MENGGERAKAN PERILAKU RAMAH LINGKUNGAN BERBASIS ALTRUISME

Universitas Negeri Semarang > FEB UNNES > Gagasan > MENGGERAKAN PERILAKU RAMAH LINGKUNGAN BERBASIS ALTRUISME

Author : Muhammad Feriady
(Ketua Gugus Konservasi FEB UNNES)

Altruisme secara umum diartikan sebagai sikap peduli dan perhatian seseorang kepada orang lain. Lebih jelas lagi altruisme juga sering dimaknai sebagai sikap seseorang untuk mengedepankan kepentingan orang banyak dibandingkan dengan kepentingaya sendiri. Sifat altruisme ini berkebalikan dengan egoism yang lebih memfokuskan pada kepentingan sendiri tanpa peduli dengan kepentingan orang lain.

David G. Myers seorang psikolog Amerika menjelaskan bahwasanya sesorang memiliki kadar altruisme yang berbeda-beda dalam dirinya, rasa senang dan bangga bisa melakukan sesuatu untuk khalayak umum seringkali menjadi pemicu sifat altruistic ini. Ada seseorang yang sangat senang melakukan kebaikan meskipun tanpa imbalan apapun, namun ada juga yang sangat fokus pada sesuatu yang akan didapatkan Ketika melakukan sesuatu.

Sarlito Sarwono dalam bukunya Psikologi Perkembangan menjelaskan bahwa Perkembangan sifat altruisme dalam diri seseorang sebenarnya dimulai secaraa genetic dan diwariskan secara turun temurun. Nenek moyang kita terdahulu saling membantu dan menolong satu sama lain sebagai cara untuk bertahan hidup. Generasi kita mewarisinya, meskipun saat ini manusia modern sudah lebih bisa mandiri dan tidak terikat dengan orang lain.  Perkembangan sifat altruisme sesorang selanjutnya berkaitan dengan lingkungan, Norma sosial dan penghargaan.

lalu apakah sikap altruisme ini penting jika berkaitan dengan problem lingkungan?

Perilaku ramah lingkungan menjadi kebutuhan utama dalam menjaga kelestarian lingkungan, sayangya saat ini perilaku Masyarakat terhadap kelestarian lingkungan semakin menurun. Dilansir dari data riset Kementerian Kesehatan diketahui hanya 20 persen dari total masyarakat Indonesia peduli terhadap kebersihan dan kesehatan. Ini berarti, dari 262 juta jiwa di Indonesia, hanya sekitar 52 juta orang yang memiliki kepedulian terhadap kebersihan lingkungan sekitar dan dampaknya terhadap kesehatan. Namun data lain dari Katadata.com menyebutkan bahwa isu lingkungan saat ini menjadi topik yang disukai oleh para generasi muda. Berdasarkan survey, terdapat 78,2 persen Gen Z menyukai topik bahasan seputar isu lingkungan. Pada generasi Y data survey menunjukan angka lebih rendah yaitu 72,3 persen saja yang memnyukai isu lingkungan.

Berdasarkan pada kontradiksi data yang ada tersebut dapat ditarik benang merah bahwa mereka yang mendiskusikan isu lingkungan belum tentu memiliki kontribusi nyata terhadap aksi ligkungan, utamanya pada perilaku ramah libgkungan. Sebagai contoh, isu lingkungan terkait pemansan global dan mencairnya Es di Kutub utara bisa saja ramai diperbincangkan sampai larut malam dengan lampu dan AC yang tetap menyala. Atau membahas isu sampah yang mencemari lautan di gazebo kampus sambil menyeruput Es Teh viral yang dibungkus Plastik. Kedua contoh tersebut menunjukan bahwasanya perlu ada penghubung antara gagasan dengan perilaku, karena keduanya seringkali berbeda.

Paul C Stern, Seorang Peneliti lingkungan menjelaskan bahwa adakalanya untuk menciptakan perilaku ramah lingkungan yang massif diperlukan seperangkat nilai, kepercayaan dan norma-norma. Dalam teori VBN yang dia kembangkan, Stern Menjelaskan bahwa kebiasaan baik bermula dari nilai-nilai yang dimiliki seseorang, dikuatkan dengan keyakinan dan ditegaskan dengen norma-norma. Salah satu nilai yang paling dominan adalah nilai altruisme. Jika sesorang dari bawaanya sudah memiliki nilai altruisme maka dia akan cenderung meyakini bahwa berdampak positif pada lingkungan adalah hal yang penting. Seseorang itu kemudian akan membangun persepsi atas norma-norma yang berkaitan dengan dampak lingkungan tersebut.

Contoh sederhana adalah himbauan membawa tumbler sebagai reduksi botol plastic sekali pakai di beberapa kampus. Karena minim pemantauan, himbauan-himbauan ini seringkali diabaikan, namun bagi beberapa orang yang memiliki keyakinan bahwa jika dia tetap membawa tumbler maka akan berdampak positif bagi lingkungan, maka dia akan tetap membawanya, meskipun merepotkan. Selanjutnya keyakinan akan dampak positif perilaku sesorang tearsebut ditentukan oleh nilai-nilai yang ada. Sebagai contoh jika seseorang sudah terbiasa puas dengan membantu orang lain, senang Ketika mengedepankan kepetingan orang lain, maka dia akan yakin jika melakukan hal baik untuk orang lain maka akan menimbulkan hal positif. Pad kasus ini jiwa sikap dan sifat altruisme menjadi penentu utama seseorang tersebut dalam perilaku ramah lingkungan.

Leave a Reply

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: