Tidak ada rumus untuk membuat film itu menjadi bagus, menjadi diminati orang, dan menjadi pemenang dalam berbagai ajang. Sineas tidak bertanggung jawab membuat film bagus, tetapi bertanggung jawab memberikan nilai-nilai yang baik, yang bermanfaat, dan berpegangan pada etika. Yakni menjadikan kamera bukan hanya mewakili mata dan pikiran tetapi juga memiliki etika.
Demikian disampaikan Ketua Umum Sekretariat Nasional Kine Club Indonesia (Senakki) Akhlis Suryapati dalam Apresiasi Festival Film Daerah, di B1 106 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (FBS Unnes), Rabu (23/10).
“Dalam forum ini, kita tidak perlu muluk-muluk berbicara film sebagai industri, tapi berpikirlah film sebagai bentuk kreativitas dan apresiasi,” katanya, di hadapan mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa itu.
Pada kesempatan yang sama, Yusro Edy Nugroho MHum menyampaikan film adalah ajang pengekspresian ide. Yusro juga mengajak mahasiswa untuk tidak hanya mau menjadi penonton tetapi juga menjadi pemain.
Melalui kegiatan ini, sebagai pemerhati film daerah Yusro memotivasi mahasiswa untuk kreatif dalam pembuatan film pendek dan menyiapkan wadah untuk menampilkannya. “Membuat film tidak harus mahal,” tegasnya.
Acara yang dibuka Dekan FBS Prof Agus Nuryatin tersebut diawali dengan pemutaran film Sejarah Perfilman Indonesia oleh Senakki dan film Simbah yang disutradarai Yusro.
Selain Senakki, acara ini juga didukung oleh Direktorat Pengembangan Industri Kemeneterian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang diwakili Wastuti SE Mn.
Wastuti menyampaikan beberapa program Kemenparekraf yang mendukung kreativitas mahasiswa dalam bentuk produksi film pendek. Dia mengimbau mahasiswa untuk tidak berkecil hati dengan fasilitas pembuatan film yang masih sederhana. “Yang penting kembangkan kreativitas kalian, dan jangan takut memulai,” katanya.