Selalu saja ada pesan tersirat ketika menikmati sebuah karya seni. Dengan karyanya, seniman mencipta pesan-pesan penuh simbol. Atas dasar itu hampir bisa dikatakan tidak ada karya seni yang tidak religius.
Setidaknya ada 10 karya seni lukis kaca berjudul “Dewa Ruci” yang terpampang di lobi dekanat Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Semarang (Unnes), Rabu (19/9). Karya yang dicipta Abu Nazar, mahasiswa semester akhir Jurusan Seni Rupa itu bercerita tentang lakon wayang yang jamak diwejangkan di berbagai perhelatan.
“Saya mungkin salah seorang yang prihatin akan keadaan sekarang ini, di mana kawula muda tidak lagi senang kepada wayang. Setidaknya melalui karya ini, saya harap mereka ingat dan merasa memiliki,” tutur mahasiswa yang berdomisili di Kendal ini.
Lakon Dewa Ruci, Abu mengatakan, bercerita tentang pencarian jatidiri seorang pemuda. Cerita ini juga menggambarkan kemandirian seorang kesatria. “Bratasena diperintah guru Drona untuk mencari kayu gung susuhing angin dan tirta pawitra sari di dasar samudera minangkalbu,” katanya.
Abu juga mengatakan, cerita ini banyak mengajarkan nilai kehidupan yang sangat berguna bagi kaum muda. Bratasena adalah contoh kegigihan seorang murid dalam menuntut ilmu dan melaksanakan perintah guru. “Tidak ada guru yang menginginkan muridnya tersesat,” ungkapnya.
Media yang digunakan Abu dalam karyanya adalah kaca transparan 3 mm, cat akrilik, spidol permanen OHP, tinta, dan kertas tempel.
Pop-up
Dalam waktu bersamaan, ada pula kisah yang lebih modern. Umar Imanuddin, dalam karyanya yang mengangkat “Ilustrasi Buku Pop-up Cerita Rakyat Jawa Tengah untuk Anak-anak Usia Dini”, mengangkat cerita “Timun Mas dan Raksasa” dan “Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari”.
Menurut Umar, anak usia dini sekarang kurang mendapat pengetahuan cerita lokal. “Cerita itu sebenarnya mengandung pesan moral yang mendalam,” ungkap mahasiswa Jurusan Desain Komunikasi Visual itu. Dalam karyanya, Umar menggunakan cat air di atas kertas digital printing.
Melalui dua buah buku karyanya itu, ia berharap mampu ambil bagian dalam mengenalkan potensi kearifan lokal kepada anak usia dini. “Perjuangan, ketabahan, dan kegigihan tak pernah sia-sia,” ujarnya.
slamat mas nazar n mas umar…
aku masih suka wayang kok……….