Tim peneliti dari dua negara, Indonesia dan Malaysia, melakukan penelitian kolaboratif tentang pertunjukan tari. Para peneliti berasal dari Universitas Negeri Semarang (UNNES), Indonesia, dan Universiti Malaya (UM), Malaysia. Penelitian itu berhasil mengungkap peran penting pertunjukan tari di Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) sebagai media promosi budaya. Di sisi lain, pertunjukan tari di bandara tersebut juga menjadi sarana penguatan identitas multietnis Malaysia.
Tim gabungan kedua universitas melakukan penelitian ini di KLIA Terminal 1, pada 12 Juni 2025 lalu. Tim peneliti Unnes terdiri atas Lesa Paranti, M.A., Rimasari Pramesti Putri, M.Pd., dan Nadia Sigi Prameswari, M.Sn. Mereka bekerja sama dengan tim peneliti dari UM Malaysia, yakni Dr. Sang Woo Ha dan Prof. Hanafi bin Hussin.
Para peneliti menggunakan metode observasi langsung dan partisipatif dalam melaksanakan penelitiannya. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan para penari serta pihak penyelenggara pertunjukan dari Malaysia Airports. Penelitian juga memanfaatkan dokumentasi visual.
Hasil awal penelitian menunjukkan bahwa pertunjukan seni tari yang rutin berlangsung di KLIA merupakan bagian dari inisiatif Malaysia Airports Holdings Berhad untuk memperkenalkan dan memperkuat citra budaya Malaysia kepada wisatawan internasional.
Merayakan keragaman
Malaysia merupakan negara yang kaya akan keberagaman etnis, termasuk Melayu, Cina, India, Sabah, dan Sarawak, serta etnis lainnya. Dengan modal sosial dan kultural semacam itu, seni pertunjukan dapat menjadi medium inklusif untuk merayakan keragaman.
Pada saat yang sama, seni pertunjukan juga dapat menjadi alat untuk mempererat kohesi sosial. Pertunjukan tari di Bandara KLIA umumnya mengangkat tema-tema dari perayaan besar nasional, seperti Hari Raya Idulfitri, Tahun Baru Cina, Deepavali, hingga Hari Malaysia.
Penyesuaian tema ini menjadi strategi untuk menyampaikan kekayaan budaya kepada pengunjung dari berbagai penjuru dunia secara kontekstual dan menarik. Pertunjukan tari di Bandara KLIA pada bulan Juni 2025 mengangkat tema multicultural.
Tema itu kemudian hadir dalam satu kemasan tarian, yang menampilkan lima etnis besar di Malaysia. Tarian tersebut mengambil gerak-gerak khas dan kostum dari setiap etnis dalam balutan musik Visit Malaysia. Walhasil, kehadiran pertunjukan itu memberikan pengalaman estetik yang unik bagi para pengunjung di Bandara KLIA.
Diplomasi budaya
Lesa Paranti, salah satu peneliti dari Unnes, menyatakan bahwa bandara sebagai ruang publik global menjadi panggung strategis untuk menampilkan seni pertunjukan. Sementara itu, Puan Nabila, selaku pihak manajemen Malaysia Airports menyampaikan bahwa pengenalan tari di KLIA sudah berlangsung selama lima tahun.
“Selain untuk mengenalkan budaya Malaysia, pertunjukan juga bertujuan menyerap tenaga kerja, khususnya dalam bidang seni, mengingat mayoritas performer menjadi pegawai tetap di KLIA,” kata Puan.
Penelitian ini merupakan bagian dari kerja sama lintas negara dalam bidang seni pertunjukan dan pariwisata budaya. Para peneliti berharap, penelitian tersebut dapat berkontribusi pada pengembangan kebijakan kebudayaan di ruang publik, baik di Malaysia maupun di Indonesia.
Penelitian ini mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor 11: Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan, serta SDGs nomor 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Pertunjukan tari di ruang publik seperti bandara menjadi bagian dari upaya menciptakan ruang kota yang inklusif dan ramah budaya, sekaligus berperan dalam memperkuat identitas lokal dan memperluas akses terhadap ekspresi budaya.
Kolaborasi antara Unnes dan Universiti Malaya juga memperlihatkan pentingnya kerja sama internasional dalam mendorong diplomasi budaya dan pertukaran pengetahuan antarbangsa.




