Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (FBS UNNES) terus menguatkan peranannya dalam pendidikan berbasis budaya, bahasa, dan keberlanjutan melalui penyelenggaraan La Semaine de la Mode 2025. Kegiatan yang digelar oleh Program Studi Sastra Prancis ini berlangsung meriah di Kampung Budaya UNNES pada Kamis, (12/06/205) dan menjadi wadah pembelajaran kontekstual yang memadukan ekspresi seni, nilai akademik, dan kepedulian ekologis.
Kegiatan ini turut mengimplementasikan sejumlah prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 4 (Pendidikan Berkualitas), SDG 5 (Kesetaraan Gender), SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), SDG 12 (Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab), serta SDG 17 (Kemitraan Global).
Mengusung dua format, kegiatan terbagi dalam lomba daring dan pertunjukan luring. Tiga lomba yang digelar secara daring; membaca puisi berbahasa Prancis, menyanyi lagu Prancis, dan membaca berita menjadi ajang penguatan literasi bahasa sekaligus memperluas akses pendidikan lintas wilayah. Sementara itu, sesi fashion show yang digelar secara luring menjadi puncak acara, menghadirkan peragaan busana tradisional hingga kontemporer dari mahasiswa lintas fakultas di UNNES.
Busana yang ditampilkan memadukan kekayaan wastra Nusantara seperti batik dan tenun dengan desain modern berwawasan lingkungan. Seluruh karya menampilkan semangat kolaboratif dan interpretasi mahasiswa terhadap keberagaman budaya Indonesia dalam bingkai keberlanjutan.
Kegiatan dibuka oleh Wakil Dekan I FBS UNNES, Dr. Eko Raharjo, M.Hum., yang menyampaikan apresiasinya terhadap inisiatif mahasiswa dan dosen dalam menyelenggarakan kegiatan yang bermakna.
“Inilah wajah pendidikan masa depan: interdisipliner, inklusif, dan bermakna,” ungkapnya.
Menguatkan nilai budaya dalam perhelatan ini, sesi talkshow menghadirkan desainer dan pegiat budaya, Yunet Wahyuningsih. Dalam paparannya, ia menegaskan bahwa kain tradisional bukan sekadar warisan visual, melainkan medium narasi yang memuat sejarah, spiritualitas, dan perjuangan perempuan. Ia juga menekankan pentingnya proses produksi yang ramah lingkungan, seperti penggunaan pewarna alam dan sistem kerja yang adil bagi para perajin.
“Setiap motif batik adalah doa. Ia lahir dari ketekunan, kebijaksanaan, dan cinta akan alam,” ungkapnya.
Yunet juga mendorong mahasiswa untuk memulai karya dari komunitas terkecil dan menjadikan fesyen sebagai bahasa yang mampu menyampaikan pesan budaya secara halus dan mendalam.
Koordinator Program Studi Sastra Prancis, Ahmad Yulianto, M.Hum., menyebut kegiatan ini sebagai momentum strategis untuk menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa dapat menjangkau ranah yang lebih luas, termasuk budaya, kreativitas, dan kemanusiaan.
Senada dengan hal tersebut, Marliza Arsiyana, M.Pd., selaku penanggung jawab kegiatan, menjelaskan bahwa seluruh elemen acara dirancang dengan prinsip keberlanjutan. Dekorasi dan properti panggung dibuat dari limbah tekstil yang disumbangkan oleh UMKM lokal, mendukung ekonomi sirkular dan kolaborasi lintas sektor.
Sebagai penutup acara, diumumkan para pemenang lomba daring yang sebelumnya telah diseleksi oleh dewan juri. Tepuk tangan dan semangat yang bergema menjadi penanda keberhasilan acara sebagai ruang ekspresi mahasiswa yang selaras dengan nilai-nilai global.
Melalui La Semaine de la Mode 2025, FBS UNNES kembali menegaskan peran kampus sebagai ruang tumbuh yang mengasah empati, kreativitas, dan kesadaran global mahasiswa. Perpaduan antara estetika dan etika menjadi pijakan penting menuju masa depan pendidikan yang berkelanjutan dan berakar pada budaya bangsa.




