Tim pengabdian kepada masyarakat dari Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Negeri Semarang (Unnes) mengedukasi warga Desa Kemambang, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Sabtu (26/7/2025). Bersama Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jateng, Unnes memberikan pemahaman informasi cuaca dan iklim, termasuk mitigasi bencana di desa rawan longsor tersebut.
Ketua Tim Pengabdian Kepada Masyarakat dari Unnes, Prof. Dr. Supriyadi mengatakan, masyarakat dibekali ilmu pengetahuan terkait iklim dan cuaca supaya mereka lebih memahami. Selain itu tangguh saat menghadapi potensi bencana, serta bentuk mitigasi penanganan bencananya.
“Melalui sosialisasi ini, kami mengajak petugas dari BMKG Jateng yang akan bicara masalah iklim dan cuaca di Desa Kemambang yang merupakan daerah rawan bencana longsor. Harapannya, masyarakat yang bekerja beragam profesi di bidangnya bisa mengetahui penyebab adanya iklim dan cuaca, serta dampak yang ditimbulkan saat musim kering dan hujan,” katanya disela-sela sosialisasi di aula Balai Desa Kemambang.

Guru Besar Geofisika Terapan ini menuturkan, tim pengabdian juga menandatangani kerja sama dengan Pemerintah Desa Kemambang sebagai mitra binaan Unnes. “Kerja sama itu bisa di bidang pendidikan seperti peningkatan kapasitas guru, serta sektor lingkungan pada pengelolaan sampah organik,” jelas Kepala Prodi S2 Fisika, MIPA Unnes tersebut.
Anggota tim pengabdian ini yaitu Dr Agus Yulianto MSi, Dr. Khumaedi M.Si, Dr. Sunarno M.Si, Dr. Siti Wahyuni M.Si, Fianti M.Sc Ph.D, Suraji S.Pd M.Pd, serta Rodhotul Muttaqim S.Si. Kegiatan pengabdian yang juga melibatkan mahasiswa S2 MIPA Unnes ini menghadirkan Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Semarang Alexander Gunawan Tribiantoro sebagai narasumber.
Dua narasumber lainnya dari Bagian Data dan Informasi BMKG Jateng, Sri Endah Ardhiningrum Abdullah dan Abdul Latif. Dalam paparannya, Alexander mengatakan, Kemambang ini tergolong daerah rawan bencana longsor, namun sudah menjadi desa tangguh bencana.
“Selain Banyubiru, ada beberapa kecamatan lain yang juga masuk kategori rawan longsor karena memiliki dataran tinggi yaitu Bandungan, Jambu, Sumowono, Getasan, dan Pringapus,” ujarnya. Saat curah hujan tinggi, potensi longsor ada di desa seperti Kumambang ini, antisipasinya dengan memasang trucuk bambu, dan lahan gundul di titik tertentu ditutup terpal.
Narasumber lain, Sri Endah menjelaskan adanya fenomena anomali yang harus dipahami masyarakat, seperti terjadinya hujan jam-jaman, maupun hujan deras tapi singkat. Pada jeda musim, terkadang saat penghujan malah tidak turun hujan, sebaliknya saat kemarau, terkadang justru terjadi hujan.
“Dampak anomali cuaca itu bisa mengakibatkan terjadinya kekurangan air atau kekeringan, bahkan bisa juga menimbukan terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir,” ujarnya. Di sisi lain, Abdul Latif menegaskan, informasi iklim cuaca sangat penting bagi kehidupan manusia karena bisa memengaruhi aktivitas sehari-hari.
Menurut dia, enam unsur yang mempengaruhi cuaca dan iklim yaitu radiasi matahari, tekanan udara, cuaca hujan, suhu, dan kelembaban udaranya. “Cuaca mempengaruhi aktivias sehari-hari, misalnya petani karena cuaca panas tentu akan ke ladangnya lebih pagi dan sopir truk kalau jalanan banjir tidak bisa aktivitas,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Kemambang, Heru Susanto mengapresiasi sosialisasi tim Unnes dan BMKG yang tentu bermanfaat bagi warganya. Desa Kemambang tercatat data BPBD sebagai daerah rawan longsor, hal itu berada di tiga dukuh yaitu Sodong, Plalar, dan Bakalan.
“Dulu memang pernah ada bencana longsor, tapi tiga tahun terakhir ini zero bencana longsornya,” ungkapnya. Kegiatan tim pengabdian patut diapresiasi, tapi pihaknya berharap agar program lain bisa diberikan untuk kemajuan warga desanya.





