Kemampuan menyutradarai sebuah pementasan drama menjadi bekal yang penting bagi guru. Sebab, kualitas penyutradaraan yang baik akan mengoptimalkan bakat dan minat siswa dalam bidang seni drama dan menjadi bekal mereka di kemudian hari.
Hal itu terungkap dalam Pelatihan Pembelajaran Drama yang diselenggarakan Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (FBS Unnes) bekerja sama dengan Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Sabtu (9/11), di dekanat fakultas itu. Pelatihan diikuti oleh 60 pendidik dan calon pendidik bahasa Indonesia dan Jawa.
Sosiawan Leak, teaterawan asal Surakarta yang menjadi pemateri dalam pelatihan tersebut mengungkapkan, dalam ranah drama modern saat ini telah terjadi krisis penyutradaraan. “Sebenarnya kualitas para siswa yang menjadi pemain bisa dimaksimalkan, cuma, sutradara kebanyakan masih kurang dalam penggarapan,” ujarnya.
Kurangnya penggarapan, menurutnya, berawal dari pemilihan naskah yang harus bermutu. Seorang sutradara yang baik harus punya alasan kuat, mengapa memilih naskah tersebut sebagai naskah yang akan dipentaskan. Dalam pelatihan ini, para peserta dilibatkan langsung dalam proses penggarapan drama berikut berbagai permasalahannya.
Leak mengatakan, hal pertama yang wajib dilakukan sutradara adalah mengumpulkan pemain dan pendukung pentas. “Setelah itu harus ada perdebatan mengenai naskah yang akan dilatihkan,” kata pria yang pernah mementaskan monolog Sarung di Berlin, Jerman ini.
Mengenai kurangnya kualitas penyutradaraan, menurutnya, diikuti dengan minimnya naskah drama sebagai bahan rujukan guru untuk melatih drama di sekolah. Dia kemudian memberi rekomendasi kepada Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah agar segera menghimpun naskah dan menerbitkannya sebagai pegangan para guru.
Drama Modern
Leak juga menyebut, seni drama modern, termasuk drama Jawa, saat ini sudah sangat berkembang. Hal itu terbukti dengan antusiasme yang tak pernah surut dalam Festival Drama Jawa yang setiap tahun rutin digelar di Unnes. “Tentu, kualitas siswa dalam memerankan karakter tokoh harus dibimbing oleh sutradara yang hebat pula,” katanya.
Selaras dengan itu, dosen drama di Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa FBS Unnes, Yusro Edy Nugroho, mengatakan, drama modern didukung pula oleh perkembangan teknologi yang semakin pesat.
Dari sisi ide cerita, Yusro mengatakan, drama modern lebih terbuka terhadap perkembangan zaman. “Karya sastra yang dipublikasikan melalui media cetak maupun elektronik dapat dijadikan bahan cerita,” ujarnya.
Dia juga menawarkan konsep belajar drama dengan cara produksi film pendek. Film yang berdurasi tak lebih dari 30 menit dianggap mampu menjadi sarana untuk belajar banyak hal tentang drama. “Di banyak negara maju, film pendek dijadikan pijakan untuk memproduksi film yang berdurasi lebih panjang,” kata Yusro.