Tertanggal 27 Januari 2012, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat edaran mengenai kewajiban publikasi karya tulis ilmiah sebagai syarat kelulusan mahasiswa S-1, S-2, dan S-3.
Dalam surat bernomor 152/E/T/2012 itu disebutkan, setidaknya lulusan S1 harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah. Lulusan S2 diwajibkan telah menghasilkan makalah jurnal ilmiah diutamakan yang terakreditasi Dikti. Bagi S3, diharuskan menerbitkan makalahnya pada jurnal internasional.
Atas kewajiban itu, bila jurnal yang telah ada dirasa kurang mencukupi, maka perguruan tinggi diharuskan membuat jurnal ilmiahnya sendiri. Lantas, bagaimana cara membuat jurnal yang terakreditasi?
Menyadur Kompas.com, Kepala Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI), mengutarakan proses yang harus dilalui dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengakreditasi sebuah jurnal ilmiah. Jurnal ini tak terbatas yang dibuat oleh perguruan tinggi, tetapi juga lembaga-lembaga penelitian.
Sri memaparkan, setelah terdaftar resmi dan mendapatkan International Standar Serial Number (ISSN), maka syarat selanjutnya yang harus dipenuhi adalah menyesuaikan tata cara penulisan jurnal yang telah ditentukan.
Sebuah jurnal ilmiah, kata dia, baru akan diakreditasi ketika telah mencantumkan abstraksi dan kata kunci dalam bahasa Inggris dan menggunakan metodologi dan tata cara penulisan ilmiah yang sesuai. “Jangan lupa menggunakan referensi penulisan dari jurnal internasional, di-review oleh para pakar, dan minimal telah terbit selama tiga tahun berturut-turut,” kata Sri.
Ia menambahkan, sah-sah saja sebuah karya ilmiah menggunakan buku sebagai referensi tulisan. Tetapi, akan lebih baik jika sebuah karya ilmiah menggunakan referensi dari banyak jurnal. Selain aktual, jurnal juga menyajikan ilmu yang pandangannya lebih luas. “Referensi memang sebaiknya dari jurnal. Dari buku boleh saja, tapi nilainya akan turun,” ujarnya.
Pendaftaran jurnal dan ISSN
Untuk mendaftarkan sebuah jurnal dan mendapatkan ISSN, lembaga penelitian atau pun perguruan tinggi harus melewati beberapa proses, yaitu:
- Membawa surat permohonan tertulis dari penerbit bahwa terbitan berkala;
- Membawa dua eksemplar terbitan pertama, atau dua lembar fotokopi halaman sampul depan bila jurnal tersebut belum diterbitkan;
- Menyertakan dua lembar fotokopi halaman daftar isi;
- Menyertakan dua lembar fotokopi halaman dewan redaksi;
- Melampirkan data bibliografi lengkap yang mencakup keterangan mengenai frekuensi terbit, tahun pertama terbit, bahasa yang digunakan, dan lain sebagainya.
Masing-masing ISSN dikenakan biaya administrasi sebesar Rp 200 ribu. Registrasi bisa dilakukan langsung di PDII LIPI, atau mendaftar secara online melalui http://issn.pdii.lipi.go.id. Adapun, persyaratan serta bukti transfer biaya ISSN melalui surat atau fax.
ISSN adalah kode yang dipakai secara internasional untuk terbitan berkala, dan diberikan oleh International Serial Data System (ISDS) yang berkedudukan di Paris, Prancis. Dengan mendapatkan ISSN, akan memudahkan untuk mengidentifikasi beberapa terbitan yang memiliki judul sama karena satu ISSN hanya diberikan untuk satu judul terbitan berkala.
ISSN juga mempermudah pengelolaan administrasi dalam hal pemesanan terbitan berkala. Sebab, pemesanan cukup hanya menyebutkan ISSN dari terbitan berkala itu. “Bagi jurnal ilmiah yang terbit di Indonesia, ISSN merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi,” kata Sri.
Tulisan ini sangat baik, untuk memberikan informasi bagaimana cara membuat jurnal baru.
Terima kasih informasinya…Tugas perguruan tinggi untuk menyiapkan instrumentasi jurnal yang sesuai karakteristik mahasiswa di tiap-tiap fakultas agar mahasiswa tidak terlambat kelulusannya, hanya gara2 antri untuk dimuat…salaam..
ya kita harus memasuki jaman baru, membangun tradisi ilmiah melalui journal.
terimakasih atas infonya,,
saya mau tanya, kalau untuk persyaratan S1 sendiri bagaimana cara nya? karena sepertinya yang ada dalam tulisan adalah jurnal yang terakreditasi (artinya untuk S2). nah bagaimana untuk yang S1 nya? mohon penjelasannya. terimakasih
Kita tahu, masalah bukan terletak pada jurnalnya, kawan…
.’Hal positif yang harus kita sikapi, ketika penelitian,karya-karya yang kita buat dapat dimuat di journal,sehingga bisa terpublikasikan dan bermanfaat bagi banyak orang.”
betul, maksud dan tujuan yang baik harus ditunjang dengan kesiapan, intrumen dan pelayanan yang baik juga sehingga menjadi kebijakan yang produktif tidak kontra produktif
ISSN yg Rp 200 rb itu tidak sesuai dgn yg disampaikan LIPI (lebih tinggi lagi dan tinggal menghitung saja berapa nanti “pemasukannya”) dan yg disampaikan oleh Mendikbud sebagaimana disampaikan pd wartawan, bahwa mengurus jurnal itu mudah dan gratis….! (?)
Surat Edaran itu dikenakan untuk Lulusan yg Lulus setelah Agustus 2012
Nah, ini baru membangkitkan academic atmosphere yang sesungguhnya. Semoga sukses.
Gebrakan yang bagus. …perlu diiringi kualitas pula. Tradisi menulis merupakan salah satu pilar peradaban bangsa. Peluang bagi insan akademik beraktualisasi. Selamat berjuang, smg sukses!!
cHemun9udh k4w4nd
berarti lulusan pertama pasti t”tunda donk..
bagi PT yang belom punya sebuah jurnal dan mendapatkan ISSN.
apakah buat sebuah jurnal dan mendapatkan ISSN dua hari bisa jadi??
(Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan ) sebenernya orng2 didalam dikti sekolah nggak ya?
Langkah yang bagus, melihat sepertinya jurnal kita tidak terlalu banyak.
awal yang bagus,ada issn on line,memudahkan kita (guru) menuliskan
jurnal
terimakasih…..ini yang sedang saya cari-cari, mudah-mudahan sangat berarti bagi kawan-kawan redaksi.
mtrnwn infonya. Jika sdh terdaftar ISSN tp jurnalnya sempat mati suri bgmn? krn setelah dicek sdh ada jurnal dengan nama yang sama. Apakah harus daftar ISSN baru dan berganti nama?