Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, Silviana Tan, menunjukkan kepeduliannya terhadap isu pertanahan melalui penelitian skripsinya yang berjudul “Analisis Peran Pemerintah Daerah dalam Menyelesaikan Konflik Agraria Berbasis Hak Guna Usaha (HGU): Studi Kasus PT Hevea Indonesia di Kabupaten Bogor.” Penelitian ini telah dipertahankan dihadapan Aprilia Niravita, S.H., M.Kn. dan Irawaty S.H., M.H., Ph.D. selaku dosen penguji Silviana atas bimbingan Dr. Asmarani Ramli, S.H., M.Kn dalam penyusunannya.
Penelitian ini dilaksanakan sebagai bentuk tanggung jawab akademik sekaligus kepedulian terhadap maraknya konflik agraria yang terjadi akibat ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia. Fokus utama penelitian ini adalah menganalisis bagaimana pemerintah daerah menjalankan perannya dalam menyelesaikan konflik pertanahan antara masyarakat penggarap dan perusahaan pemegang HGU.
Salah satu konflik agraria yang menjadi sorotan dalam penelitian ini adalah kasus PT Hevea Indonesia di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Perusahaan tersebut menerima HGU seluas 1.200 hektare sejak tahun 1988, namun tidak mengelola tanahnya sejak 1993. Melihat lahan yang terbengkalai, masyarakat sekitar memanfaatkannya untuk pertanian sejak 1997. Hingga kini, sekitar 900 kepala keluarga menggantungkan hidup pada lahan tersebut.
Dalam penyelesaiannya, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor membentuk Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang bertugas memediasi konflik dan memastikan redistribusi lahan berjalan adil. Dalam prosesnya, Pemerintah juga bersinergi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai Ketua Pelaksana Harian GTRA, serta menerapkan berbagai peraturan seperti UU No. 5 Tahun 1960, PP No. 18 Tahun 2021, hingga Perpres No. 62 Tahun 2023.
Menurut Silviana, langkah pemerintah daerah melalui GTRA telah menyusun beberapa skema penyelesaian, mulai dari pengembalian tanah kepada negara, redistribusi kepada petani, hingga pemberian kerohiman jika tanah tetap dikuasai perusahaan. Penelitian ini juga menyoroti peran krusial Perda dan koordinasi lintas sektor dalam menciptakan solusi jangka panjang.
Namun demikian, proses penyelesaian tidak lepas dari kendala. Silviana mencatat hambatan seperti ketidakpastian status tanah, minimnya koordinasi antarlembaga, rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, serta keterbatasan anggaran dan SDM pemerintah daerah.
Dalam analisisnya, Silviana menggunakan teori keadilan sosial dari John Rawls dan Nancy Fraser untuk menunjukkan bahwa ketimpangan penguasaan tanah menciptakan ketidakadilan distributif dan pengabaian terhadap pengakuan hak-hak masyarakat penggarap.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa peran pemerintah daerah sangat vital dalam mengawal jalannya reforma agraria dan penyelesaian konflik agraria berbasis HGU. Kolaborasi yang kuat antara pemerintah daerah, BPN, perusahaan, dan masyarakat menjadi kunci utama untuk menghadirkan keadilan agraria yang berkelanjutan.
Hal ini juga mewujudkan salah satu pilar SDGs ke-16 yakni Peace, Justice, and Strong Institution bahwasanya, institusi dan pengarahan yang tepat dapat menciptakan keadilan terutama dalam bidang kepemilikan tanah.




