Menguatkan Integritas Agar Lebih Dari Sekedar Nama Zona

Universitas Negeri Semarang > FEB UNNES > Menguatkan Integritas Agar Lebih Dari Sekedar Nama Zona

Euforia Zona Integritas (ZI) masih berlanjut hingga saat ini sejak ditetapkannya Permenpan No.52 Tahun 2012 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah. Berbagai instansi berlomba-lomba untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK)/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik untuk mendapatkan predikat ZI pada instansi mereka masing-masing. Hal ini secara umum merupakan tren positif di kalangan instansi publik untuk bersama-sama meningkatkan integritas pegawai instansi pemerintah yang selama ini pelayanannya masih banyak dikeluhkan masyarakat. Tren mengejar predikat ZI ini diharapkan menghasilkan luaran nyata berupa peningkatan kepuasan masyarakat secara individu maupun kelompok terhadap pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah tersebut. Namun demikian, pertanyaan besar yang kemudian muncul adalah: Apakah euforia ZI ini akan benar-benar berhasil mewujudkan perubahan yang berkelanjutan pada instansi pemerintahan, atau hanya sekedar menciptakan tren pencitraan terbaru di tingkat kelembagaan?

Trevinyo-Rodrıguez (2007) mengklasifikasikan jenis integritas menjadi 3 kategori berdasarkan Teori Sistem Umum Luhmann (Luhmann’s General System Theory), yaitu: integritas pribadi, integritas moral dan integritas organisasi. Aplikasi praktis dari ketiga kategori ini dalam konteks organisasi dapat digunakan oleh manajer untuk mengartikulasikan beberapa hal yang abstrak namun esensial dalam membentuk budaya organisasi mereka, dan yang pada gilirannya, berdampak pada perilaku anggota organisasi. Selain itu, framework ini berguna untuk mendeteksi kemungkinan/konflik kepentingan yang mungkin terjadi di masa depan timbul karena perbedaan pandangan pribadi (karyawan) dan organisasi (perusahaan) tentang integritas.

Integritas Pribadi, integritas yang melibatkan determinan internal diri sendiri –keinginan, evaluasi, komitmen – yang terintegrasi menjadi satu kesatuan. Dalam pandangan identitas, integritas pribadi berarti kesetiaan pada prinsip-prinsip yang mewakili identitas inti seseorang. Konsep integritas individu membawa masalah serius apabila dibawa ke relasi yang lebih luas karena akan berhadapan dengan relativisme moral. Relativisme moral berpendapat bahwa tidak ada prinsip moral yang absolut dan valid, melainkan prinsip etika yang sah berdasarkan pilihan individu, kebiasaan dan/atau norma budaya. Integritas Moral, melingkupi sistem tingkat yang lebih tinggi, yang melampaui komitmen individualistis murni. Satu pandangan McFall dalam bukunya yang berjudul “Integrity” yang diterima secara umum adalah bahwa prinsip moral/minimum moral dicirikan oleh ketidakberpihakan dan universalitas, meskipun mungkin akan “melukai” beberapa kepentingan individu. Integritas Organisasi, Solomon dan Hanson dalam bukunya yang berjudul “Above the Bottom Line: An Introduction to Business Ethics” menegaskan bahwa ada beberapa syarat agar tercipta moralitas organisasi yang merupakan landasan bagi integritas organisasi, yaitu:  konsistensi – kasus serupa diperlakukan sama; universalitas – menerapkan pada diri kita sendiri pertimbangan yang sama yang kita terapkan pada orang lain; memberikan alasan saat mendukung suatu posisi atau tindakan, dan kepedulian terhadap orang lain.

Berdasarkan penjelasan tersebut, terkadang nilai-nilai yang dianut organisasi bukanlah nilai yang dimiliki individu di dalamnya. Namun, hal ini bukan suatu hal yang tidak dapat dijembatani, karena pada akhirnya kedua entitas dapat beradaptasi dan belajar. Masalah muncul ketika nilai-nilai organisasi tidak sejalan dengan standar moral atau keluar dari sistem integritas moral. Hal ini dapat menyebabkan individu terjerumus dalam praktik yang menyimpang dari moral organisasi dan menghadapi implikasi yang serius.

Kebijakan ZI memiliki 6 area di antaranya adalah: Area 1 Manajemen perubahan, Area 2 Penataan Tatalaksana, Area 3 Penataan Manajemen SDM, Area 4 Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Area 5 Penguatan Pengawasan, dan Area 6 Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Keenam area ini secara konsisten telah didesain sesuai dengan alur kerangka integritas yang telah disusun oleh Trevinyo-Rodrıguez. Dapat dianalisis bahwa area-area ini disusun untuk menyamakan nilai-nilai pembentuk integritas pribadi (area 1-4), kemudian integritas moral (area 5) dan pada akhirnya membentuk integritas organisasi (area 6). Apabila ketiga integritas ini dapat berjalan dengan selaras dan saling mendukung, maka predikat ZI yang didapat oleh suatu Lembaga dapat dipastikan bukan hanya sekadar menjadi atribut pemanis dalam Lembaga pemerintahan.

 

Inaya Sari Melati, S.Pd, M.Pd- Dosen Jurusan Pendidikan Ekonomi

Leave a Reply

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: