Sebagaimana diberitakan oleh Suara Merdeka. Langkah positif dilakukan warga Desa Ketaon, Kecamatan Banyudono bersama mahasiswa KKN Universitas Negeri Semarang (Unnes). Untuk mengangkat potensi tanaman jagung, mereka membuat replika jagung terbesar yang dicatatkan ke Muri.
Kegiatan yang digelar di lapangan desa setempat, Rabu (22/12), mendapat sambutan positif masyarakat. Sejak pagi, mereka memadati lapangan guna melihat secara langsung pencatatan rekor tersebut.
Ketua KKN Unnes-CSR Pertamina Desa Ketaon, Supriyanto menjelaskan, ide awal pembuatan replika jagung terbesar itu muncul setelah pihaknya melihat potensi komoditas tersebut di Desa Ketaon. Sayangnya potensi tersebut belum dioptimalkan.
“Selama ini produksi jagung langsung dijual ke penebas. Belum ada pengolahan produk yang bisa memberi nilai tambah,” katanya.
Bertolak dari kenyataan itulah, pihaknya bersama warga berupaya mengangkat potensi tersebut. Akhirnya muncul ide pembuatan replika jagung terbesar.
Saat ide dilontarkan, warga pun memberikan dukungan positif. Bahkan warga juga terlibat aktif membantu pembuatan replika.
Replika jagung terbesar itu memiliki tinggi tiga meter dan berdiameter 87 sentimeter serta membutuhkan 1.000 tongkol jagung.
“Semuanya jagung produksi petani di Desa Ketaon. Kerja keras bersama, akhirnya terbayar dengan pencatatan secara resmi di Muri. Pencatatan dilakukan langsung oleh petugas Muri, Harini Siregar dengan nomor 4.664.”
Pembuatan replika diawali dengan pembuatan kerangka menggunakan bambu. Di bagian luar lalu ditempelkan tongkol jagung sebanyak 1.000 buah. Pihaknya juga menggunakan kain yang ditempel klobot atau daun jagung kering untuk menggambarkan lembaran-lembaran daun jagung sebenarnya.
Bahan-bahan itu kemudian direkatkan ke kerangka bambu bersama isinya, yang terdiri atas rangkaian batang jagung yang dirangkai menggunakan seutas kawat.
Selain memamerkan replika jagung terbesar, pihaknya juga memamerkan makanan hasil olahan berbahan dasar jagung, antara lain cheese steak, egg roll, nugget, puding dan cookies. Pengolahan produk bisa menghasilkan keuntungan yang cukup besar bagi petani.
Sapu Glagah “Inul”
Sehari Sebelumnya di Kabupaten Pekalongan, Bersama Warga Desa Botosari, Kecamatan Paninggaran, mahasiswa KKN Unnes juga menciptakan sapu glagah raksasa seberat 136 kg, dengan panjang 5,5 meter dan lebar 3,5 meter. Sapu produk lokal yang diberi nama sapu “Inul” ini mampu memecahkan rekor MURI Dunia Indonesia.
Penyerahan piagam rekor MURI oleh perwakilan UNNES, Baedlowi, kepada sepuluh pemuda Desa Botosari dilakukan di desa itu, Rabu (22/12) dengan disaksikan oleh Wakil Bupati Pekalongan Ir H Wahyudi Pontjo Nugroho MT. Desa Botosari merupakan sentra penghasil sapu glagah dengan wilayah pemasaran hingga ke Jakarta, Pantura Barat, Solo, dan Yogyakarta.
Koordinator Desa Mahasiswa KKN UNNES, Zaenal Muttaqim mengatakan, sapu raksasa tersebut dibuat dalam waktu empat hari, dengan dua hari untuk proses pewarnaan dan pengeringan. Ide pembuatan sapu raksasa agar masuk dalam rekor MURI muncul dari potensi lokal yang berkembang di Desa Botosari, sebab mayoritas warga setempat memiliki keahlian membuat sapu glagah. Diharapkan, dengan masuknya sapu glagah raksasa ke rekor MURI mampu menjadi icon tersendiri bagi Desa Botosari dan lebih mempromosikan sapu Botosari ke dunia luar.
Dosen Pembimbing mahasiswa KKN UNNES, Imam Santoso M.Si, menambahkan, selama 45 hari sebanyak 408 mahasiwa UNNES mengikuti KKN Posdaya di Kabupaten Pekalongan, delapan mahasiswa di antaranya ditempatkan di Desa Botosari. Menurutnya, mahasiswa diharapkan menjadi motivator untuk bisa mengangkat potensi lokal di masing-masing desa KKN, seperti potensi sapu glagah di Desa Botosari, sehingga kesejahteraan masyarakat lebih terangkat. “Mahasiswa UNNES diharapkan menjadi motivator melalui KKN Posdaya,” ujarnya.
Perangkat Desa Botosari, Khusaeni menerangkan, pembuatan sapu berukuran raksasa itu bukan semata untuk menciptakan suatu karya yang megah, namun tak bermakna. Menurutnya, sapu glagah terbesar di dunia sarat akan makna, seperti warna sapu ada tiga, yakni merah yang melambangkan keberanian, hijau yang mencerminkan fungsi ulama di tengah-tengah masyarakat, dan kuning sebagai simbol peran serta masyarakat dalam membangun jasmani dan rohani. Jahitan sapu berjumlah lima baris mengandung arti rukun Islam, jentikan sapu berjumlah dua dan berada di kanan dan kiri bunga sebagai lambang hubungan antara manusia dengan tuhan dan manusia dengan sesamanya.
“Gagang sapu berjumlah 17 bambu lingi atau ancoing melambangkan jumlah rakaat salat, sedangkan pelangi sapu terdiri dari empat warna melambangkan unsur kekuatan dunia, yakni ilmunya ulama, adilnya pemimpin, orang kaya yang dermawan, dan doanya orang fakir. Warga di sini menyebut sapu jenis ini “Inul” karena bentuknya yang menonjol,” jelasnya.