Sampai saat ini masih banyak orang yang menganggap pengajaran sastra belum sesuai yang diharapkan. Banyak pihak yang menyudutkan guru sebagai penyebab kekurangberhasilan pengajaran sastra, dalam hal ini puisi.
Padahal, banyak faktor penyebabnya mulai dari perkembangan sastra itu sendiri, lingkungan, model pengajaran, model penilaian, kompetensi guru, materi ajar, buku pelajaran hingga kurikulum.
Hal itu disampaikan Drs Mukh Doyin MSi saat mempertahankan disertasinya pada ujian Doktor, Rabu (4/1) di Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (UNNES) kampus Bendang Ngisor Semarang.
Berkat bimbingan promotor Prof Dr Suminto A Sayuti, kopromotor Prof Dr S Dandan Supratman MPd, dan anggota promotor Prof Dr Teguh Supriyanto MHum itu, Mukh Doyin MSi dosen Bahasa Indonesia UNNES berhasil mempertahankan disertasinya dengan judul Materi Ajar Puisi dalam Buku Pelajaran SD, Kajian dan Perkembangannya.
Dalam temuannya, Mukh Doyin menggolongkan materi ajar puisi di buku pelajaran SD terbitan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional ke dalam dua kelompok, yaitu puisi yang layak diajarkan dan puisi yang tidak layak diajarkan.
Mukh Doyin menjelaskan, Kelayakan dan ketidaklayakan tesebut dilihat dari tiga unsur puisi yaitu tipografi, bahasa, dan isi.
Untuk itu, saya mengembangkan materi ajar puisi yang dilakukan dengan tiga cara yakni penciptaan, pengalihwahanaan, dan penerjemahan.
Hasilnya, setelah diterapkan teknik pengembangan materi ajar puisi, rata-rata dari 24 orang anak yang mendapat nilai 66,63 naik menjadi 74,93. Kriteria puisi ini sesuai dengan harapan para guru dan ahli sehingga dapat dijadikan rambu-rambu yang jelas bagi guru dalam menyediakan materi ajar puisi, kata Mukh Doyin.
Mukh Doyin menyarankan kepada para guru untuk mengembangkan materi ajar puisi secara mandiri baik melalui penciptaan, pengalihbahasaan, maupun pengalihwahanaan guna meningkatkan minat siswa pada puisi.