Prof. Dr. Ani Rusilowati, M.Pd. adalah profesor pada bidang Evaluasi Pendidikan di FMIPA UNNES. Latar Belakang Pendidikan S1 Pendidikan Fisika (IKIP Semarang), dilanjutkan S2 dan S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (UNY). Diantara mata kuliah yang diampu adalah Evaluasi Pembelajaran Fisika, Statistika, Metode Penelitian Pendidikan, Evaluasi dan Supervisi Pendidikan IPA. Memiliki kepakaran penelitian dan evaluasi pendidikan. Diantara buku yang telah ditulis adalah Pengembangan Tes Kemampuan Dasar Membaca Sains Berdasarkan Psikologi Kognitif dan juga Penelitian Kependidikan: Teori dan Aplikasinya. Alamat surat elektronik: rusilowati[a]mail.unnes.ac.id.
Pendahuluan
Kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya literasi baik literasi membaca, sains dan matematika, belum memuaskan. Hal itu tercermin dari laporan beberapa lembaga internasional berkenaan dengan tingkat daya saing sumber daya manusia kita dengan negara-negara lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh International Educational Achievement (IEA), International in Matemathics and Science Study (TIMSS), Programme for International Student Assessment (PISA), semua menunjukkan bahwa literasi membaca, sains dan matematika siswa di Indonesia selalu berada di posisi bawah dibanding dari negara lain. Data TIMSS tahun 1999, 2003, 2007, 2011, skor literasi sains siswa Indonesia tidak pernah berada pada posisi atas. Tahun 2015 Indonesia menempati urutan ke 44 dari 47 peserta (Martin, 2016). Begitu pula hasil penilaian PISA, sejak tahun 2000 hingga 2018 Indonesia berada di peringkat bawah. Posisi Indonesia di tahun 2018 untuk literasi membaca di peringkat 72 dari 77 negara, dan literasi sains berada di peringkat 70 dari 78 negara (OECD, 2018).
Pemerintah telah berupaya meningkatkan kemampuan literasi siswa, baik literasi membaca, sains, maupun matematika melalui penerapan pembelajaran tematik, aktif berpusat pada siswa. Namun hasilnya masih belum memuaskan. Kebijakan pemerintah menerapkan kurikulum yang menuntut pembelajaran tematik/terpadu dengan harapan siswa dapat memahami suatu materi pelajaran secara holistik dan integratif. Tetapi, implementasi pembelajaran terpadu di sekolah tidaklah mudah. Faktor penunjang seperti mindset dan kemampuan guru, ketersedian buku ajar dan perangkat pembelajaran lain harus dipersiapkan, agar perubahan kurikulum memiliki dampak positif bagi peningkatan mutu pendidikan. Kebijakan pemerintah terbaru adalah penerapan asesmen nasional yang meliputi asesmen kompetensi minimum (AKM), survey karakter dan survey lingkungan. Harapannya dengan kebijakan ini dapat mendongkrak literasi membaca, sains dan matematika di kancah internasional. AKM dengan mata uji literasi dan numerasi relevan dengan apa yang dilakukan oleh TIMSS dan PISA. Kebijakan yang lain adalah memberlakukan kurikulum prototipe, yang salah satunya memadukan antara IPA dan IPS menjadi IPAS.
Kompetensi literasi dan numerasi dapat dilatihkan melalui pembelajaran terpadu, misalnya IPA dan IPS. Keterpaduan antara IPA dan IPS (selanjutnya disebut IPAS) menjadi salah satu solusi pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi literasi dan numerasi. Desain pembelajaran IPAS terintegrasi literasi dan numerasi perlu dikembangkan. Isue alam dan sosial merupakan konteks yang universal yang dapat digunakan sebagai konteks tes literasi baik secara personal, regional ataupun global. Materi IPA dan IPS dapat digunakan sebagai konten tes literasi dan numerasi. Ketersediaan desain ini dapat membantu pemerintah dalam mewujudkan kompetensi guru dalam mempersiapkan kompetensi literasi dan numerasi siswa. Desain pembelajaran IPAS ini dapat digunakan sebagai acuan bagi guru, khususnya sekolah dasar, dalam merencanakan pembelajaran yang dapat meningkatkan kompetensi literasi dan numerasi siswa.
Konsep Desain Pembelajaran IPAS
Desain pembelajaran merupakan proses sistematis, berdasarkan teori pendidikan, strategi pembelajaran, dan spesifikasi untuk mempromosikan pengalaman belajar yang berkualitas (Mustaro, dkk., 2017). Pengembangan desain pembelajaran didasarkan pada pemilihan komponen berurutan yang terorganisir, informasi, data, dan prinsip teoretis pada setiap tahapnya. Produk desain diuji dalam situasi dunia nyata baik selama pengembangan ataupun pada akhir proses pengembangan (Gredler, 2001).
Desain pembelajaran juga dapat difungsikan sebagai prosedur untuk mengembangkan kurikulum pendidikan dan pelatihan secara konsisten dan andal (Branch & Merrill, 2012). Pengembangan desain pembelajaran merupakan proses kompleks yang kreatif, aktif, dan iteratif (Gustafson & Branch, 2002), dan dirancang secara sistemais untuk memastikan kualitas pelaksanaan pembelajaran (Kurt. S, 2017).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa desain pembelajaran didefinisikan sebagai pembuatan rancangan dan perangkat pembelajaran dengan memperhatikan kebutuhan peserta didik, mendefinisikan pencapaian tujuan pembelajaran, merancang dan merencanakan tugas/penilaian pembelajaran, serta merancang kegiatan belajar mengajar untuk memastikan kualitas pembelajaran. Salah satu desain pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi literasi dan numerasi pada AKM adalah desain pembelajaran IPAS. Desain ini menitikberatkan pada materi lintas bidang studi, yaitu IPA dan IPS diintegrasikan dengan literasi dan numerasi.
Fitur pendukung desain pembelajaran IPAS terintegrasi literasi dan numerasi meliputi (1) pemetaan materi yang dapat diintegrasikan, 2) model pembelajaran yang sesuai, (3) Silabus, (4) RPP, (5) materi ajar yang mendukung, (6) media pembelajaran yang sesuai, dan (7) instrumen untuk mengukur literasi dan numerasi. Pengembangan fitur pendukung ini disesuaikan dengan karakteristik siswa, disajikan secara kontekstual, agar memudahkan siswa dalam memperoleh kompetensi literasi dan numerasi.
Pengembangan desain pembelajaran salah satunya dapat mengacu pada model ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation) oleh Dick & Carrey (1996). Tahap analysis digunakan untuk menggambarkan masalah pembelajaran sesungguhnya yang perlu dicari solusinya. Pada tahap ini dilakukan analisis lingkungan dan kebutuhan belajar. Kegiatan pada tahap analisis meliputi: (1)mengidentifikasi KI/KD IPAS, (2) menetapkan indikator pencapaian kompetensi, (3) merumuskan tujuan pembelajaran, dan (4) memetakan materi IPAS terintegrasi literasi dan numerasi ke dalam tema dan subtema, dan (5) menganalisis kebutuhan belajar siswa.
Tahap selanjutnya adalah design, yaitu menentukan alternaif solusi yang akan digunakan untuk mengatasi masalah pembelajaran. Perancangan spesifikasi proses pembelajaran yang efektif dan efesien disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan belajar siswa. Seorang perancang program pembelajaran perlu menentukan solusi yang tepat dari berbagai alternatif yang ada. Kegiatan pada tahap ini adalah mendesain model pembelajaran beserta fitur pendukungnya meliputi silabus, RPP, Bahan ajar, Media pembelajaran, Alat evaluasi. Produk pada tahap ini merupakan produk hipotetik.
Tahap development merupakan penerapkan perancangan untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Kegiatan pada tahap ini adalah (1) pengembangan model pembelajaran IPAS sesuai rancangan, (2) validasi produk oleh pakar, (3) ujicoba produk sekaligus sebagai evaluasi formatif. Uji materi dilakukan oleh akademisi dan uji keterbacaan oleh praktisi (guru).
Tahap implementation merupakan tahap penerapan produk dalam pembelajaran, pengambilan data tentang keefektifan dan kepraktisan produk. Tahap terakhir adalah evaluation yaitu menilai keefektifan dan kepraktisan produk hasil pengembangan, dalam meningkatkan literasi dan numerasi siswa. Hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar penentuan desain tersebut dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran. Tahap ini merupakan kegiatan evaluasi sumatif.
IPAS
IPAS merupakan gabungan antara IPA dan IPS. IPAS secara konten sangat dekat dengan alam dan interaksi antarmanusia. Pembelajaran IPAS perlu menghadirkan konteks yang relevan dengan kondisi alam dan lingkungan sekitar siswa (Tim, 2021). IPAS juga berperan penting dalam pembentukan kompetensi literasi dan numerasi. Saat ini literasi dan numerasi secara umum dipahami hanya terkait dengan Bahasa Indonesia dan Matematika. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengembangan IPAS yang dapat dikaitkan dengan literasi dan numerasi. Dengan demikian, siswa dapat terbantu dalam memahami konten dan konteks mata pelajaran IPAS, memperkuat penguasaan literasi dan numerasi serta menjadi kecakapan hidup dalam kehidupan sehari-hari.
IPA atau Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains memiliki tiga komponen yang tidak dapat dipisahkan, yaitu produk, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Oleh sebab itu belajar sains adalah belajar produk, proses, dan sikap. Sains sebagai produk memiliki makna sains merupakan organisasi fakta, konsep, prosedur, prinsip, dan hukum-hukum alam. Sains sebagai proses menjelaskan bahwa temuan sains diperoleh dari proses ilmiah atau kerja ilmiah. Sains sebagai sikap memiliki makna bahwa sikap ilmiah mendasari proses ilmiah yang berguna dalam menghasilkan produk sains.
IPS merupakan pengetahuan yang mengkaji peristiwa, fakta, dan konsep yang berkaitan dengan ilmu sosial. Melalui pembelajaran IPS, siswa diarahkan untuk menjadi warga negara Indonesia yang berwawasan sosial luas, demokratis, dan bertanggung jawab, serta menjadi warga dunia yang cinta damai.
Keterpaduan IPA dan IPS mendasari pengembangan konten literasi dan numerasi lebih kontekstual, karena materi IPA mendapat dukungan kondisi kontekstual masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dari IPS.
AKM
AKM merupakan bagian dari asesmen nasional yang dikenakan kepada siswa. Kempetensi siswa yang diukur melalui AKM adalah literasi dan numerasi. Penerapan AKM dimulai tahun 2021. AKM diharapkan dapat mengukur secara mendalam kompetensi siswa, tidak sekedar isi/konten. AKM nasional dikenakan kepada siswa mulai kelas 5, sedangkan AKM Kelas mulai kelas 2. Hal yang diukur dalam AKM adalah kompetensi literasi dan numerasi. Literasi menuntut kemampuan bernalar tentang dan penggunaan bahasa. Numerasi menuntut kemampuan bernalar menggunakan matematika. Komponen yang diukur meliputi konten, konteks dan proses. Hal ini sesuai dengan domain yang diukur pada asesmen internasional TIMSS dan PISA (Kemdikbud, 2020).
Penyelenggaraan AKM nasional dilaksanakan untuk kelas 5, 8 dan 11. Komponen instrumen AKM mencakup konten, konteks dan proses kognitif. Konten pada literasi membaca berupa teks informasi dan teks fiksi. Konten numerasi meliputi bilangan, pengukuran dan geometri, data dan ketidakpastian, serta aljabar. Konteks menunjukkan aspek kehidupan atau situasi untuk konten yang digunakan, berupa personal, sosial budaya, dan saintifik. Proses kognitif pada literasi membaca dibedakan menjadi 3 level yaitu menemukan informasi, interpretasi dan integrasi, serta evaluasi dan refleksi. Pada numerasi, juga dibedakan dalam 3 level, yaitu pemahaman, penerapan dan penalaran.
Literasi
Pendidikan sains sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan sains membangun siswa untuk berpikir dalam memahami fenomena atau kejadian alam dengan metode ilmiah seperti yang dilakukan oleh ilmuwan (NRC, 1996). Pendidikan sains juga menyiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab terhadap kejadian di sekitar, seperti fenomena global warming atau pun kejadian lain (Sahlan & Rusilowati, 2012). Setidaknya ada empat elemen utama dalam pendidikan sains, yaitu (1) membangun pengetahuan siswa tetang konsep-konsep sains (kognitif), (2) mengembangkan kemampuan siswa beragumen secara kritis dalam kegiatan sains (psikomotorik), (3) memahamkan siswa tentang proses, bagaimana peristiwa itu terjadi, bukan sekedar mengetahui (how they know not what they know), dan (4) melatih siswa untuk belajar bekerja sama dan membangun sikap ilmiah (aspek sosial dan afektif) (Osborne, 2007).
Holbrook & Rannikmae (2007) mengajukan tiga domain dalam pendidikan sains, yaitu domain sosial (society domain), domain personal (personal domain) dan domain hakikat sains (nature of science domain). Dalam domain sosial, pendidikan sains diharapkan membekali siswa dengan nilai-nilai sosial seperti belajar bekerja sama, pemecahan masalah serta pengambilan keputusan. Aspek domain personal, siswa membekali diri sendiri untuk masa depannya dengan kemampuan intelektual, sikap intelektual, dan kemampuan berkomunikasi. Domain yang terakhir adalah hakikat sains, yaitu membangun sains dengan kerangka investigasi ilmiah yang mencakup metode ilmiah seperti yang dilakukan para ilmuwan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa membekali diri siswa untuk masa depan baik dimensi personal maupun sosial merupakan inti dari pembelajaran sains di kelas.
Literasi sains merupakan kemampuan siswa menggunakan konsep sains untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, menjelaskan fenomena ilmiah serta menggambarkan fenomena tersebut berdasarkan bukti-bukti ilmiah (OECD, 2007; Shwartz, Ruth & Hofstein, 2006; Bybee, McCrae & Luria, 2009). Literasi sains dan sosial menjadi tujuan kurikulum pendidikan sains abad 21 di berbagai negara (Millar, 2006). Beberapa topik atau bahasan yang dikembangkan bersifat kontekstual, mudah ditemukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya kualitas udara, kesehatan, kebencanaan, dan lain-lain.
Aspek penting dalam literasi sains dan sosial adalah (1) konsep sains dan sosial dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari; (2) proses inkuiri sains dan sosial, (3) memahami hakikat sains dan sosial; dan (4) memahami hubungan antara sains, teknologi dan masyarakat (Chi Lau, 2009). Shwartz et al (2006) menambahkan bahwa literasi sains dan sosial berbeda untuk setiap orang. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti umur, pengalaman, pengetahuan dan lingkungan. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini kemampuan literasi yang akan dikembangkan mencakup empat aspek, yaitukonteks, kompetensi, pengetahuan, dan sikap terhadap sains dan ilmu sosial.
Literasi sains (dan sosial) merupakan kemampuan menggunakan konsep sains (dan sosial) untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, menjelaskan fenomena ilmiah serta menggambarkan fenomena tersebut berdasarkan bukti-bukti ilmiah (OECD, 2007; Bybee et al., 2009; Rusilowati, 2013).
Numerasi
Numerasi merupakan salah satu kompetensi yang diukur dalam AKM. Numerasi menuntut kemampuan bernalar menggunakan matematika. Konten numerasi meliputi bilangan, pengukuran dan geometri, data dan ketidakpastian, serta aljabar. Konteks menunjukkan aspek kehidupan atau situasi untuk konten yang digunakan, berupa personal, sosial budaya, dan saintifik. Proses kognitif pada literasi membaca dibedakan menjadi 3 level yaitu menemukan informasi, interpretasi dan integrasi, serta evaluasi dan refleksi. Pada numerasi, juga dibedakan dalam 3 level, yaitu pemahaman, penerapan dan penalaran.
Mengajarkan IPAS
Pelaksanaan pembelajaran IPAS tidak berbeda dengan mata pelajaran lain. Rencana pembelajaran perlu dibuat terlebih dahulu agar pembelajaran sesuai dengan kurikulum, silabus dan tujuan pembelajaran. Penetapan model pembelajaran yang sesuai perlu dilakukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Bahan ajar yang relevan, media pembelajaran dan penilaian disesuaikan dengan karakteristik materi IPAS.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk membelajarkan IPAS dalam rangka mempersiapkan siswa menghadapi AKM adalah Reflection Discovery Learning. Model ini memiliki sintaks seperti yang ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sintaks Reflection Discovery Learning
Fase | Kegiatan | Deskripsi |
1 | Pendahuluan | Pengkondisian siswaApersepsiPemberian motivasiPenyampaian indikator pencapaian kompetensi |
2 | Pemberian rangsangan (stimulation) | Siswa mencermati bahan ajarSiswa memperhatikan penjelasan guruSiswa mencermati Lembar kerja (LK) |
3 | Pernyataan/ Identifikasi masalah (problem statement) | Setiap siswa dalam kelompok membuat pernyataan masalah sesuai dengan percobaan/ kegiatan yang akan dilakukan |
4 | Pengumpulan data (data collection) | Setiap siswa dalam kelompok melakukan kegiatan percobaan/ simulasi, mengumpulkan data, dan menjawab pertanyaan dalam LK |
5 | Pengolahan data (data processing) | Siswa mengolah/menganalisis data |
6 | Pembuktian (verification) | Siswa melakukan pembuktian berdasarkan data yang diperoleh |
7 | Penarikan simpulan/generalisasi (generalization). | Siswa membuat kesimpulan hasil percobaan/diskusinya |
8 | Pengomunikasian (communication) | Siswa mempresentasikan hasil percobaan/diskusiSiswa diajak merangkum materi yang telah dipelajariSiswa diajak berlatih mengerjakan soal literasi dan numerasi |
9 | Evaluasi (Evaluation) | Siswa mengerjakan evaluasi yang diberikan oleh guru |
10 | Refleksi (Reflection ) | Siswa diajak melakukan refleksi |
11 | Penutup | Pemberian tugas dan rencana kegiatan selanjutnyaMengaikhiri pertemuan |
Bahan ajar yang digunakan disusun berdasarkan pemetaan kurikulum IPA dan IPS, capaian pembelajaran IPA dan IPS yang selanjutnya dapat dibuat tema IPAS. Tema IPAS mungkin saja berbeda antara satu guru dengan gura yang lain, tergantung kreativitasnya. Namun, capaian pembelajarann pastinya sama sesuai tuntutan kurikulum. Desain bahan ajar IPAS dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Fitur Bahan Ajar IPAS
Deskripsi setiap fitur Bahan Ajar IPAS adalah sebagai berikut.
- Membaca yuk! – Berisi materi ajar IPA dan IPS, mengaitkan materi IPAS dan literasi
- Mencoba yuk! – Kegiatan percobaan IPA dan IPS
- Berhitung yuk! – Mengaitkan materi IPAS dengan numerasi
- Berlatih yuk! – Latihan soal literasi dan numerasi IPAS
- Merangkum yuk! – Berisi rangkuman materi IPAS
- Menilai yuk! – Berisi soal evaluasi literasi dan numerasi
- Refleksi Yuk! – Kegiatan merefleksi diri atas perasaan, konsep yang telah dipelajari dan apa yang ingin dipelajari lebih lanjut.
PENUTUP
IPAS merupakan salah satu pengembangan kurikulum, yang memadukan materi IPA dan IPS menjadi satu tema dalam pembelajaran. IPA yang mempelajari tentang alam, pastinya juga sangat dengan dengan kondisi masyarakat atau lingkungan, sehingga memungkinkan untuk diajarkan secara integratif. Dengan IPAS diharapkan konteks literasi dan numerasi yang dituntut dalam AKM dapat dipahami siswa dengan mudah. Konteks dapat digunakan sebagai stimulan dalam pembuatan soal literasi dan numerasi, yang berupa teks, baik teks fiksi, nonfiksi atau gabungan fiksi dan nonfiksi. Harapannya literasi dan numerasi siswa meningkat.
Semoga tulisan ini bermanfaat, setidaknya memberikan informasi tentang IPAS dan AKM sebagai bagian dari asesmen nasional, sehingga kita dapat memberikan bekal kepada para mahasiswa tekait kebijakan pemerintah saat ini.
________________________________________________________________________________________________________________
Tulisan ini merupakan karya Prof. Dr. Ani Rusilowati, M.Pd. bersama dengan Prof. Dr. Juhadi, M.Si. (Jurusan Geografi FIS UNNES) dan Arif Widiyatmoko, S.Pd., M.Pd., Ph.D. (Jurusan IPA Terpadu FMIPA UNNES).
________________________________________________________________________________________________________________
Daftar Pustaka
Branch, R. M., & Merrill, M. D. (2012). Characteristics of instructional design models. Trends and issues in instructional design and technology, 8-16.
Bybee,R., McCrae, B. & Laurie, R. (2009). PISA 2006: An Assessment of Scientific Literacy. Journal of Reseach in Science Teaching 46(8), 865–883
Chi-lau, K. (2009). A critical examination of PISA ‘s Assesment on scientific literacy.International Journal of Mathematics and Science Education 7 , 1061-1088
Gustafson, K. L., & Branch, R. M. (2002). What is instructional design. Trends and issues in instructional design and technology, 16-25.
Gredler, M. E. (2001). Learning and Instruction: Theory in toPractice,Fourth Ed. Merrill Prentice-Hall: Columbus, OH.
Ddick, W. & Carey, L. (2001). The Systematic Design of Instructional. United State: Addison-Wesley Educational Publishers Inc.
Holbrook & Rannikmae. (2007). The nature of science Education for enhancing scientific literacy. International Journal of Science Education, 29, (11)1347-1362
Kemdikbud. (2020). Asesmen Nasional: AKM, Survey Karakter dan Lingkungan Belajar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Perbukuan
Kurt, S. (2017). Definitions of Instructional Design, in Educational Technology, July 1, 2017. Retrieved from https://educational technology.net/definitions-instructional-design/
Millar. (2006). Twenty First century Science : Insight from the design and implementation of a scientific literacy approach in school science .International Journal of Science Education 28 (13), 1499-1521
Mustaro, P. N., Silveira, I. F., Omar, N., & Stump, S. M. D. (2007). Structure of storyboard for interactive learning objects development. Learning objects and instructional design, 253-280.
NRC (National Research Council). (1996). National Science Education Standards. Washington, DC: National Academy Press.
OECD. (2007). PISA 2006. Science competencies for tomorrow’s world. Volume I: Analysis. Paris:OECD.
OECD. (2009). PISA 2009 technical report. Paris: OECD.
OECD. (2012). PISA 2012 Result in Focus: OECD.
OECD. (2016). PISA 2015 Result in Focus: OECD.
Osborne, J. (2007). Science Education for twenty first Century. Eurasia Journal of Mathematics and Science Education 3(3), 173-184
Pusmenjar. (2020). Desain Pengembangan Soal AKM. Jakarta: Pusat Asesmen dan Pembelajaran. Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemdikbud.
Rusilowati, A. (2013). Peningkatan Literasi Sains Siswa Melalui Pengembangan Instrumen Penilaian. Naskah Pidato Pengukuhan Profesor. Semarang: Unnes
Rusilowati, A. (2014). Analisis Buku IPA yang Digunakan di Semarang berdasarkan Muatan Literasi Sains. Makalah Seminar Nasional pada tanggal 22 Maret 2014 di Unnes Semarang.
Sahlan, M. & Rusilowati, A. (2012). Literasi Sains Sebagai Kerangka Asesmen Pembelajaran Sains Abad 21. Prosiding Seminar Nasional FMIPA Unesa Surabaya
Shwartz,Y., Ruth, B. & Hofstein, A. (2006). The use of scientific literacy taxonomy for assessing the development of chemical literacy among high-school students. Chemistry Education Research and Practice,7 (4), 203-225