Saat ini, pemerintah berupaya melakukan transformasi perekonomian negara dari ekonomi berbasis sumber daya alam (resource based economy) menjadi ekonomi berbasis ilmu pengetahuan (knowledge based economy).
Untuk itu, Kemenristekdikti melalui Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi mengembangkan program pengembangan Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (PPBT). Program itu terkonsentrasi pada penumbuhan startup berbasis teknologi sudah dilaksanakan sejak tahun 2015.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir dalam acara Pembukaan Pameran Inovasi Inovator Indonesia Expo (i3E) menyebutkan, hingga 2018, pendanaan dan pembinaan telah diberikan oleh Kemenristekdikti kepada 923 startup dan calon startup yang berasal dari mahasiswa, masyarakat umum, dan juga peneliti/dosen.
“Sebanyak 923 startup tersebut harus terus mendapatkan pendampingan dan pembinaan dari pemerintah, untuk itu salah satu langkah yang kami lakukan melalui Ditjen Penguatan Inovasi adalah dengan menyelenggarakan kegiatan Pameran Inovasi Inovator Indonesia ini,” terangnya.
Nasir menjelaskan perhelatan ini bertujuan agar tumbuhnya budaya Iptek yang menggerakan generasi muda untuk berinovasi, dengan melihat produk yang dipamerkan. Serta untuk menarik minat investor untuk berinvestasi sebagai angle investor atau seed funding terhadap produk-produk hasil inovasi menjadi industri.
Stan Terbaik
Pada ajang pameran tersebut UNNES menampilkan lima produk PPBT, seperti produk Bioflame Gel (gel bioetanol gel berbasis singkong), Hygine 6+(sabun cair serba guna), Smart Solar Home System (panel solar sel), Wood Dry Kiln (Oven pengering kayu), Sampah Muda (aplikasi jual beli sampah) dan dua produk CPPBT yakni Oxyfla (fitofarmaka jahe hitam yang berfungsi sebagai viagra alami), dan airQu 8+ (air sehat ber ph lebih dari 8 yang diolah dengan Reverse Osmosis Alkaline system).
Pada acara upacara penutupan pameran I3E, airQu8+ berhasil memperoleh penghargaan sebagai stan terbaik pertama kategori benda pamer dan informatif . Hasil kegiatan CPPBT yang dilaksanakan oleh Eka Yuli Astuti, MA, Prof. Dr. Dewi Liesnoor, dan Evi Widowati, M.Kes tersebut mematahkan anggapan bahwa air minum dalam kemasan selalu bersumber dari mata air pegunungan.
AirQu 8+ bersumber dari sumur dalam (deep weel) di kawasan Tembalang, Kota Semarang, yang digali dengan bantuan alat pendeteksi gamma ray well logging dan air diolah dengan sistem Reverse Osmosis Alkaline. Eka Yuli mengatakan pada pameran i3E lebih dari 1000 unit airQu 8+ dibagikan kepada pengunjung stand airQu 8+ untuk uji pasar. “Respons pengunjung luar biasa terhadap produk baik mengenai desain kemasana maupun rasa airQu 8+. Tahun 2019 nanti airQu 8+ siap diproduksi massal setelah perizinan lengkap,” ujarnya.