Soilis : Platform Untuk Bersinergi Memerangi Erosi dan Degradasi Lahan Berbasis IoT Guna Mencapai SDGs Indonesia.

Universitas Negeri Semarang > FEB UNNES > Soilis : Platform Untuk Bersinergi Memerangi Erosi dan Degradasi Lahan Berbasis IoT Guna Mencapai SDGs Indonesia.

Pendahuluan

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk dari hubungan timbal balik yang tak dapat dipisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem sebagai suatu tatanan dari kesatuan yang utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan yang hidup meliputi organisme, hewan, serta tumbuhan dengan unsur yang mati meliputi cahaya matahari, suhu, serta zat-zat didalamnya untuk saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam ekosistem terjadi interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga adanya aliran energi menuju pada suatu struktur tertentu hingga terjadinya siklus yang terus berkembang dan beradaptasi sampai saat ini.

Peradaban manusia tak bisa terlepas dari interaksi dengan lingkungan yang dapat mendukungnya untuk mencapai keseimbangan dalam pembangunan peradaban. Keseimbangan tersebut dapat dicapai dari pemenuhan kebutuhan yang telah ekosistem sediakan, mulai dari kebutuhan sandang, pangan, papan sampai kebutuhan   akan  energi.  Kebermanfaatan  ekosistem  ini  membantu  peradaban manusia untuk berkembang maju hingga saat ini.

Pada abad ke-21 ini, dunia mengalami banyak perubahan, baik menuju arah yang positif maupun negatif. Contoh dari perubahan negatif adalah terjadinya kerusakan  ekosistem.  Kerusakan  tersebut  diakibatkan  oleh  penebangan  hutan secara ilegal dan tak terencana. Bahkan, dilansir dari data WRI Indonesia, penebangan hutan di Indonesia mencapai jutaan hektar dan terus bertambah dari tahun ke tahun. Tak hanya itu saja, dalam suatu studi yang diterbitkan Jurnal Internasional PNAS, Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara perusak hutan tropis akibat pertambangan di dunia dengan 58,2% penggundulan hutan.

Gambar 1. Data kerusakan hutan di Indonesia tahun 2000-2015 (Sumber ;  https:// wri-indonesia.org/)

Dengan  adanya  kerusakan  ekosistem yang masif ini menimbulkan masalah baru seperti terjadinya polusi udara, polusi air, pemanasan global, dan lain-lain. Hal tersebut mengakibatkan bencana alam serta terjadinya erosi atau hilangnya lapisan permukaan tanah. Pada permukaan tanah terdapat banyak unsur yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Erosi tersebut membuat penurunan produktivitas lahan terjadi atau degradasi lahan sehingga produksi pangan menurun. Hal ini berujung dengan terjadinya krisis pangan di Indonesia pada tahun 2022 yang tentu akan membahayakan masyarakat. Menurut data BPS Indonesia, tercatat sebanyak 8,34% penduduk indonesia mengalami kekurangan pangan pada tahun 2020.

Gambar 2. Data erosi di Indonesia tahun 2000-2016 (Sumber : http://eprints.ums.ac.id/ )

Dari berbagai masalah yang dihadapi ini, muncullah beberapa gerakan peduli lingkungan yang akhirnya melahirkan SDGs atau Social Development Goals. SDGs merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, salah satunya untuk melindungi lingkungan yang diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030. Dengan dicetuskannya program ini, berbagai kalangan mulai bergerak untuk memperbaiki ekosistem lahan yang dimulai melalui reforestasi. Namun, reforestasi masih belum cukup untuk memperbaiki ekosistem karena cenderung membuat sebuah monokultur dari satu spesies tanaman yang membuat hilangnya keanekaragaman. Keanekaragaman tersebut menyongsong suatu perilaku timbal balik agar suatu ekosistem tetap hidup. Oleh karena itu, reforestasi saja menjadi langkah yang kurang tepat untuk digunakan sebagai cara pemulihan lingkungan atau ekosistem.

Konservasi lahan pun dipilih untuk menjadi solusi yang efektif dalam mengembalikan ekosistem yang telah rusak. Konservasi lahan merupakan upaya untuk melindungi, memulihkan, meningkatkan, dan memelihara fungsi tanah pada lahan sesuai dengan kemampuan dan peruntukannya untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan kehidupan yang lebih baik. Dengan kecanggihan teknologi di abad ini, IoT atau Internet of Things bisa menjadi katalisator dari  program  konservasi  lahan  yang  dilakukan.  Konsep  IoT  menekankan  pada sensor, kemampuan pemrosesan, dan teknologi untuk mempermudah transfer data kedalam suatu jaringan secara efisien langsung menuju komputer.

Isi

Dengan  permasalahan  serta  cara  penanggulangan  yang  telah  ada, penulis mencoba mencari alternatif solusi yang membantu cara penanggulangan tersebut agar lebih efektif. Oleh karena itu, penulis menghadirkan suatu sistem yang disebut Soilis atau Soil Ideal Saver. Soilis adalah sebuah platform aplikasi serta website yang berbasis IoT dan dikembangakan untuk mewadahi para peneliti, pemerintah, petani, serta masyarakat untuk bersinergi dalam rangka merestorasi ekosistem lingkungan dan menekan adanya erosi juga degradasi lahan demi terwujudnya SDGs Indonesia tahun 2030.

Platform   soilis   pertama-tama   akan   bekerja   sama   dengan   pemerintah. Pemerintah adalah badan yang mengatur regulasi atas suatu hal. Pemerintah berperan untuk membuat kebijakan tentang bagaimana melakukan konservasi yang benar serta kebijakan tentang nilai lahan. Lahan memiliki nilai secara ekonomis. Hal ini berkaitan dengan produktivitas dan kesehatan lingkungan yang dihasilkan lahan tersebut. Contohnya, dilansir dari WRI, proyek konservasi di Korea Selatan terbukti meningkatkan produktivitas dan kesehatan lingkungan dengan estimasi nilai keuntungan   dari   konservasi   lahan   tersebut   setara   92   miliar  dollar  Amerika. Pemerintah juga bisa menjadi badan untuk mengawasi suatu konservasi yang telah berjalan atau sebagai donatur dana untuk melakukan konservasi lahan.

Lalu, kerjasama dengan peneliti perlu dilakukan untuk memperoleh data yang akan dimanfaatkan. Peneliti adalah seseorang yang meneliti atau mengamati suatu hal demi mendapatkan data serta solusi atas hal yang terjadi. Data tersebut meliputi cara konservasi yang dilakukan, data area penelitian ekosistem, kadar zat dari ekosistem, spesies dari tanaman, serta manfaat dari spesies tanaman dalam suatu ekosistem. Selain itu, peneliti bisa memberikan masukan tentang bagaimana konservasi sebaiknya dilakukan. Contohnya, konservasi metode vegetatif,   seperti penanaman tanaman penutup lahan, strip cropping, penanaman berganda, mulsa, dan lain-lain.

Kemudian, petani dan masyarakat sebagai pengguna yang bisa mengkonsumsi, baik dari kebijakan, data, serta informasi yang diberikan oleh platform Soilis. Tak hanya itu, petani dan masyarakat bisa menjadi pemberi informasi kepada platform Soilis ataupun menjadi donatur terhadap suatu proyek konservasi yang dilakukan. Soilis menjadi platform yang akan menyatukan peran dari masing-masing lembaga atau   individu   agar   memberikan   dampak   positif   semaksimal   mungkin   untuk lingkungan. Selain menyatukan, Soilis akan memiliki fitur dari data-data yang telah dihimpun.

Fitur pertama dari Soilis adalah fitur News and Information yang memuat berita dan informasi terkait konservasi, baik nasional maupun internasional untuk disebarluaskan, serta pemuatan informasi mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah dalam  konservasi.  Selanjutnya,  fitur  kedua  adalah  data  bank  dari  para  peneliti, petani, dan masyarakat tentang bagaimana data area penelitian ekosistem, kadar zat dari ekosistem, spesies dari tanaman, manfaat dari spesies tanaman dalam suatu ekosistem, serta informasi bagaimana cara melakukan konservasi yang benar. Lalu, fitur ketiga adalah land observation yang memberikan penglihatan perkiraan akurat melalui  gambaran  peta  dari  kondisi  lahan  dan  tanaman yang sedang dilakukan konservasi sehingga individu atau suatu badan dapat melihat bagaimana jalannya konservasi yang dilakukan, baik tahun lampau ataupun saat ini. Fitur keempat adalah Fundraising. Fitur ini berguna bagi para peneliti dan aktivis konservasi lahan untuk mengumpulkan dana, baik dari individu, masyarakat, pemerintah, atau badan swasta sekalipun agar program untuk konservasi lahan mereka dapat segera dilakukan atau diselesaikan.  Fitur  kelima  adalah  conservation  study.  Fitur  ini akan memberikan pengetahuan kepada para penggunanya untuk belajar mengenai konservasi lahan dari mulai pengertian,jenis, tatacara, kandungan tanah, dan spesies yang ada ada didalamnya.  Pengetahuan  dari  konservasi  lahan  ini  masih  cukup  minim,  seperti dalam  jurnal  yang  ditulis  oleh  Abdul  Samad Hiola dan Dian Puspaningrum dari Universitas Gorontalo, mereka menunjukan bahwa dari 35 sample petani hanya 20% didalamnya  yang  memiliki  pengetahuan cukup, baik mengenai konservasi lahan. Selanjutnya, fitur keenam adalah land consultation, yaitu fitur bagi pengguna untuk berkonsultasi dengan para ahli tentang bagaimana mengelola lahannya untuk meningkatkan produktivitas dari lahannya tersebut.

Fitur-fitur dari Soilis ini terintegrasi dengan dengan IoT sehingga dapat memudahkan penyaluran data dan informasi yang dibutuhkan bagi seorang individu maupun suatu badan diseluruh dunia agar konservasi ini bisa berjalan semaksimal mungkin. Tak menutup kemungkinan bahwa kedepannya fitur-fitur dari Soilis akan terus bertambah demi menekan adanya erosi juga degradasi lahan agar terwujudnya keberlanjutan  dari  ekosistem  untuk  masa  depan  sebagaimana  tercantum  dalam salah satu poin Sustainable Development Goals (SDGs).

Gambar 3. Ilustrasi Platform Soilis

Kesimpulan

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk dari hubungan timbal balik yang tak dapat dipisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Seiring berjalannya waktu, banyak terjadi kerusakan lingkungan, seperti deforestasi yang mengakibatkan erosi dan degradasi lahan. Oleh karena itu, Soilis atau Soil Ideal Saver hadir untuk memberikan solusi sebagai media informasi, belajar, dan penggalangan dana untuk melakukan konservasi berbasiskan IoT demi terwujudnya keberlanjutan atau SDGs.

Leave a Reply

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: