Diplomasi antarnegara diperlukan untuk meningkatkan daya saing bangsa. Diplomasi melalui jalur bahasa, seni, dan budaya terbukti mampu melepas sekat-sekat perbedaan dan membuka kerja sama dalam berbagai bidang.
Duta Besar Indonesia untuk Republik Demokratik Rakyat Laos, Pratito Soeharyo menuturkan, diplomasi secara halus atau soft power dilakukan untuk saling memberikan manfaat kepada masing-masing negara. Peluang itu antara lain meliputi meningkatkan kedekatan, membuka peluang kerja sama dalam bidang pendidikan, serta meningkatkan kualitas pendidikan agar mampu bersaing pada ranah global. “Laos memiliki jumlah penduduk tujuh juta jiwa dan pertumbuhan ekonomi sekitar 7 persen yang potensial untuk dijajaki sebagai tempat kerja sama lebih lanjut,” ujar Pratito dalam webinar “Peran Strategis Bahasa dan Seni untuk Penguatan Reputasi Internasional” yang diselenggarakan oleh Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang, Selasa (28/9/2021).
Namun demikian, Pratito mengatakan kerja sama perlu terus ditingkatkan. Sejak 2016, baru 141 beasiswa yang diakses oleh pemuda di Laos. Padahal, hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Laos sudah berlangsung selama 65 tahun. Di Laos, masih muncul kesenjangan kurikulum pendidikan tinggi dengan tuntutan pasar tenaga kerja. Kesenjangan lain adalah sebanyak 74% sektor swasta lebih memilih lulusan luar negeri ketimbang Laos. “Banyak mahasiswa lulusan Laos lebih memilih bekerja di sektor publik,” katanya dalam webinar yang dimoderatori oleh Wakil Dekan I Bidang Akademik FBS Unnes, Dr. Tommi Yuniawan, itu.
Untuk itu, potensi kerja sama institusi pendidikan tinggi Indonesia dan Laos perlu untuk dijajaki lebih lanjut, antara lain meliputi pengiriman mahasiswa untuk studi, pemberian beasiswa, kerja sama riset, dan peningkatan kualitas kurikulum dan gelar ganda (double degree).
Duta Besar Indonesia untuk Addis Ababa merangkap Republik Djibouti dan Uni Afrika Ethiopia, Al Busyra Basnur mengatakan, bahasa, seni, dan budaya, menjadi jalan tengah untuk menjalin diplomasi. Ketiga bidang tersebut mampu melepas sekat-sekat perbedaan, suku, ras, dan agama antarbangsa. Warga asing tertarik untuk belajar bahasa, seni, dan budaya khas Indonesia. Meski demikian, masih diperlukan promosi secara lebih intensif untuk meningkatkan diplomasi dan daya saing.
Al Busyra mengatakan, pihaknya secara intensif memberikan pendampingan kepada para pemuda untuk belajar bahasa Indonesia. Meski demikian, Al Busyra mengelaborasi fenomena terkait keinginan para pemuda belajar bahasa asing. “Pada akhirnya, keinginan untuk belajar bahasa asing itu berkaitan dengan faktor pekerjaan, entah untuk bekerja ke luar negeri atau bekerja di perusahaan asing yang ada di dalam negerinya. Jadi, semua akan kembali kepada faktor ekonomi,” ujarnya.
Al Busyra mengapresiasi langkah Universitas Negeri Semarang yang berupaya memberikan pembelajaran bahasa Indonesia kepada para pemuda. UNNES memiliki pengajar berpengalaman dalam pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA). Pada masa pandemi, teknologi informasi dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk pembelajaran. Selama ini skema beasiswa yang dijalankan antara Indonesia dengan Ethiopia meliputi beasiswa kemitraan negara berkembang, darmasiswa, dan beasiswa seni dan budaya Indonesia.
Dekan FBS UNNES Dr. Sri Rejeki Urip menuturkan, webinar sebagai upaya untuk menjajaki kerja sama antarlembaga selain juga mempromosikan sejumlah keunggulan UNNES.