Isu wellbeing (kesejahteraan) lintas generasi menjadi fokus utama dalam Education and
Psychology International Conference (EPIC) 2025 yang digelar di Hotel Grasia, Semarang,
pada Rabu, 16 Juli 2025. Konferensi internasional perdana ini merupakan inisiatif dari
Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi (FIPP) Universitas Negeri Semarang (UNNES).
Acara ini dibuka secara resmi oleh Sekretaris UNNES, Prof. Dr. Sugianto, M.Si., dengan
mengusung tema besar: “Transforming Wellbeing across Generations: Empowering
Communities through Digital, Educational, and Psychological Perspectives.”
Ketua panitia, Dr. Decky Avrilianda, S.Pd., M.Pd., menyampaikan bahwa EPIC 2025
diselenggarakan secara hibrida, sehingga menjangkau partisipasi yang lebih luas dari
kalangan akademisi dan praktisi. Sebanyak 141 peneliti dari berbagai universitas turut ambil
bagian, membahas peran teknologi digital, pendidikan, dan psikologi sebagai kunci
pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kualitas hidup.
Decky menambahkan bahwa konferensi ini juga mendukung capaian Sustainable
Development Goals (SDGs), khususnya poin 3 mengenai kesehatan dan kesejahteraan, serta
poin 4 tentang pendidikan berkualitas.
Dekan FIPP UNNES, Prof. Edy Purwanto, M.Si., menegaskan urgensi topik kesejahteraan,
terlebih di tengah meningkatnya kasus bunuh diri di kalangan pelajar. “Saya berharap
konferensi ini menjadi ruang berbagi pengetahuan dan keterampilan dalam mempromosikan
kesejahteraan secara lebih luas,” ujarnya.

Perspektif Baru Kesejahteraan dari Empat Pakar Internasional
EPIC 2025 menghadirkan empat pembicara utama yang menawarkan pendekatan inovatif
dalam memahami dan membangun kesejahteraan lintas generasi:
- Assoc. Prof. Dr. Rizki Edmi Edison, Ph.D.
Dosen dari Universiti Brunei Darussalam ini membahas The Neuroscience of
Leadership in Nurturing Generational Well-Being. Ia menekankan bahwa
neuroleadership—yakni kepemimpinan berbasis fungsi otak dan perilaku—dapat
mendorong inovasi dan pertumbuhan. Dr. Edmi juga memaparkan hasil risetnya
mengenai kaitan antara struktur otak (Frontal Lobe dan Limbic System) dengan
perilaku remaja yang kecanduan pornografi, dalam studi berjudul “Faking Good
Among Porn-Addicted Adolescents.” - Dr. Felix Why
Dosen senior dari Worcester University ini memperkenalkan pendekatan Sistem 1
dalam mengubah perilaku kesehatan. Ia menjelaskan bahwa intervensi berbasis
respons otomatis dan bawah sadar, seperti penggunaan opsi sehat sebagai default,
terbukti efektif dalam mendorong perubahan gaya hidup, terutama di tengah arus
informasi cepat dan tantangan Flynn Effect Terbalik (penurunan kecerdasan generasi
baru). - Prof. Lindsay Oades
Pakar dari The University of Melbourne ini memperkenalkan konsep Wellbeing
Literacy—kemampuan menggunakan bahasa dan pemahaman kesejahteraan untuk
meningkatkan kualitas hidup diri sendiri dan orang lain. Model literasi ini mencakup
kosakata, pemahaman, penyusunan makna, kesadaran konteks, dan niat untuk
meningkatkan kesejahteraan. Penelitiannya menunjukkan bahwa literasi ini
merupakan kompetensi unik yang berpengaruh besar.
- Prof. Dr. Awalya, M.Pd., Kons.
Guru Besar UNNES ini memfokuskan paparan pada kesejahteraan guru sebagai
elemen kunci mutu pendidikan. Hasil risetnya di 48 SMA di Jawa Tengah
mengungkap bahwa kesejahteraan guru memiliki dampak tidak langsung terhadap
pencapaian siswa melalui pembentukan karakter. Selain itu, kesejahteraan guru secara
langsung memengaruhi metode pengajaran, manajemen kelas, dan dukungan
psikologis.
Konferensi EPIC 2025 diharapkan menjadi fondasi penting dalam merancang strategi dan
kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan, dengan




