Sosok perjuangan Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat menjadi simbol emansipasi. Tepat di hari kelahiran RA Kartini, Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai bentuk apresiasi atau perjuangannya.
Rektor Universitas Negeri Semarang (UNNES) Prof Dr Fathur Rokhman MHum mengatakan beberapa dekade lalu peringatan Hari Kartini hampir selalu dilakukan dengan refleksi memprihatinkan tentang banyaknya situasi kurang ideal yang dihadapi perempuan.
“Perempuan Indonesia menerima marjinalisasi secara kultural dan struktural yang membuat hak-hak dasarnya tidak dapat ditunaikan. Ada banyak kebijakan dan budaya yang cenderung meminggirkan perempuan sehingga potensi insaninya kurang teraktualisasi di masyarakat,” tutur Prof Fathur.
Sebagai seorang linguis, Prof Fathur menyadari bahwa diskriminasi terhadap perempuan memang merupakan masalah kultural yang laten.
Ia mengatakan, para linguis feminis telah menunjukkan bahwa diskriminasi ternyata terlambangkan dalam produk-produk budaya, termasuk bahasa. Haltersebut disampaikan Prof Fathur Rokhman dalam acara Webinar Peringatan Hari Kartini “Perempuan Cerdas Untuk Indonesia Emas” yang dilaksanakan secara Daring.
Lanjutnya, Robin Lakoff misalnya menunjukkan diskriminasi bahasa terhadap perempuan terjadi dalam dua mekanisme yaitu (1) bagaimana perempuan didisiplinkan dalam caranya berbahasa dan (2) bagaimana perempuan dibicarakan dengan bahasa.
“Ada banyak sistem bahasa di dunia yang cenderung menempatkan sifat-sifat feminin pada kategori yang cenderung buruk. Sebaliknya, bahasa cenderung menempatkan sifat maskulin secara positif. Hal itu tidak hanya terjadi pada satu bahasa seperti bahasa Perancis, Inggris, dan Spanyol tetapi juga dalam bahasa kita bahasa Indonesia dan Jawa,” ucap Prof Fathur.
Meski demikian, Guru Besar Sosiolingusitik tersebut menyampaikan ada kecenderungan membahagiakan yang menunjukkan bahasa-bahasa di dunia cenderung berkembang ke arah yang lebih berkeadilan.
“Kategori leksikal dan semantis ditata kembali dengan menempatkan perempuan sebagai subjek bahasa, bukan semata objek bahasa. Perkembangan positif pada bidang bahasa tersebut juga diikuti perkembangan di bidang kehidupan lain seperti pendidikan, politik, dan budaya,” jelasnya.
Salah satu hasil yang diidamkan dari proses tersebut adalah lahirnya masyarakat yang bukan saja memiliki kepedulian atau awareness gender, tetapi juga masyarakat yang memiliki daya mewujudkan keadilan gender dalam berbagai bidang kehidupan.
Yang lebih penting, Prof Fathur menjelaskan beberapa tahun terakhir peringatan Hari Kartini diperingati dengan narasi yang lebih positif.
“Ada perubahan dalam sistem politik, ekonomi, dan budaya kita yang menunjukkan keberpihakan kepada perempuan Indonesia. Selain tergambar dalam peraturan perundang-undangan, keberpihakan tersebut juga terwujud dalam praktik hidup kita sehari-hari. Perempuan Indonesia semakin mendapat tempat bukan hanya sebagai pendamping bagi laki-laki melainkan telah menjadi mitra strategis dalam memajukan masyarakat, bangsa, dan negara,” jelas Prof Fathur.
“Dan, insya Allah, atas upaya yang gigih dari seluruh perempuan di Indonesia, kita berada pada jalur yang tepat menuju kondisi ideal tersebut,” lanjut Prof Fathur.
Menurut Prof fathur, perempuan Indonesia memiliki kapasitas intelektual dan keteguhan hati luar biasa seperti Raden Ajeng Kartini yang diakui dunia,” pungkasnya.