Secara fisiologis, usia 10-15 tahun terjadi peningkatan ukuran tubuh, yakni peningkatan sistem syaraf, berat badan, tinggi badan, massa otot, dan ukuran organ kardiovaskuler. Saat sistem syaraf anak menjadi matang dan kendali geraknya meningkat, ini mengakibatkan peningkatan bertahap pada kemampuan dan keterampilan baru.
Hal ini sangat efektif jika program pemanduan bakat diterapkan di lembaga pendidikan dan klub olahraga. “Maka dibuatlah pengembangan isntrumen pemanduan bakat yang dikhususkan pada cabang olahraga anggar yang membantu mengarahkan calon atlit,” kata dosen Universitas Tunas Pembangunan (UTP) Surakarta, Dra. Nuruddin Priya Budi Santoso, M.Or., ketika mengikuti ujian terbuka doktor program studi Pendidikan Olahraga, Kamis 1 Desember 2016 di kampus Bendan Ngisor.
Dibawah bimbingan promotor Prof. Dr. Tandiyo Rahayu, M.Pd., kopromotor Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., dan anggota promotor Prof. Dr. Soegiyanto KS., M.S., ia berhasil mempertahankan disertasi “Pengembangan Instrumen Pemanduan Bakat Cabang Olahraga Anggar”.
Nuruddin menjelaskan ketika prinsip sport science ditemukan sekitar tahun 1990an, Indonesia baru menggunakannya setelah sepuluh tahun kemudian. Padahal pada tahun itu, atlit-atlit berprestasi di Indonesia sudah pensiun. Tepatnya ketika tahun 1995, Indonesia sudah mulai mengalami keterpurukan di bidang olahraga. “Indonesia tertinggal karena masih menggunakan pola berlatih lama, padahal di negara lain sudah menggunakan dasar-dasar ilmiah sport science terutama kaderisasi. Dengan demikian perlu dikembangkan instrumen pemanduan bakat,” kata lelaki kelahiran 54 tahun silam.
Hasil menunjukkan 80,3 % instrumen yang tersusun layak dan efektif untuk diterapkan dalam mengidentifikasi bakat atlit anggar usia dini. Instrumen ini dijadikan acuan untuk menyususn buku panduan yang dilengkapi aplikasi untuk mempermudah penggunaan di lapangan.