikian, menjadi dalang tetaplah sulit sehingga tak banyak yang sanggup melakukannya. “Pancen, angele dhalang kuwi nguripke barang mati,” kata Murtiyoso yang prenesan-nya disambut gelak tawa peserta sarasehan.
tertarik sekali dengan dunia wayang…meski kurang paham,hehe.
ingin semua orang, semua kalangan suka wayang. semoga wayang dan fungsi ajaran di dalamnya tetap lestari sampai anak cucuku kelak, amin.
sarasehan ndalu punika pancen gayeng…
hal tersebut wajar karena tidak ada upaya untuk merumuskan atau mengkaji efek budaya posmodern secara serius terhadap budaya lokal kita.