Semarang (27/10) Isu kesehatan reproduksi masih menjadi perhatian di Indonesia. Mengingat masih banyak masalah kesehatan yang timbul dan masih banyak masyarakat yang belum menyadari bertapa pentingnya kesehatan Reproduksi. Untuk itu, terdapat organisasi yang berfokus pada Kesehatan seksual dan reproduksi, seperti International Planned Parenthood Federation (IPPF) di tingkat internasional, serta Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia. Kedua organisasi tersebut memiliki tujuan dalam pemenuhan hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi.
Prodi Kesmas UNNES sukses menyelenggarakan “Studium General: Sexual & Reproductive Health and Right in Emergency” (27/10). Kegiatan ini berlangsung di Ruang Pertemuan Lantai 3, Dekanat FIK. Selain itu, studium general juga dapat diikuti melalui zoom meeting. Setelah pembukaan acara, terdapat penandatanganan Implementation of Arrangement dari pihak IPPF dan UNNES.
Kegiatan studium general kali ini mengundang pembicara, antara lain Mrs. Lee Sook Foong, Senior Humanitarian Program, International Planned Parenthood Federation (IPPF), Malaysia, yang mengenalkan organisasi IPPF. Pembicara kedua yakni Mrs. Edna Nyaboke Mokaya, Sexual and Reproductive Health Advisor, International Planned Parenthood Federation (IPPF), Kenya yang menerangkan mengenai pemenuhan hak kesehatan seksual dan reproduksi di situasi bencana. Pemaparan materi dilanjutkan oleh Dwi Yunanto Hermawan, Vocal Point Humanitarian, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Indonesia, yang memaparkan peran-peran PKBI dalam pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi. Sesi pemaparan materi dipandu oleh Efa Nugroho, M.Kes., dosen Jurusan IKM.
Mrs. Edya menjelaskan bahwa Hak Kesehatan Reproduksi adalah bagian dari Hak Asasi Manusia, dimana didalamnya ada hak-hak mengenai kesehatan reproduksi, seperti hak untuk hidup sehat, hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan edukasi dan informasi, hak untuk memiliki privasi, hak menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak, hak mengenai pernikahan, hak untuk bebas dari diskriminasi, hak untuk bebas dari praktek yang mengancam wanita dan anak, serta hak untuk bebas dari kekerasan. Apabila diabaikan, maka akan menimbulkan masalah kesehatan, seperti aborsi, kekerasan seksual, mengancam orang dengan HIV/AIDS, dsb. Maka dari itu, terdapat Minimal Initial Service Package (MISP), yakni rangkaian prioritas Kesehatan Seksual dan Reproduksi yang diimplementasikan dalam keadaan krisis.