Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus, Nadhirin, S.Ag., M.Pd. berhasil memperoleh gelar doktor setelah mengikuti ujian promosi doktor pendidikan program studi Manajemen Kependidikan, Kamis 9 Februari 2017 di kampus Bendan Ngisor Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Ia berhasil mempertahankan disertasi “Model Kepemimpinan Kepala Madrasah Metavisioner Berbasis Sunnah Nabi Muhammad SAW” di bawah bimbingan promotor Prof. Mursid Saleh, Ph.D., kopromotor Prof. Dr. H. Achmad Slamet, M.Si., dan anggota promotor Prof. Dr. Sugiyo, M.Si.
Madrasah adalah lembaga pendidikan formal bercirikan keagamaan yang ikut berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa berkulutur Indonesia. Menurut lelaki kelahiran 45 tahun silam ini, hasil kegiatan pendidikan dapat diketahui melalui kepemimpinan seorang kepala madrasah.
Kudus sebagai kota Wali memiliki banyak madrasah yang bercorak Islam diantaranya Madrasah Aliyah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (MA TBS), MA Qudsiyah, dan MA NU Banat. Siswa yang belajar di ketiga sekolah itu pun tidak hanya berasal dari sekitar kota Kudus, tetapi dari berbagai kota di Indonesia. Rata-rata pimpinan dan tenaga pendidik di madrasah tersebut sebagian besar para kyai dan sesepuh yang memiliki pengaruh besar di Kudus. “Dari fenomena tersebut, saya tertarik melakukan penelitian tentang kepemimpinan kepala madrasah,” katanya.
Menurutnya, sejarah berdiri dan berkembangnya madrasah memang tidak dapat dipisahkan dengan kultur pendidikan keagamaan pesantren dan peran kepemimpinan kyai sebagai figur sentral dalam memimpin lembaga. Kepemimpinan kepala madrasah menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai model kepemimpinan di madrasah. “Model ini diharapkan mendukung visi madrasah yakni mewujudkan insan yang berakhlaq dan ber-IPTEK, berkarakter Indonesia, menjadi manusia seutuhnya, dan berorientasi dunia akhirat,” jelasnya.
Hasilnya, Nadhirin menemukan lima hal. Satu, integritas dan kepribadian kepemimpinan yang dilandasai sunnah Nabi Muhammad SAW. Dua, visi dan misi madrasah berorientasi kepada capaian pribadi ideal berlandasan kesalehan akhlak. Ketiga, komunikasi yang dibangun oleh kepala madrasah dengan semua unsur stakeholders. Keempat, budaya mutu akademik yang dibangun dan dicapai oleh kepala madrasah lebih memprioritaskan penguasaan kajian referensi kitab kuning dan bahasa Arab. Kelima, model kepemimpinan di MA adalah kepemimpinan metavisioner (idealitas dunia akhirat) berbasis sunnah Nabi Muhammad SAW berkultur pesantren.
“Berdasarkan penelitian ini saya merekomendasikan para pengambil keputusan di Kementerian Agama, kepala madrasah, guru, dan masyarakat agar bersinergi dalam memberdayakan dan mengembangkan model kepemimpinan yang berdasarkan lima hal di atas,” tandasnya.