Universitas Negeri Semarang (UNNES) melalui Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (FBS UNNES) kembali mengangkat warisan budaya lokal melalui penyelenggaraan Sarasehan Selasa Legen ke-113 yang membahas jejak panjang seni karawitan gaya Semarangan, Senin (13/1/2025).
Karawitan gaya Semarangan merupakan seni tradisional tetabuhan dengan instrumen gamelan Jawa yang memiliki kekhasan tersendiri. Karakteristik ini terlihat dari pola garapan instrumen kendang, bonang, kempul, dan peking yang unik, mencerminkan identitas khas Kota Semarang.
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Dhanang Respati Puguh, menyampaikan bahwa gaya Semarangan telah tumbuh sejak abad ke-18. Berdasarkan catatan sejarawan Benard Arps, pada tahun 1706, Bupati Suraadimenggala menyambut tamu negara di Kanjengan Semarang dengan pertunjukan gamelan dan tarian, yang pada saat itu dimainkan oleh para perempuan.
“Ini menunjukkan bahwa Semarang memiliki akar seni karawitan yang kuat sejak masa lampau,” ujarnya.
Dosen Fakultas Bahasa dan Seni UNNES, Dr. Widodo Brotosejati, turut hadir sebagai narasumber dalam sarasehan tersebut. Sebagai seniman sekaligus akademisi, Dr. Widodo telah berkontribusi menciptakan berbagai gending baru yang tetap mengusung nuansa Semarangan. Sarasehan ini dimoderatori oleh penyiar RRI Semarang, Siwi Jatmiko.
Popularitas karawitan Semarangan semakin meningkat pada awal abad ke-20 melalui siaran Radio Republik Indonesia (RRI) Semarang tahun 1960 sampai dengan 1970-an, serta rekaman kaset oleh Lokananta pada dekade 1970-1980an yang menampilkan karya-karya maestro karawitan Ki Nartosabdho. Kelompok seni seperti Paguyuban Karawitan Condhong Raos dan Ngripta Raras hingga kini menjadi penjaga kelestarian tradisi tersebut.
Prof. Dhanang menegaskan bahwa meski karawitan Semarangan masih dipentaskan dalam berbagai kegiatan, keberlanjutannya terancam jika tidak disertai inovasi. Ia mendorong generasi muda untuk lebih mengenal dan mengembangkan seni karawitan sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya.
Upaya pelestarian seni tradisional ini selaras dengan komitmen UNNES dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) poin 11, yaitu pembangunan kota dan permukiman yang inklusif, aman, tahan banting, dan berkelanjutan, melalui pelestarian budaya sebagai identitas lokal yang hidup.




