Bukan Sekadar Jargon, Integritas Pilar Moral di Ruang Kelas

Universitas Negeri Semarang > FEB UNNES > Gagasan > Bukan Sekadar Jargon, Integritas Pilar Moral di Ruang Kelas

Arus digitalisasi tidak terbendung lagi, praktik plagiarisme semakin mudah terjadi dalam pendidikan tinggi. Integritas yang kerap kali digaungkan menjadi nilai utama dalam dunia pendidikan. Namun sayangnya, seringkali “integritas” hanya slogan kosong yang tertempel pada dinding-dinding kampus, atau sekadar suara lantang yang gemanya perlahan hilang. Padahal bagi seorang dosen atau pendidik, seharusnya integritas bukan sakadar jargon tetapi menjadi nafas dalam proses belajar mengajar, pengambilan keputusan akademik, hingga pembentukan karakter mahasiswa.

 

Menggali Makna Integritas

Integritas dapat dimaknai sebagai suatu kesatuan antara pikiran, perkataan, serta perbuatan yang menjujung nilai kebenaran dan kejujuran. Pada aspek dosen, integritas bukan sekadar tidak menyontek atau tidak melakukan plagiarisme. Integritas mencakup banyak aspek seperti objektif dalam menilai tugas mahasiswa, objektif dalam menyampaikan materi, serta keberanian untuk menyuarakan kebenaran di ruang kelas.

            Tampaknya, idelalisme penerapan integritas masih menjadi jargon semata bagi dunia pendidikan. Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan tahun 2024 yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa Indeks Integritas Pendidikan tahun 2024 sebesar 69,50 atau berada di level “korektif”. Survei tersebut menjangkau sebanyak 449.865 responden yang tersebar di 36.888 satuan pendidikan yang terdapat di 507 kabupaten/kota dan 38 provinsi. Berdasarkan survei tersebut kasus menyontek masih ditemukan di 78% sekolah dan 98% kampus yang menjadi responden, selain itu 43% responden juga menyatakan bahwa plagiarisme masih terjadi di kampus (Berita KPK, 2025).

            Fakta itu tentu menjadi torehan tinta merah dalam dunia pendidikan. Mengimplementasikan integritas ternyata tidak semudah menggaungkan jargon, namun butuh tindakan nyata. Seorang dosen dapat memulai implementasi tersebut dari ruang kelasnya.

 

Memulai Integritas dari Ruang Kelas

Ruang kelas adalah medan pertama bagi seorang dosen. Kelas adalah tempat utama dalam menanamkan integritas, baik dari sikap pribadi yang menjadi teladan atau dari pembelajaran yang disampaikan. Beberapa hal seperti menjadi teladan atau transparansi dalam memberikan penilaian dapat dimulai untuk mewujudkan integritas.

  1. Menjadi Teladan Bagi Mahasiswa

Integritas mahasiswa dapat diupayakan melalui teladan dari dosennya. Ketika dosen hadir tepat waktu, konsisten dengan indikator nilai yang diberikan,, serta terbuka terhadap kritik, maka paling tidak mahasiswa melihat integritas adalah tindakan nyata bukan sekadar retorika semata

  1. Transparansi dalam Penilaian

Penilaian akademik sering menjadi titik rawan dalam integritas. Dosen yang menjelaskan aspek penilaian secara terbuka, memberikan umpan balik konstruktif, dan menerima banding secara profesional, sedang menunjukkan bahwa keadilan dan kejujuran adalah nilai yang tidak bisa ditawar.

 

  1. Mendorong Kejujuran Akademik

Dosen harus aktif membangun budaya anti-plagiarisme dengan mengedukasi mahasiswa tentang pentingnya orisinalitas dan memberikan sanksi yang jelas bagi pelanggaran. Penggunaan teknologi seperti Turnitin hanyalah alat bantu, peran dosen tetap krusial dalam membentuk sikap.

 

  1. Membuka Ruang Diskusi Etis

Ruang kelas tidak hanya tempat mengajarkan fakta, tapi juga nilai. Dosen bisa menyisipkan isu-isu etika dalam diskusi, menantang mahasiswa untuk berpikir kritis tentang dilema moral, dan membiasakan debat yang sehat dan berintegritas.

 

  1. Konsisten dalam Mengimplementasikan Kebijakan

Integritas tanpa konsistensi adalah omong kosong. Dosen yang membuat aturan tetapi tidak menjalankannya hanya akan kehilangan kredibilitas. Mahasiswa akan melihat apakah dosennya tetap konsisten saat berhadapan dengan mahasiswa favorit atau ketika menghadapi tekanan.

 

Tantangan dan Solusi Menjaga Integritas pada Level Pendidikan Tinggi

Menjaga integritas bukan suatu perkara yang mudah. Tekanan administratif, ekspektasi institusi, atau godaan dari lingkungan akademik dapat mengikis integritas seorang dosen. Menyikapi hal tersebut, implementasi integritas bukan berasal dari dosen semata tapi diperlukan pula ekosistem yang mendukung nilai-nilai integritas.

Solusi dari implementasi nilai integritas bukan semata dari penanaman konsep atau teladan dari dosen di dalam kelas, tetapi juga lingkungan di luar kelas. Oleh karena itu diperlukan integrasi kurikulum yang menunjang sikap berintegritas diterapkan. Evaluasi penerapan integritas dari sisi dosen diharapkan tidak hanya berbasis kuantitas, tetapi juga kualitas moral.  Harapannya, implementasi integritas seorang dosen dapat mencetak calon pemimpin yang tidak hanya memiliki intelektualitas tetapi tetapi juga moralitas terpuji.

 

Mendidik dengan Hati Mewariskan Integritas   

Dosen atau pendidik tidak hanya bertugas sebagai pengajar yang yang hanya mencetak manusia berintelektualitas tetapi juga berkarakter. Integritas bukan sekadar jargon yang menempel pada visi misi fakultas tetapi sebaiknya dimplementasikan secara nyata mulai dari dalam kelas. Dosen bisa menjadi teladan integritas di dalamnya.

Dosen yang berintegritas tidak hanya menghasilkan lulusan yang cerdas tetapi juga pribadi yang jujur dan bertanggung jawab. Nilai yang dibutuhkan bukan sekadar IPK yang tinggi tetapi juga karakter terpuji di mata agama, hukum, dan masyarakat pada umumnya.

Seperti kata Mahatma Gandhi “The best way to find yourself is to lose yourself in the service to other.” Bagi seorang dosen, pelayanan terbaik adalah membentuk anak didiknya agar memiliki nilai yang baik, benar, dan berintegritas. Hal tersebut dimulai dari dirinya sendiri.

Leave a Reply

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: