Empat mahasiswa Universitas Negeri Semarang (UNNES) memperoleh kesempatan berharga mengikuti program Lantip Internasional dengan mengajar di sekolah mitra di Manila, Filipina. Kegiatan yang berlangsung sejak 20 Juli hingga 18 Agustus 2025 ini tidak hanya memperkaya pengalaman akademik mahasiswa, tetapi juga memperluas jejaring kerja sama UNNES dengan Philippine Normal University (PNU) sebagai The National Center of Teacher Education.
Valda Nafila dan Najwa Rahima, mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, bertugas mengajar matematika untuk siswa kelas VIII di Manila Science High School (MSHS), salah satu sekolah menengah terbaik di Filipina. Mereka mengaku kagum dengan antusiasme belajar siswa yang aktif dan kritis.
“Anak-anaknya aktif sekali, selalu bertanya dan berani menjawab. Jadi kita dituntut kreatif cari cara agar pembelajaran tetap menarik,” ungkap Valda.
Sementara itu, Ika Rizki Refima Putri, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, berkesempatan mengenalkan bahasa Indonesia kepada siswa kelas VII MSHS. Mengajar bahasa asing bagi siswa yang sama sekali belum mengenalnya bukan hal mudah. Namun, Ika punya cara khusus agar siswanya tertarik.
“Saya menggunakan konsep fun learning lewat permainan, kuis, dan penugasan kreatif. Jadi siswa nggak hanya belajar kosakata, tapi juga bisa mempraktikkannya dalam percakapan sehari-hari,” jelasnya.
Tak kalah menarik, Norita Agustina Subagyo, mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar, ditempatkan di Epifanio Delos Santos Elementary School. Ia mengajar siswa kelas IV dengan metode yang menyenangkan. Norita bahkan memperkenalkan modifikasi pembelajaran khas Indonesia, seperti “Tepuk Good Job”, yang langsung disukai anak-anak.
“Mereka semangat sekali, jadi suasana kelas lebih interaktif dibandingkan yang biasa kami alami di Indonesia” katanya sambil tersenyum.
Selain pengalaman menyenangkan, para mahasiswa juga menghadapi tantangan berupa perbedaan budaya pendidikan dan adaptasi sosial. Mulai dari kebiasaan doa di sekolah, penyesuaian waktu ibadah, hingga gaya interaksi yang berbeda dengan di Indonesia.
Najwa menuturkan bahwa pengalaman lintas budaya ini memberikan pelajaran berharga tentang profesi guru.
“Kami belajar bahwa menjadi guru bukan hanya soal materi, tetapi juga kesiapan menghadapi keberagaman latar belakang siswa. Pendidikan itu melintasi batas,” ujarnya.
Program ini menunjukkan bahwa menjadi guru di negeri orang bukan hanya tentang mengajar, tetapi juga belajar dari perbedaan. Dari cara siswa berinteraksi, gaya komunikasi guru, hingga budaya sekolah, semua memberikan wawasan baru.
“Pengalaman ini membuat kami sadar, pendidikan itu selalu berkembang, dan sebagai calon guru, kami harus siap beradaptasi di mana pun berada. Kami pulang dengan pengalaman berharga, bukan hanya sebagai guru, tetapi juga sebagai pembelajar di panggung global,” tutur mereka kompak.
Pengalaman internasional ini diharapkan dapat memperkaya kompetensi calon pendidik, sekaligus meneguhkan peran UNNES dalam menyiapkan guru berdaya saing global.
Kontributor: Ika Rizki Refima Putri




