Riri Kumalasari, wisudawan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Semarang (UNNES), mencuri perhatian dalam Wisuda UNNES Periode ke-129, Sabtu (3/5/2025). Di usia yang masih sangat muda, ia berhasil lulus sebagai salah satu sarjana tercepat dan termuda dengan masa studi hanya 3 tahun, 3 bulan, dan 25 hari. Pencapaian ini tentu bukan tanpa alasan.Selama masa kuliah, Riri merupakan penerima beasiswa Dewan Penyantun Pendidikan (DPP) UNNES. Baginya, beasiswa ini bukan sekadar bantuan finansial, melainkan bentuk kepercayaan kampus yang harus dijaga dengan tanggung jawab dan kesungguhan.
“Beasiswa DPP UNNES telah memberikan saya kepercayaan untuk menempuh studi dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, saya semakin terpacu untuk menyelesaikan studi dalam waktu singkat,” ujarnya dengan mata berbinar.
Tak hanya sebagai penerima beasiswa, Riri juga tercatat sebagai mahasiswa program percepatan belajar (fast track) S2 Pendidikan Bahasa Indonesia di UNNES. Ia memiliki komitmen kuat untuk berkontribusi dalam dunia pendidikan. Maka dari itu, ia memutuskan untuk mengikuti program fast track demi mempercepat terwujudnya cita-cita.
Menurut Riri, menjadi mahasiswa fast track membuat kemampuan manajemen waktunya semakin terasah. Tekadnya untuk lulus cepat semakin kuat, terlebih karena sebagian jalur menuju gelar magister telah ia tempuh.
“UNNES membuka kesempatan emas bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan studi magister dalam waktu yang relatif singkat. Lewat program fast track, saya semakin termotivasi untuk menyelesaikan studi S1 tepat waktu,” tambahnya.
Namun, jalan Riri tidak selalu mulus. Ia mengaku bahwa kesepian menjadi tantangan emosional yang cukup berat. Saat mengikuti program Giat Internasional yang memberikan rekognisi mata kuliah Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Pengenalan Lapangan Persekolaha (PLP), Riri sempat meninggalkan kampus. Setelah kembali, ia mendapati teman-temannya masih menjalani KKN dan PLP selama dua bulan. Di masa itulah, ia merasa sangat sendiri.
Rasa sepi itu kadang datang bersama keinginan untuk menunda. Ada kalanya menulis tugas akhir terasa begitu berat. Namun, alih-alih menyerah, Riri justru menjadikan itu sebagai bahan bakar semangat. Ia percaya bahwa tidak ada pencapaian tanpa tantangan.
“Kalau tidak sekarang, kapan lagi?” adalah kalimat yang selalu ia tanamkan dalam benaknya.
Di balik keberhasilannya, Riri punya kebiasaan yang mendukung produktivitas: selalu membawa laptop ke mana pun ia pergi. Baik ke kampus, kafe, atau tempat lainnya, ia tetap berusaha mencicil skripsi—meskipun hanya satu paragraf dalam sehari. Baginya, yang terpenting adalah terus bergerak dan tidak larut dalam rasa malas.
Tentu saja, Riri tidak berjalan sendiri. Banyak pihak turut mendukung perjuangannya, baik secara moral maupun materiil. Salah satu sosok penting dalam perjalanannya adalah dosen pembimbing, Dr. Asep Purwo Yudi Utomo, S.Pd., M.Pd. Ia menjadi sumber motivasi dan dorongan disiplin yang terus menguatkan langkah Riri.
“Dosen-dosen UNNES selalu mengusahakan yang terbaik bagi mahasiswanya. Dosen pembimbing saya adalah salah satu yang sangat berjasa atas pencapaian ini,” ungkap Riri penuh rasa syukur.
Kini, di usia 21 tahun, Riri tengah melanjutkan studi S2-nya. Ia memiliki cita-cita besar untuk menjadi pendidik yang tidak hanya mengajar, tetapi juga mampu menginspirasi generasi muda. “Semoga saya bisa menjadi pendidik yang tidak hanya mengajar, tapi juga menginspirasi,” harapnya.
Di akhir kisahnya, Riri menyampaikan pesan untuk mahasiswa yang sedang berjuang menuntaskan tugas akhir. Ia menekankan pentingnya semangat, konsistensi, dan doa. “Setiap orang punya jalan hidup masing-masing. Kita tidak perlu terus-menerus membandingkan diri. Cukup lakukan yang terbaik dan berdoa. Urusan hasil, serahkan pada Tuhan,” pungkasnya.
Reporter: Leni Septiani dan Ananda Fathiyyah Utami
