Pada tiap daerah di Jawa Tengah terdapat berbagai keanekaragaman produk lokal. Dibutuhkan upaya nyata untuk mengangkatnya supaya kian dikenal. Antara masyarakat sebagai produsen dan pemangku kepentingan hendaknya tersinergikan.
“Berbagai hasil karya para pendahulu yang masih ada hingga sekarang nyatanya banyak mengandung makna dan tata nilai. Kita wajib untuk senantiasa menjaganya,” ujar Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Prof Sudijono Sastroatmodjo, ketika membuka Festival Jajan Pasar dan Batik, Jumat (22/3), di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unnes.
Berbagai karya para leluhur, rektor mengungkapkan, tercipta karena rasa tanggung jawab mereka yang besar kepada orang di sekitar. “Jajan pasar, misalnya, mengandung makna bahwa masyarakat Jawa Tengah yang selalu ingin bergotong-royong untuk senantiasa mewujudkan ketenteraman dan kenyamanan,” katanya di hadapan unsur pimpinan, dosen, karyawan, serta ratusan pengunjung yang memadati area festival.
Di sisi lain, kegiatan ini juga merupakan pengingatan kembali akan kepemilikan jajan pasar, yang sekaligus ingin selalu mewujudkan kemandirian pangan. “Anggapan bahwa jajan pasar yang murahan dan kurang bergizi hendaknya pula harus senantiasa kita kikis melalui berbagai upaya seperti ini,” tandasnya.
Terdapat puluhan stan yang memeriahkan Festival Jajan Pasar dan Batik yang diselenggarakan memeringati Dies Nataliske-48 Unnes. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Jawa Tengah.
Pada Festival Jajan Pasar, Fristia Evi Dianastiti memenangi dengan jajan sentling dari Kendal. Juara II oleh Sri Prastiti dengan jajan mendut dari Wonogiri, juara III Rofik dengan olahan bonggol pisang.
Adapun pada Parade Batik yang diikuti 22 mahasiswa Unnes, mahasiswa Bahasa dan Sastra Jawa Fitria Tungging Sayekti menjadi juara I. Juara II diraih Dani, mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling, juara III Rinawati dari Prodi Tata Busana Fakultas Teknik Unnes. Para juara berhak mendapat sejumlah uang, trofi, dan sertifikat.