MUTU RENDAHNYA PENDIDIKAN KONSERVASI DAN LITERASI KONSERVASI AKAR DARI MASALAH

Universitas Negeri Semarang > FEB UNNES > Gagasan > MUTU RENDAHNYA PENDIDIKAN KONSERVASI DAN LITERASI KONSERVASI AKAR DARI MASALAH

Saat ini kita sedang dihadapkan oleh permasalahan lingkungan di masyarakat yang tidak ada ujungnya. Seperti kebersihan lingkungan, hewan, tumbuhan, sosial, budaya dan masih banyak lagi. Bahkan hingga saat ini permasalahan tersebut semakin meningkat pertahunya. Contohnya semakin punahnya hewan-hewan yang dilindungi, semakin hilangnya adat dan kebudayaan karena arus globalisasi dan factor lainya.
Permasalahan ini menjadi hal yang sangat disayangkan dan memperihatinkan karena bagaimanapun hal ini harus diatasi agar suatu hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Kekayaan hayati flora, fauna dan kebudayaan harus tetap dipertahankan dan di estafetkan sampai ke generasi selanjutnya untuk keberlangsungan hidup.
Sebenarnya, banyak tindakan yang telah diambil oleh pemerintah maupun suatu organisasi untuk menyelesaikanya, seperti mengadakan aksi, webinar, motivasi dan masih banyak lagi kegiatan lainya, akan tetapi tetap saja tidak terselesaikan.
Hal ini menciptakan sebuah pertanyaan yang muncul dari benak pikiran kita, mengapa hal ini tidak ada kunjung usai?. Tidak terselesaikanya masalah konservasi yang ada bukan dikarenakan tidak adanya tindakan dari pemerintahan belum menemukan akar permasalahan yang dihadapi.
Sesunguhnya akar permasalahan konservasi ini adalah mutu pendidikan konservasi dan literasi konservasi yang rendah. Pendidikan dan penanaman nilai karakter sebagai kunci utama suatu proses dalam pembentukan masyarakat dalam upaya membawa perubahan dan mempertahankan nilai nilai konservasi. Namun, kenyataanya pendidikan konservasi belum sepenuhnya menyentuh dalam nilai dan karakter masyarakat, sehingga belum teratasi permasalahan upaya konservasi.
Literasi konservasi adalah kemampuan seseorang untuk dapat memahami, mengomunikasikan dan memecahkan masalah-masalah konservasi biodiversitas, sehingga mereka memiliki sikap dan kepekaan yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya dalam mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ilmiah. Bukti rendahnya literasi Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah begitu juga dengan literasi konservasi.
Ironisnya lagi kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) di Indonsia yang melimpah tidak diimbangi dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang melek dalam keperdulian lingkungan dari riset yang telah dilakukan oleh WALHI didapatkan data
bahwa lahan seluas 159 juta hektar sudah terkapling dalam ijin investasi industri ekstraktif. Luas wilayah daratan yang secara legal sudah dikuasai oleh korporasi yakni sebesar 82.91%, sedangkan untuk wilayah laut sebesar 29.75%.
Data IPBES 2018 juga menyebutkan bahwa setiap tahunnya Indonesia kehilangan hutan seluas 680 ribu hektar, yang mana merupakan terbesar di region asia tenggara. Sedangkan data kerusakan sungai yang dihimpun oleh KLHK tercatat bahwa, dari 105 sungai yang ada, 101 sungai diantaranya dalam kondisi tercemar sedang hingga berat dan data lain gerkait kerusakan dan kehilangan kekayaan alam dan budaya yang di Indonesia.
Dampak yang yang dirasakan masyarakat Indonesia akibat rendahnya mutu pendidikan konservasi dan literasi konservasi, salah satunya adalah kurangnya melek kepedulian lingkungan sekitar dan belum tertanamnya nilai karakter dan masalah-masalah lainya.
Rendahnya kesadaran pentingnya pendidikan konservasi dan literasi konvervasi membuat salah satu upaya dalam meningkatkan konservasi ini terhambat seperti penghijauan, pelestarian budaya, dan kepedulian lingkungan lainya, penanaman nilai karakter kepedulian dan penggerakan konservasi adalah suatu hal yang penting, perlu adanya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadahi oleh sebab itu peranan pemerintah dan korelasi masyarakat sangat diperlukan.
Jika saja masyarakat memperoleh penanaman nilai karakter melalui pendidikan konservasi dan literasi konservasi yang lebih baik, tentu saja permasalahan itu bisa teratasi. Masyarakat akan lebih terbuka dan memiliki rasa kepedulian dalam pentingnya berkonservasi dan misa mencapai pencapaian yang kita harapkan.
Beradasarkan penjabaran-penjabaran diatas bisa disimpulkan bahwa rendahnya pendidikan konservasi dan literasi konservasi merupakan akar masalah dari usaha penanaman nilai karakter kepedulian konservasi di Indonesia saat ini, Oleh karena itu, seharusnya pemerintah dapat mengupayakan kebijakan serta gerakan dan perlu adanya korelasi dengan masyarakat, dengan meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang melek berliterasi konservasi sehingga tidak kalah bersaing dengan Sumber Daya Manusia (SDM) di negara-negara lain.

Leave a Reply

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas:

MUTU RENDAHNYA PENDIDIKAN KONSERVASI DAN LITERASI KONSERVASI AKAR DARI MASALAH

Universitas Negeri Semarang > FEB UNNES > Gagasan > MUTU RENDAHNYA PENDIDIKAN KONSERVASI DAN LITERASI KONSERVASI AKAR DARI MASALAH

Saat ini kita sedang dihadapkan oleh permasalahan lingkungan di masyarakat yang tidak ada ujungnya. Seperti kebersihan lingkungan, hewan, tumbuhan, sosial, budaya dan masih banyak lagi. Bahkan hingga saat ini permasalahan tersebut semakin meningkat pertahunya. Contohnya semakin punahnya hewan-hewan yang dilindungi, semakin hilangnya adat dan kebudayaan karena arus globalisasi dan factor lainya.
Permasalahan ini menjadi hal yang sangat disayangkan dan memperihatinkan karena bagaimanapun hal ini harus diatasi agar suatu hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Kekayaan hayati flora, fauna dan kebudayaan harus tetap dipertahankan dan di estafetkan sampai ke generasi selanjutnya untuk keberlangsungan hidup.
Sebenarnya, banyak tindakan yang telah diambil oleh pemerintah maupun suatu organisasi untuk menyelesaikanya, seperti mengadakan aksi, webinar, motivasi dan masih banyak lagi kegiatan lainya, akan tetapi tetap saja tidak terselesaikan.
Hal ini menciptakan sebuah pertanyaan yang muncul dari benak pikiran kita, mengapa hal ini tidak ada kunjung usai?. Tidak terselesaikanya masalah konservasi yang ada bukan dikarenakan tidak adanya tindakan dari pemerintahan belum menemukan akar permasalahan yang dihadapi.
Sesunguhnya akar permasalahan konservasi ini adalah mutu pendidikan konservasi dan literasi konservasi yang rendah. Pendidikan dan penanaman nilai karakter sebagai kunci utama suatu proses dalam pembentukan masyarakat dalam upaya membawa perubahan dan mempertahankan nilai nilai konservasi. Namun, kenyataanya pendidikan konservasi belum sepenuhnya menyentuh dalam nilai dan karakter masyarakat, sehingga belum teratasi permasalahan upaya konservasi.
Literasi konservasi adalah kemampuan seseorang untuk dapat memahami, mengomunikasikan dan memecahkan masalah-masalah konservasi biodiversitas, sehingga mereka memiliki sikap dan kepekaan yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya dalam mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ilmiah. Bukti rendahnya literasi Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah begitu juga dengan literasi konservasi.
Ironisnya lagi kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) di Indonsia yang melimpah tidak diimbangi dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang melek dalam keperdulian lingkungan dari riset yang telah dilakukan oleh WALHI didapatkan data
bahwa lahan seluas 159 juta hektar sudah terkapling dalam ijin investasi industri ekstraktif. Luas wilayah daratan yang secara legal sudah dikuasai oleh korporasi yakni sebesar 82.91%, sedangkan untuk wilayah laut sebesar 29.75%.
Data IPBES 2018 juga menyebutkan bahwa setiap tahunnya Indonesia kehilangan hutan seluas 680 ribu hektar, yang mana merupakan terbesar di region asia tenggara. Sedangkan data kerusakan sungai yang dihimpun oleh KLHK tercatat bahwa, dari 105 sungai yang ada, 101 sungai diantaranya dalam kondisi tercemar sedang hingga berat dan data lain gerkait kerusakan dan kehilangan kekayaan alam dan budaya yang di Indonesia.
Dampak yang yang dirasakan masyarakat Indonesia akibat rendahnya mutu pendidikan konservasi dan literasi konservasi, salah satunya adalah kurangnya melek kepedulian lingkungan sekitar dan belum tertanamnya nilai karakter dan masalah-masalah lainya.
Rendahnya kesadaran pentingnya pendidikan konservasi dan literasi konvervasi membuat salah satu upaya dalam meningkatkan konservasi ini terhambat seperti penghijauan, pelestarian budaya, dan kepedulian lingkungan lainya, penanaman nilai karakter kepedulian dan penggerakan konservasi adalah suatu hal yang penting, perlu adanya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadahi oleh sebab itu peranan pemerintah dan korelasi masyarakat sangat diperlukan.
Jika saja masyarakat memperoleh penanaman nilai karakter melalui pendidikan konservasi dan literasi konservasi yang lebih baik, tentu saja permasalahan itu bisa teratasi. Masyarakat akan lebih terbuka dan memiliki rasa kepedulian dalam pentingnya berkonservasi dan misa mencapai pencapaian yang kita harapkan.
Beradasarkan penjabaran-penjabaran diatas bisa disimpulkan bahwa rendahnya pendidikan konservasi dan literasi konservasi merupakan akar masalah dari usaha penanaman nilai karakter kepedulian konservasi di Indonesia saat ini, Oleh karena itu, seharusnya pemerintah dapat mengupayakan kebijakan serta gerakan dan perlu adanya korelasi dengan masyarakat, dengan meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang melek berliterasi konservasi sehingga tidak kalah bersaing dengan Sumber Daya Manusia (SDM) di negara-negara lain.

Leave a Reply

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: