Potensi seni batik Semarang sebagai medium penegas identitas telah menempuh sejarah yang panjang. Di balik itu, batik Semarang juga pernah tenggelam akibat pergolakan pada jaman kolonial. Hal ini berimplikasi pada eksistensi perbatikan Semarang yang matisuri selama puluhan tahun. Kebangkitannya kembali dalam kurun waktu 10 tahun ini merupakan fenomena yang menarik sebagai bentuk konstruksi identitas.
“Untuk memahami dan menjelaskan bentuk konstruksi identitas itu, perlu dilakukan kajian berbagai aspek yang tercakup dalam eksistensi dan ekspresi dalam arena produksi kultural pada seni perbatikan Semarang,” jelas dosen Universitas Negeri Semarang (Unnes), Drs. Syakir, M.Sn. di sela ujian promosi doktor pendidikan program studi Pendidikan Seni, Jumat 17 Februari di kampus Kelud Pascasarjana Unnes.
Di bawah bimbingan promotor Prof. Dr. Tjetjep Rohendi Rohidi, M.A., kopromotor Prof. Dr. Totok Sumaryanto, M.Pd., dan anggota promotor Prof. Dr. Mudjahirin Thohir, M.A., ia berhasil mempertahankan disertasi “Konstruksi Identitas dalam Arena Produksi Kultural Seni Perbatikan Semarang”.
Kajian Syakir mencakup intra dan ekstraestetik pada perbatikan Semarang dilakukan dengan menggunakan pendekatan teoritis dan metodologis. Hasilnya, ia menemukan konstruksi identitas perbatikan Semarang. Kontruksi ini dilakukan dari penggalian identitas, dari lokalitas, melalui kreativitas, wujud identitas berupa representasi lokalitas, hingga pengembangan dan pemberlanjutan. “Konstruksi ini ada dalam arena produksi kultural yang melalui perjuangan para agen budaya yang membuat produk budaya batik,” jelas dosen jurusan Seni Rupa ini.
Temuan ini membawa implikasi, setiap upaya membangun identitas budaya daerah melalui seni, dapat dibangun dan diproduksi dalam arena produksi kultural oleh para aktor sebagai agen budaya melalui tahapan-tahapan kontruksi identitas.
“Saya berharap agar pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak yang terkait dapat membangun identitas budaya daerah, dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu rujukan dalam konstruksi identitas budaya lokal daerahnya,” katanya.