Oleh : Bayu Bagas Hapsoro, S.E., M.M.
Tidak banyak gegap gempita pada peringatan Hari Guru Nasional tahun ini. Sambutan peringatan hari Guru Nasional ini, bahkan terlihat lebih sepi dari peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh pada bulan sebelumnya. Entah kerena bertepatan dengan tanggal merah, atau memang apatisme yang terlanjur parah, sebagaimana anggapan sebagian pihak yang berpendapat, percuma diperingati, toh tidak akan berdampak apapun pada kesejahteraan guru, terutama guru honorer di daerah.
Sedikit mundur ke belakang, jika dilihat dari sejarah munculnya Hari Guru Nasional ini, maka semua diawali dari sebuah upaya dan merupakan sebuah bentuk penghargaan terhadap profesi guru di Indonesia. Mengutip dari Harian Tribun Jateng (25/11), awalnya pada tahun 1912 para guru mendirikan persatuan guru Indonesia bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). Saat itu, Indonesia masih dalam masa penjajahan Belanda yang dimulai dari tahun 1602 hingga 1942. Anggotanya adalah guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan perangkat sekolah. Lalu, meskipun Indonesia belum mendeklarasikan kemerdekaan, pada tahun 1932 nama PGHB, telah diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).
Setelah proklamasi, selang dua bulan kemudian, PGI menggelar Kongres Guru Indonesia pada 24–25 November 1945 di Surakarta, yang lantas membentuk Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Pada tanggal 25 November 1945 inilah yang dianggap sebagai awal terbentuknya organisasi profesi guru, yang selanjutnya ditetapkan sebagai Hari Guru Nasional.
Sempat dianggap sebagai profesi yang tidak menjanjikan
Pada perkembangannya, profesi guru mengalami pasang surut. Sempat mencapai titik terendah, dimana profesi guru dianggap sebagai sebuah profesi yang mulia namun tidak menjanjikan masa depan yang sejahtera.
Legenda musisi Indonesia, Iwan Fals, pada tahun 80-an, sempat mengabadikan fenomena kondisi guru saat itu, dalam karyanya yang berjudul Guru Oemar Bakri. Dikisahkan dalam lagu tersebut guru Oemar Bakri adalah seorang guru PNS, bersepeda kumbang butut, bahkan telah mengabdi puluhan tahun. Namun meski gajinya seperti dikebiri, guru Oemar Bakri tetap berbakti, dan tetap setia pada profesinya, bahkan mampu menghasilkan lulusan yang hebat, dari profesor hingga menteri.
Lebih lanjut, profesi guru terus mengalami pasang surut. Hingga munculnya sebuah kabar baik, dengan munculnya UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU tersebut, Pemerintah akan memberikan tunjangan kepada guru/dosen, sebagai bentuk tunjangan profesi, setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok. Hal ini tentu dianggap sebagai kabar baik, khususnya bagi guru PNS.
Menghadapi era distrupsi
Saat Teknologi Informasi memasuki era Internet, profesi guru kembali mendapatkan tantangan. Sebagian pihak menganggap bahwa peran guru, secara perlahan sudah tergantikan dengan Internet. Hampir semua kalangan, dapat mengakses informasi pengetahuan, tanpa harus duduk di bangku sekolah. Bahkan di era distrupsi ini, informasi dapat dipilih sesuai minat dan bakat siswa, tidak seperti sekolah formal pada umumnya.
Pada tahap ini, lalu mulai bermunculan sekolah-sekolah informal seperti home schooling, yang menawarkan pembelajaran yang lebih personal, dibanding dengan sekolah konvensional. Selain lebih diminati karena fleksibilitas waktunya, sekolah informal ini juga akan menyesuaian materi sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa.
Hingga akhirnya saat terjadi revolusi teknologi Internet 4.0, dimana kecepatan jaringan dianggap sudah mampu menyediakan layanan yang nyaman dan terjangkau bagi penyediaan konten multimedia, maka terjadi lagi perubahan yang cukup signifikan. Profesi guru, kembali mengalami transformasi. Jika sebelumnya profesi pembelajaran terjadi di ruang kelas, maka pada periode ini, proses belajar mengajar beralih ke dunia maya.
Pada tahap ini, siswa tidak lagi perlu berangkat ke ruang kelas, tapi cukup duduk di depan perangkat yang tersambung dengan internet, dan mulai menerima materi secara interaktif. Ratusan jenis bidang studi, dapat dipilih untuk dipelajari oleh siswa, hanya dengan sentuhan ujung jari.
Menjadi sebuah pertanyaan besar adalah, apakah profesi guru akan punah, sebagaimana kepunahan dinosaurus jutaan tahun yang lalu, dan tergantikan oleh sebuah teknologi yang bernama Artificial Intelegent (AI) yang dibuat oleh para insinyur komputer dari Silicon Valley? Maka jawaban pertanyaan itu, akan kembali pada kesadaran dan tindakan para penggiat profesi guru.
Jika saat ini para guru, hanya sekedar menyampaikan materi (transfer knowledge) belaka, tentu peran profesi guru, lambat laun, akan tergusur oleh teknologi. Akan tetapi jika seorang guru, mampu menjadi sosok yang menghadirkan jiwa “Tut Wuri Handayani“, tidak hanya mengajar, tapi juga mampu memberi inspirasi, memberikan teladan akhlak yang baik, sekaligus mendampingi murid – muridnya dalam mencapai kematangan berpikirnya, maka saya yakin seorang guru akan selalu dihargai, dan dikenang. Guru juga tidak hanya dikenal sebagai “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”, tapi juga akan dikenang sejarah sebagai pahlawan peradaban umat manusia.
Selamat Hari Guru!