Wacana mengenai Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) telah mendapat perhatian khusus baik dari unsur pimpinan Universitas Negeri Semarang (UNNES) dan mahasiswa.
Guna memperjelas implikasi wacana SPI , Rektor, Wakil Rektor dan Dekan di UNNES mengadakan diskusi dengan perwakilan mahasiswa yang terdiri dari BEM KM dan BEM Fakultas pada Selasa, (24/5) di Rumah Dinas Rektor Jl. Kelud Raya, Semarang.
Perwakilan mahasiswa yang dipimpin oleh Presiden BEM KM UNNES, Akhmad Fauzi, menyampaikan bahwa SPI atau uang sumbangan di luar Uang Kuliah Tunggal (UKT) memberatkan mahasiswa UNNES yang kurang mampu. Universitas diharapkan dapat meningkatkan pemasukan dari pendapatan yang bukan berasal dari sumbangan mahasiswa. Mahasiswa juga berharap besaran UKT tidak dinaikkan.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Administrasi Umum, Dr. S. Martono, dalam diskusi tersebut menyampaikan sejumlah kondisi yang menyebabkan universitas mengalami defisit penerimaan.
Tiga Faktor
Menurut S Martono, setidak-tidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan defisit penerimaan UNNES pada tahun 2016. Pertama, terjadi penurunan jumlah bidik misi yang ditanggung pemerintah. Padahal sesuai amanat undang-undang, setiap perguruan tinggi harus menyediakan setidaknya 20 persen dari kuotanya untuk mahasiswa kurang mampu.
Kedua, dana Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang diberikan pemerintah kepada universitas mengalami penurunan. Ketiga, hingga saat ini pemerintah belum memperjelas kelanjutan beasiswa PPA.
Berkurangnya penerimaan universitas dari bidikmisi, BOPTN, dan beasiswa PPA yang diberikan pemerintah dapat dilihat sebagai implikasi dari penuruan anggaran yang diterima Kemristekdikti pada tahun 2016. Pada tahun 2015, Kemristekdikti menerima alokasi anggaran sebesar Rp42,7 triliun dan turun menjadi Rp37 triliun pada 2016.
Penurunan BOPTN, jumlah penerima bidikmisi, dan beasiswa PPA membuat UNNES mengalami pengurangan penerimaan. Jika dikalkulasi, UNNES mengalami kekurangan anggaran sebesar Rp14 miliar. Kekurangan anggaran ini harus dicarikan solusi karena UNNES harus terus memberikan layanan pendidikan secara memadai kepada mahasiswa.
Untuk menghadapi situasi demikian UNNES telah merumuskan tiga strategi. Pertama, melakukan efisiensi dengan mengurangi perjalanan dinas, mengurangi honor kegiatan, dan mengurangi kegiatan seremonial.
Kedua, membuka kesempatan bagi masyarakat untuk turut berpartisipasi memberikan sumbangan, hibah, atau amal. Ketiga, meningkatkan pendapat di luar sumbangan masyarakat atau mahasiswa dengan meningkatkan kerja sama dan meningkatkan pemanfaatan aset.
Kegiatan Mahasiswa, Beasiswa, dan Penelitian
Pada tahun-tahun sebelumnya, mahasiswa afirmasi dan/atau kurang mampu, pengiriman delegasi kegiatan mahasiswa, dan penelitian dosen/mahasiswa didanai melalui BOPTN. Namun karena BOPTN dikurangi, pos-pos tersebut tidak mendapatkan anggaran. Hal itu telah dibahas oleh tim anggaran di Kementerian.
UNNES tidak mungkin meniadakan tiga bidang kegiatan tersebut karena sangat penting dan esensial. Beasiswa dan program afirmasi adalah amanat undang-undang. Pengiriman delegasi mahasiswa juga sangat penting untuk menunjang peningkatan prestasi dan pembentukan karakter mahasiswa. Demikian pula kegiatan penelitian, merupakan kegiatan yang sangat penting karena merupakan salah satu dari tri dharma perguruan tinggi.
Untuk menjamin ketiga hal itu tetap berjalan, UNNES perlu membuka diri untuk menerima sumber penerimaan lain, termasuk sumber pendanaan dari masyarakat.
Menanggapi saran agar universitas mencari sumber penerimaan lain, S Martono menjelaskan sudah melakukannya. Seja k lama UNNES telah berusaha meningkatkan pendapatan dengan mekanisme kerja sama, persewaan, dan giro. Namun dari sekian banyak sumber penerimaan itu, belum cukup untuk menutupi defisit penerimaan UNNNES.
Sampai di situ, menurut S Martono, SPI dapat dilihat sebagai jalan tengah agar universitas memperoleh penerimaan tambahan sehingga pelayanan terhadap mahasiswa tetap terjaga kualitasnya. SPI bukan komersialisasi pendidikan karena bersifat sukarela.
Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman di berbagai pertemuan dengan mahasiswa telah menjelaskan bahwa SPI bukanlah kewajiban bagi mahasiswa baru UNNES yang diterima melalui jalur Seleksi Mandiri. Pembayaran SPI bersifat sukarela. Dalam formulir isian, tersedia nominal 0 (nol) yang berarti orang tua calon mahasiswa memilih tidak memberikan SPI.
“SPI tidak wajib. Sifatnya sukarela. Kalau memang ada orang yang memiliki harta berlebih dan berniat menyumbang untuk UNNES, kenapa kita tidak terima?” tanyanya.
Saya rasa penerapan kebijakan SPI telah difikirkan secara matang oleh para pemangku Kebijakan di Unnes, tinggal nantinya pengawasan dari kebijakan ini untuk terus dijaga dan yang terpenting adalah tranparasi jika hal tersebut benar benar dibutuhkan, sehingga kemudian bisa meminimalisir penyelewengan tidak terasa yang mungkin saja muncul. Jadi ingat sebuah peribahasa “Jer Basuki Mowo Beo”. segala sesuatu memang butuh biaya. Yang penting adalah penaikan tersebut terukur dan telah melewati sekian banyak proses diskusi, dialog dan pemikiran pemikiran. Semangat!
Semoga kebijakan yang diambil bisa diterima semua pihak.