Universitas Negeri Semarang (UNNES) mengukuhkan Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Prof Dr Zainudin Amali SE MSi sebagai Profesor Kehormatan dalam bidang ilmu Kebijakan Olahraga (Sport Policy) pada Fakultas Ilmu Keolahragaan UNNES. Pengukuhan ini dilakukan oleh Rektor UNNES Prof Dr Fathur Rokhman MHum di Gedung Auditorium Prof Wuryanto UNNES, Sabtu (20/8).
Dalam orasi ilmiah bertajuk “Kebijakan Olahraga Nasional Menuju Indonesia Emas Tahun 2045 (Penerapan Metode TARSIL dalam Kebijakan Pembangunan Olahraga Nasional)”, Prof Dr Zainudin Amali SE MSi merumuskan penguatan hubungan vertikal antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mengembangkan kebijakan baru yang sesuai dengan konsep pembangunan keolahragaan yakni Trust, Authority, Responsibility, Supervision, Integration, dan Local Wisdom (TARSIL).
Profesor yang memiliki pengalaman luar biasa ini menjelaskan model TARSIL merupakan model konstruksi Otonomi Daerah sebagai upaya Pemerintah Pusat memberikan kewenangan untuk menunjang pemerintahan yang partisipatif dengan mengedepankan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
Dia menjabarkan TARSIL sebagai berikut Trust, Authority, Responsibility, Supervision, Integration, dan Local Wisdom
Pertama, Trust yang mempunyai esensi bahwa penyelenggaraan otonomi daerah membutuhkan rasa percaya dari tiga unsur utama dalam hubungan Pemerintahan yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
Kedua, Authority diartikan bahwa kewenangan yang diberikan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah mengandung berbagai jenis kewenangan antara lain; Kewenangan Wajib, Kewenangan Pilihan, dan konkuren. Sementara dalam kewenangan yang tidak dapat diberikan kepada Pemerintah Daerah ialah Kewenangan Absolut, meliputi: a) Politik Luar Negeri; b) Pertahanan; c) Keamanan; d) Yustisi; e) Moneter dan Fiskal Nasional f) Agama.
Ketiga, Responsibility yaitu, tanggung jawab dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah termasuk memenuhi respon masyarakat terhadap penyelenggaraan Otonomi Daerah, di mana Pemerintah memiliki rasa tanggung jawab terhadap kebijakannya, baik dalam konteks Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
Keempat, Supervisi yang berarti bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tidak bisa dilepas tanpa kendali, tetapi Pemerintah Pusat wajib melakukan supervisi, yaitu: membuat regulasi turunan, membuat Petunjuk Pelatihan dan Petunjuk Teknis, memberikan reward atau penghargaan, memberikan punishment atau hukuman; dan memberikan pembinaan. Fungsi supervisi adalah bagaimana Pemerintah Pusat melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Daerah.
Kelima, Integration dalam model ini memiliki esensi bahwa penyelenggaraan Otonomi Daerah tidak dapat dilakukan dengan patahan-patahan dan sporadis.
Keenam, Local Wisdom atau seringkali disebut indigenous knowledge secara leksikal mengandung makna sistem sosial budaya yang menjadi pijakan dalam kehidupan masyarakat.
Prof Zainudin Amali menegaskan Model TARSIL tercipta sebagai alternatif untuk menjawab fenomena penyelenggaraan Otonomi Daerah yang memerlukan hubungan dan kebijakan yang sinergis antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Selain itu juga TARSIL mampu memfasilitasi dan mengatasi ketidakserasian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam sistem pembangunan keolahragaan.
Dia berharap nilai-nilai TARSIL dapat menjadi ruh dari berbagai kebijakan keolahragaan di Indonesia. Nilai-nilai TARSIL sangat relevan untuk mewujudkan kebijakan sistem pembangunan olahraga menuju Indonesia Emas.