SEMARANG – Dalam rangka implementasi Asta Cita dan Sustainable Development Goals (SDG’s), Program Studi Pendidikan Nonformal (PNF) Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi (FIPP) menyelenggarakan Forum Group Discussion (FGD) bertema “Menguatkan dan Merajut Kemitraan: Peran dan Eksistensi Tangguh Pendidikan Nonformal Menuju Indonesia Tangguh”. Kegiatan ini dibuka oleh Wakil Dekan III FIPP, Siti Nuzulia, S.Psi., M.Si., PhD., dan dihadiri oleh narasumber dari Dinas Pemberdayaan Desa, BBPMP Jawa Tengah, dan Dinas Pendidikan Kota Semarang.

Kegiatan ini secara spesifik mengamanatkan:
- Asta Cita: Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (Asta Cita ke-4), membangun dari desa untuk pemberantasan kemiskinan (Asta Cita ke-6), dan memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis (Asta Cita ke-8).
- SDG’s: Penyelenggaraan pendidikan berkualitas (SDG’s ke-4), kelembagaan yang tangguh (SDG’s ke-16), dan kemitraan untuk mencapai tujuan (SDG’s ke-17).

Kepala Sub Bagian Program Dinas Pemberdayaan Desa, Bapak Adhiyatma, menekankan bahwa PNF memiliki kaitan erat dengan pemberdayaan masyarakat desa, yang merupakan “miniatur Indonesia”. PNF diharapkan mampu mendorong kreativitas pemimpin desa yang masih bergantung pada dana transfer pusat, terutama dalam mengelola keuangan desa dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang banyak dibentuk hanya karena tren.
Senada dengan hal tersebut, Kepala Sub Koordinator Kurikulum dan Penilaian Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bapak Rifki Nugroho, S.Pd., M.Kom, menyatakan bahwa PNF memiliki keunggulan dalam fleksibilitas dan penyesuaian kebutuhan peserta. Pengalamannya di Mangunharjo, Semarang, menunjukkan bahwa pendekatan keterampilan (teknik perkapalan dan listrik) menjadi kunci untuk mengatasi masalah buta aksara dan penolakan belajar di kalangan nelayan.
Widyaprada Ahli Madya BBPMP Jawa Tengah, Bapak Heri Martono, S. S., M.Pd, menyoroti bahwa PNF (dahulu dikenal sebagai PLS) memiliki ruang lingkup yang sangat luas—diibaratkan ikan yang hidup di lautan.
Tantangan utama terletak pada:
- Tingginya jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) di Jawa Tengah yang mencapai sekitar 33.000 orang, sementara kapasitas SKB dan PKBM masih terbatas.
- Tugas PNF tidak hanya mengajar, tetapi mencari, mempertahankan, dan membantu peserta didik mendapatkan pekerjaan.
- Tantangan terbesar adalah membangkitkan motivasi belajar peserta, bukan sekadar menyediakan fasilitas atau dana.
Peluang besar bagi PNF mencakup:
- Potensi lapangan kerja yang luas di luar ASN, seperti pengelola kursus, PKBM, PAUD, dan program pemerintah.
- Banyaknya contoh pengelola lembaga PNF yang berhasil secara ekonomi dan lebih sejahtera dibanding ASN.
- Rencana kebijakan ke depan yang akan menjadikan PNF sebagai ujung tombak dalam pengentasan ATS dan peningkatan kesetaraan pendidikan.
Diskusi menguatkan bahwa keberhasilan PNF sangat dipengaruhi oleh sistem yang baik, mencakup SKTP (Surat Keterangan Tanda Tamat PAUD), Dapodik, dan Sertifikasi tenaga pendidik. Akreditasi juga menjadi syarat penting untuk menjaga mutu dan memastikan ijazah diakui.
Ketua Panitia, Bapak Mu’arifuddin, S.Pd., M.Pd., menyatakan bahwa kompetensi utama lulusan PNF adalah mengelola program dan lembaga pendidikan nonformal. Ia berharap mahasiswa magang di PKBM yang sederhana agar dapat belajar mengembangkan lembaga, bukan hanya memanfaatkan fasilitas yang sudah lengkap.
FGD ini menyimpulkan bahwa mahasiswa PNF harus turun ke lapangan sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, bukan sekadar mengikuti tren. Selain itu, pentingnya kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk mengembalikan marwah pendidikan yang berawal dari rumah. Program studi PNF berkomitmen menjalin kerja sama agar mahasiswa mampu mengembangkan potensi diri dan menjaga sikap di mana pun berada.




