
Lingkungan pendidikan merupakan tempat yang tidak hanya sekedar belajar, melainkan membentuk moral dan perilaku. Dewasa ini, banyak yang sudah lupa tentang esensi pendidikan yang tidak hanya membentuk aspek kognitif, namun turut membangun aspek afektif dan psikomotorik. Pendidikan tidak hanya menekankan tentang hasil, namun proses untuk mencapainya, sehingga integritas merupakan komponen fondasi yang penting bagi sivitas akademika. Pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendikan tinggi, sivitas akademika adalah masyarakat akademik yang terdiri atas dosen dan mahasiswa. Pada lingkungan pendidikan, seperti universitas, integritas menjadi komponen yang sangat penting untuk membangun aspek afektif serta menjaga budaya akademik. Integritas merupakan serapan dari kata integrity, terjemahan dalam Cambridge Dictionary dimaknai sebagai kejujuran dan kepemilikian prinsip-prinsip moral yang tidak berubah. Integritas mempunyai makna yang luas, sehingga marilah membahas dan mempersempit integritas pada bidang akademik untuk memperdalam pembahasan di lingkungan pendidikan. Pertama, makna integritas adalah kejujuran yang menandakan bahwa insan akademik dituntut untuk berperilaku dengan mengedepankan dan menegakkan prinsip jujur di ranah akademik. Kedua, makna integritas adalah prinsip moral yang tidak berubah. Hal ini menandakan bahwa integritas adalah sebuah benteng bagi masing-masing individu untuk menghayati dan bertindak atas prinsip-prinsip moral yang kuat pada bidang akademik. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 39 Tahun 2021 telah menetapkan nilai-nilai integritas akademik dalam menghasilkan karya ilmiah yang meliputi kejujuran; kepercayaan; keadilan; kehormatan; tanggung jawab; dan keteguhan hati. Uraian tentang integritas menekankan betapa pentingnya integritas akademik untuk menjaga budaya akademik yang menjunjung tinggi nilai-nilai integritas untuk menghasilkan karya ilmiah yang saintifik.
Pada era saat ini, seiring berkembangnya teknologi yang semakin masif, integritas akademik kembali dipertanyakan eksistensinya. Plagiarisme menjadi tantangan integritas akademik di masa lalu, seiring berjalannya waktu, tantangan tersebut turut berubah. Dinamika kemunculan kecerdasan buatan, seperti ChatGPT yang diluncurkan pada Tahun 2022 merubah segalanya dan menjadi tantangan di lingkungan pendidikan. Terlebih, pada Tahun 2025 ini, China meluncurkan kecerdasan buatan yang serupa dengan nama DeepSeek. Pada lingkungan akademik, acap kali terjadi penyalahgunaan kecerdasan buatan sehingga mereduksi integritas akademik. Sejatinya kecerdasan buatan ditujukan untuk membantu, tetapi tidak untuk menggantikan tanggungjawab sivitas akademika untuk menghasilkan karya-karya saintifik, sehingga penyalahgunaan kecerdasan buatan merupakan bentuk pelanggaran atas integritas akademik. Lingkungan akademik idealnya meneguhkan kembali atas nilai-nilai integritas akademik yang rapuh, terlupakan, dan berdebu. Kita tidak menafikan bahwa teknologi kecerdasan buatan mempunyai kontradiksi dalam kehidupan. Pada era dahulu, menerjemahkan kata dalam Bahasa Inggris masih mempergunakan kamus, terdapat usaha yang luar biasa untuk rela membawa kamus yang tebal untuk mencari kata demi kata agar memahami artinya. Kita dituntut untuk mencari secara manual, dan betapa hal tersebut membutuhkan usaha. Jaman turut berubah seiring munculnya kamus Bahasa Inggris Elektronik, yang memudahkan seseorang untuk menerjemahkan kata demi kata. Berbekal kamus elektronik yang tipis, seseorang tidak perlu kesulitan dalam mencari secara manual kata demi kata. Pada era saat ini, ponsel yang canggih menjadikan dunia dalam genggaman, termasuk menerjemahkan kata dalam Bahasa Inggris. Bahkan tidak perlu mengetik, kecanggihan kecerdasan buatan saat ini sangat luar biasa, cukup memindai tulisan, lalu dapat dirubah menjadi bahasa apapun. Idealnya, kecerdasan buatan semakin menambah produktivitas, bukan menjadikan sivitas akademika termanjakan dan melupakan integritas akademik.
Pada akhirnya, sivitas akademika akan berkontemplasi tentang kehadiran kecerdasan buatan dalam lingkungan akademik. Sivitas akademika, tidak perlu alergi dengan kehadiran kecerdasan buatan dan tidak perlu malu-malu dalam mempergunakannya. Kecanggihan teknologi seperti kecerdasan buatan memang mempunyai manfaat bagi banyak bidang, salah satunya pendidikan. Kita tidak perlu untuk mengisolasi diri dari kecanggihan teknologi, namun kita perlu menanamkan nilai-nilai integritas yang kuat dalam memanfaatkan teknologi untuk tetap menjaga dan menjunjung tinggi budaya akademik. Ibarat seorang peselancar, dia tidak lari dari terjangan ombak, tetapi mahir meliuk diatas ombak. Tanpa adanya ombak, tentu dia tidak bisa disebut sebagai peselancar. Marilah kita menjadi sivitas akademika yang berintegritas dengan bijak memanfaatkan kecerdasan buatan, selayaknya peselancar yang mahir diatas ombak. Sudahkah diri kita meneguhkan kembali integritas akademik?
Angga Pandu Wijaya
Pengajar pada Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Negeri Semarang