Supaya bahasa daerah mampu hidup dan berkembang di era modernisasi, kebanggaan untuk menuturkannya harus selalu ditumbuhkan. Utamanya kepada mahasiswa sebagai generasi muda yang menjadi pewarisnya.
“Dibutuhkan sikap dan loyalitas yang tinggi supaya bahasa daerah mampu tumbuh dan berkembang,” ujar Widodo, dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (FBS Unnes), dalam Refleksi Hari Bahasa Ibu, Kamis (21/2), di B8 fakultas tersebut.
Dikatakannya, loyalitas itu meliputi pula kebanggan berbahasa daerah. “Tanpa adanya berbagai aspek tersebut, mustahil seseorang mau dan mampu bertahan untuk selalu berbahasa daerah,” katanya, dihadapan seratusan mahasiswa FBS Unnes.
Migrasi kebahasaan, lanjutnya, juga menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas bahasa daerah. “Misal seorang keluarga yang pindah ke wilayah lain, mereka biasanya jarang menggunakan bahasa daerah asal,” katanya. “Itu biasanya terjadi pada golongan keluarga muda.”
Kenyataannya kini, setiap tahun UNESCO mencatat 10 bahasa daerah punah. Diperkirakan pula pada akhir abad 21 ini laju kepunahan akan lebih cepat lagi sampai hampir separuh dari 6.000-an bahasa ibu di seluruh dunia terancam punah.
Berkembang
Selain menganut kaidah yang telah ada, untuk mampu bertahan bahasa harus menyesuaikan zaman. “Bahasa Jawa sebenarnya berbeda strukturnya dengan bahasa Indonesia. Tetapi karena setiap hari kita seakan menginduk pada media massa, tidak dimungkiri bahasa Jawa kemudian berstruktur seperti bahasa Indonesia,” ujar Widodo.
Bukan tidak mungkin jika kemudian semangat lokalitas itu semakin kukuh, bahasa daerah akan menginternasional. “Mengapa tidak sekalian kita menggagas diselenggarakan TOEFL bahasa Jawa untuk mendukung lokal yang menginternasional itu?” kelakarnya.
Yusro Edy Nugroho MHum, Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa FBS Unnes mengatakan, kegiatan diselenggarakan sebagai upaya mengukuhkan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu bagi masyarakat Jawa pada khususnya.
“Bahasa daerah mengandung kearifan lokal yang harus selalu dijaga melalui berbagai upaya inovatif. Kampus yang selalu mencetak akademisi hendaknya jangan meninggalkan aspek penting ini,” ujar Yusro.
saya bangga tuh pake bahasa ibu daerah saya, bahasa sunda 😀
Leres niku Pak, dinten Kemis ngginaaken basa daerah, aja lali….ya