Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Universitas Negeri Semarang (Unnes) Agus Ja’far selalu punya kesibukan tambahan setiap kali menjelang penerimaan mahasiswa baru. Bersama teman-teman Forum Komunikasi Mahasiswa Batang se-Indonesia (Forkombi), ia menyiapkan program pendampingan masuk perguruan tinggi bagi adik-adiknya, pelajar di Kabupaten Batang, yang berminat melanjutkan ke perguruan tinggi.
Pendimpingan dilakukan Agus agar adik-adiknya dari Batang bisa menikmati pendidikan tinggi, meraih cita-cita mereka.
Ada empat program utama yang dilakukan Agus. Pertama, ia memberikan sosialisasi dan bimbingan kepada siswa kelas tiga di sekolah-sekolah di Batang. Langsung berkunjung ke sekolah, Agus memberitahukan jadwal pendaftaran, program studi yang tersedia, peluang beasiswa, hingga menyimulasikan cara pendaftaran secara online.
Kedua, bagi mahasiswa yang tidak lolos SNMPTN dan berencana mengikuti SBMPTN dan ujian mandiri, Agus memberikan pendampingan belajar dalam bentuk Bimbingan Pasa Ujian Nasional (BPUN). BPUN digagas Yayasan Mata Air dilaksanakan di berbagai daerah. Agus bersama Forkombi melaksanakan program itu di Batang dengen menggandeng guru di Batang dan Kendal.
Ketiga, ketika ujian SBMPTN dan ujian mandiri dilaksanakan, Agus mendampingi adik-adiknya mulai saat berangkat dari Batang sampai ke lokasi tes di Semarang. Ia menyiapkan transportasi, penginapan, juga makan selama adik-adiknya berada Semarang. Setelah tes usai, Agus juga akan mendampingi adik-adiknya sampai kembali ke Batang.
Keempat, jika mahasiswa yang didampingi lulus, Agus dan kawan-kawannya juga akan mencarikan kos dan keperluan lain agar adik-adiknya bisa memulai kuliah dengan lancar.
Untuk seluruh pendampingan itu, Agus memungut iuran sebesar Rp200 ribu kepada setiap peserta. Dana itu digunakan untuk operasional selama bimbingan belajar, membayar transportasi Batang-Semarang, membayar penginapan, juga membeli makanan.
Baik Agus maupun kawan-kawannya tidak menerima bayaran apa pun untuk pendampingan yang diberikannya. Jangankan bayaran, dia dan kawan-kawan Forkombi bahkan kerap harus nombok karena iuran dari peserta pendampingan tidak cukup untuk menutupi seluruh biaya kegiatan. Tetapi, Agus tetapi menjalani itu dengan senang hati.
“Nombok tidak masalah, karena niat awal kami memang ingin belajar membantu. Kami senang kalau bantuan kami membuat adik-adik kelas meraih pendidikan yang mereka inginkan,” kata mahasiswa jangkung penyandang tuna netra ini.
Pendampingan yang diberikan oleh mahasiswa peraih medali emas Pimnas 2015 ini berbuah manis. Enam siswa yang didampinginya sudah lolos SNMPTN 2016. Ia tak pernah mengklaim bahwa keberhasilan enam siswa itu berkat jasanya. Tetapi keenam siswa tersebut adalah peserta program bimbingannya.
Setelah SNMPTN selesai, perhatian Agus dan kawan-kawan kini difoksukan untuk menghadapi SBMPTN. Saat ini ada 42 siswa lainnya yang sedang ia bimbing agar siap mengikuti SBMPTN. Ia harus bekerja keras agar adik-adiknya bisa berkompetisi meraih tiket ke perguruan tinggi negeri.
Meskipun tidak memperoleh bayaran, bahkan harus nombok, Agus berencana melanjutkan program pendampingan ini di tahun-tahun mendatang. Programnya akan terus dijalankan meskipun ia sepi apresiasi.
Dalam obrolan dengan unnes.ac.id, Agus mengatakan, ia meras perlu melakukan hal itu karena merasa bantuannya berarti, bukan karena ingin tampak gagah, apalagi keinginan dikenal sebagai pejuang.